Coretan Basayev: Mei 2020
Balada Badala Cito dan Citi

Balada Badala Cito dan Citi


Buku kesekian dari Edi AH Iyubenu yang saya baca. Kali ini pinjaman dari Mbak Jihan Mawaddah bersama 3 judul buku lainnya, dari penulis yang sama. Saya jadikan pilihan baca pertama sebelum baca ketiga buku tersebut. Alasannya, buku fiksi ini paling tipis dibanding yang lain.

Buku ini diberi label Novel Komedi 18+. Berkisah tokoh utama Cito, panjangnya Citogog, panjangnya lagi (dan aseli) Muhammad Thoha bin Sulaiman bin Husein. Di usianya yang sudah matang-pohon alias waktunya menikah, Cito sedang memperjuangkan cintanya pada seorang mahasiswi cerdas, mapan, dan ayu bernama Citi. Kok pas ya namanya, Cito-Citi? Iyalah, suka-suka penulisnya.

Sekali lagi, novel ini dilabeli komedi, meski komedinya garing-garing. Coba simak contohnya;

"Kalau kamu hafal surat al-Ikhlas, akan kupertemukan dengan mamakmu. Bisa?"
Cito terdiam beberapa saat, lalu menggelengkan kepala, dan menunduk.
"Masak cah pinter ndak hafal al-Ikhlas, to?"
Cito menggeleng lagi.
"Lalu apa yang sudah hafal?"
"Qulhu...."
Lelaki itu tersenyum sendiri.
"Ya, coba...."
Tanpa menoleh, Cito mulai membacakan surat al-Ikhlas yang disebutnya Qulhu itu. Lancar sekali.
(Halaman 34-35)

Selanjutnya, untuk label 18+ nya, memang disebabkan banyaknya bertebaran kata makian nyaris tiap halaman, seperti contohnya: asu, jingan, jirut, goblok, bajigur, dan sebagainya. Pokoknya vulgar tanpa sensor tanpa pikir panjang. Ditambah guyonan saru tentang coli, ngacengan, dan sebagainya. Kalau ada bacaan lain, mending baca buku lain deh. Saya terpaksa menuntaskan karena kadung baca dari awal.

Penulisnya sendiri mengatakan bahwa buku ini adalah novel ra mutu yang ia selesaikan dalam 3 hari saja (5-8 April 2020). "Buat apa lama-lama menuliskannya, wong cuma novel ra mutu gini," katanya (halaman 7). Lagi pula, Edi menuliskan novel ngeres-misuhan ini dengan los dan sak karepe, alias masa bodoh saja soal tulisannya disukai atau dibenci orang.

Inti dari cerita dalam novel ini saya rasa disisipkan pada bagian akhir pada bab Kaidah Ushul Fiqh untuk Cito. Al-mukabbaru ya yukabbar (hal yang telah dibesarkan jangan dibesar-besarkan terus), al-yaqinu ya yuzalu bisysyak (suatu keyakinan tak bisa digugurkan oleh suatu keraguan). Jadi Citi tidak perlu meragukan cinta Cito hanya karena alasan takut kelak apa yang akan dimakan, tapi harus yakin dengan usaha Cito dengan kegigihannya mencari nafkah meski belum terlihat hasilnya sekarang. "Maka, menerima tresna Cito adalah keutamaan," begitu closing-nya.

Sekali lagi, kalau ada bacaan lain, mending tak usah baca buku ini deh. Serius!

Judul: Balada Cito Citi
Sub judul: Gampang Sayang, Gampang Kangen
Penulis: Edi AH Iyubenu
Penerbit: Diva Press
ISBN: 978-602-391-971-0
Cetakan: Pertama, April 2020
Tebal: 132 halaman

Mia Chuz: Harus Ada yang Menuliskan Kebaikan

Mia Chuz: Harus Ada yang Menuliskan Kebaikan


Awal bulan Mei tepatnya hari ketiga, dimulai sekira pukul 13:15 WIB, di channel Telegram INDONESIA MENULIS inisiasi KMO Indonesia, berlangsung sharing kepenulisan bersama Mia Chuz, penulis novel Wedding Agreement (2018). Berlimpah ilmu yang sayang untuk dibiarkan menguap. Makanya saya coba membuat resume di blog ini, biar bisa dibaca siapa saja yang berkenan mampir.

Penulis yang terlahir dengan nama Eria Chuzaimiah ini memulai dengan menyapa, “Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh. Saya ucapkan terima kasih kepada Indonesia Menulis yang memberikan kesempatan kepada saya untuk sharing dengan teman-teman semua. Terima kasih kepada teman-teman yang sudah meluangkan waktu untuk ikut sharing siang ini, insya Allah ada manfaat yang bisa diambil.”

Mia Chuz mengawali karir menulis dengan karya pertamanya Wedding Agreement, yang ternyata terbit secara Self Publishing. Yang mengagumkan, setahun setelah novel itu terbit, tepatnya 8 Agustus 2019, Starvision tertarik dan mengangkatnya ke layar lebar. Luar biasa, novel Self Publishing ternyata juga bisa dijadikan film!

Novel keduanya Rania (Lantunan Cinta di Sepertiga Malam), terbit di KMO Indonesia, kolaborasi bersama Ustaz Nasrullah, penulis sekaligus motivator Rahasia Magnet Rezeki. Lanjut novel ketiga Dearest Mai. “Sebenarnya, Dearest Mai ini adalah cerita yang pertama kali saya tulis di Wattpad,” kenangnya. “Gara-gara Dearest Mai, akhirnya saya ketagihan menulis.”

Penulis yang lahir di Jakarta dan besar di Palembang ini mengaku menulis di usia yang tidak muda lagi. Yakni saat sudah punya 3 anak, dan si sulung kelas 1 SMP.  Awalnya ia tidak merasa punya bakat menulis sama sekali. “Saya hobi baca sejak SD, tetapi tidak pernah menulis. Cerpen pun tidak,” ungkapnya.

Mia menyadari betul bahwa dukungan dari lingkungan itu berpengaruh besar. Banyak teman-teman yang men-support untuk menulis. Terutama sang suami. “Mereka membaca status-status di Facebook saya dan mengatakan tulisan saya enak dibaca. Padahal cuma status biasa, bukan cerpen yang saya post.”

Semula Mia mengabaikan itu semua. Ia tetap merasa tidak bisa menulis. Juga tidak pernah belajar kepenulisan. Sampai pada suatu waktu, perempuan berdarah Minang ini mempunyai alasan yang kuat untuk mencoba menulis. Ketika itu di Wattpad banyak cerita-cerita dewasa yang dengan leluasa bisa diakses oleh semua umur. Tanpa filter. Berawal dari kegelisahan itulah Mia akhirnya memutuskan untuk mencoba menulis.

“Berbekal nihil ilmu kepenulisan, saya menulis. Tujuannya cuma satu. Bisa memberikan alternatif bacaan yang baik untuk remaja. Karena anak saya juga sudah beranjak remaja. Minimal saya membuat tulisan untuk anak-anak saya. Itu saja niatnya. Nggak kepikiran ceritanya akan diterbitkan atau yang lain,” katanya.

Sejalan dengan waktu, tulisan Mia mulai banyak yang baca. Mulai ada yang kasih kritik dan saran, yang membuatnya bertekad untuk lebih belajar lagi agar bisa memberikan tulisan yang baik. Dari satu cerita pindah ke cerita lainnya. “Sampai akhirnya pada cerita saya yang ke-10, Wedding Agreement, ada penerbit yang tertarik untuk menerbitkan tulisan saya. Gimana rasanya? Unbelievable. Extraordinary. Ada yang mau beli novel yang saya tulis itu menurut saya ruarrr biasa!” kenangnya penuh rasa syukur.

Jujur, semula Mia mengaku malu untuk posting tulisan di Wattpad. Malu nanti tidak ada yang baca, atau dikomentari jelek. Sampai-sampai ia pakai akun di Wattpad bukan dengan nama asli agar tak ada yang tahu kalau itu akun miliknya. Mia merasa tidak percaya diri karena sama sekali tak paham bagaimana cara menulis yang baik dan benar.

“Ada saat-saat saya malas menulis. Bahkan sampai sekarang penyakit itu sering muncul. Percayalah, ini sebenarnya musuh utama penulis. Kalau sudah malas, kelar naskah yang belum selesai. Maksudnya kelar, nggak bakalan kelar-kelar,” candanya serius.

Bagi Mia, sebenarnya tak harus ada istilah writers block. Yang jelas itu ada karena kurang berusaha saja. Ketika berhadapan dengan laptop dan merasa blank, lalu meyerah dan menyalahkan writers block. Sebagai penulis ia mengaku sering mengalaminya juga. “Tips yang saya sering gunakan, dari Tere Liye, adalah … TULIS AJA DULU! Iyes. Ini tips yang ampuh buat saya. Nggak tahu mau nulis apa? Tulis aja dulu. Kalau jelek dan nggak berasa feel-nya gimana? Tulis aja dulu, percaya deh. Setelah selesai satu bab, kamu bisa baca ulang dan edit lagi. And it works for me all the time,” yakinnya.

Kendala dalam menulis selalu ada. Pilihan ada di tangan calon penulis, mau menyerah, atau lanjut? Kalau kata Pak Isa Alamsyah, NO EXCUSE! Kita sama-sama evaluasi, kenapa sampai saat ini belum juga menulis? Kenapa sampai saat ini belum menyelesaikan tulisan? Kenapa mencari alasan-alasan atas ketidakmampuan kita menyelesaikan tulisan? Kenapa menyalahkan hal-hal di luar diri kita ketika tidak menulis?

“Mau tahu gimana caranya bisa terus menulis sampai akhir hayat?” tanyanya beretorika. “Caranya: setting niat! Percaya, deh. Setting niat yang bisa mengalahkan semua rasa malas di dunia ini. Buat saya, itu satu-satunya jalan.”

Mia sangat mendukung siapa pun untuk menulis, kalau bisa semua orang menulis hal-hal baik. “Karena kalau kita tidak menulis hal-hal baik, maka akan ada orang lain menulis hal-hal tidak baik,” katanya. “Kalau bukan saya dan teman-teman yang menulis hal baik, siapa lagi? Tapi ingat, kalau bukan kita yang menulis, percayalah, akan terus ada orang-orang yang menulis untuk kebaikan. Bukankah sayang apabila kita tidak termasuk dalam barisan itu? Insya Allah ini menjadi penyemangat bagi saya sendiri untuk terus menulis dan menyelesaikan naskah yang belum selesai-selesai.”

Selanjutnya, Mia memberikan kiat untuk menarik pembaca agar mengunjungi tulisan kita. Meski awal menulis, ia sama sekali tidak memikirkan hal ini. “Yang aku pikirin cuma nulis aja, terus rajin update tulisan. Karena pembaca itu sukanya membaca tulisan yang penulisnya rajin update. Perbaiki kualitas tulisan, karena percaya deh, karya kita yang akan speak for it self. Kalau bagus, pasti akan dibaca orang. Jadi berikan yang terbaik untuk setiap tulisan yang kamu tulis. Sambil promo di media sosial. Pelan-pelan akan terbangun sendiri pembaca kita.”

Agar tulisan itu menarik dibaca dan tidak membosankan pembaca, biasanya Mia minta pendapat dari orang-orang terdekat. Menurutnya, sahabat pasti yang memberikan pendapat yang jujur. Kalau mereka bilang oke, berarti oke. Kalau mereka bilang belum oke, artinya harus memperbaiki tulisan.

Caranya, baca lagi novel-novel penulis favorit kita dan pelajari bagaimana mereka bisa menulis dengan bahasa yang enak dibaca. Amati Tiru Modifikasi. Intinya terus belajar dan jangan mudah menyerah. “A Fuadi saja nggak serta merta bisa menulis novel, lho. Dia perlu belajar selama satu tahun penuh untuk belajar menulis novel. Sampai akhirnya terbit karya yang fenomenal, Negeri 5 Menara. Jadi nggak ada yang instan di dunia ini,” simpulnya.

Mia berkomentar tentang penulis yang menjadikan ekonomi sebagai motivasi dalam menulis. Tidak ada masalah, katanya. Banyak juga yang menjadikan menulis sebagai penghasilan utama untuk keluarga. “Dulu, ketika kuliah di Mesir, Kang Abik menjadikan faktor ekonomi sebagai alasan menulis. Kenapa? Karena dengan beasiswa yang ada, tidak mencukupi kebutuhannya. Beliau perlu uang untuk sewa flat, untuk beli kitab, untuk biaya transportasi, untuk kebutuhan sehari-hari. Kalau tidak menulis, maka fatal akibatnya.”

Niat itu bisa berkembang dan berubah-ubah seiring dengan perjalanan waktu. Apakah ada yang salah dengan motivasi secara ekonomi? Sama sekali tidak, kata Mia. Mencari nafkah untuk keluarga itu kan kewajiban. Dengan adanya uang masuk, banyak kebaikan yang bisa kita lakukan untuk membantu sesama.

Mia juga memberikan kiat membuat pembaca mendapat feel ketika baca tulisan kita. “Ketika menulis, kita harus masuk ke karakter yang kita reka. Ketika dia kesal, kita ikutan kesal. Ketika dia menangis, kita ikutan menangis. Ketika dia malu-malu, kita juga malu-malu. Ketika dia marah, kita juga marah. Ketika kita bisa merasakan apa yang karakter rasakan, maka pembaca juga akan merasakannya. Makanya jangan heran kalau melihat penulis sedang mengetik sambil nangis, itu biasa. He he. Artinya dia ikutan sedih ketika menuliskan karakternya sedang sedih,” begitu katanya.

Selanjutnya, agar cerita tidak bertele-tele, Mia menyarankan membuat plot yang tidak bertele-tele. Gunakan kalimat efektif saat menulis. Fokus, jangan keluar dari plot yang sudah ditetapkan. Bikin outline yang jelas. Ikuti kerangka yang sudah dibuat. “Awal menulis saya nggak pakai outline. Makanya cerita ngelantur ke mana-mana sampai 100 bab. He he, khilaf,” kenangnya. “Kalau sekarang, karena sudah belajar, saya menulis selalu menentukan karakter dulu, terus bikin plot, lalu outline. Setelahnya riset. Awal menulis saya ngambil cerita yang dekat dengan kehidupan saya, jadi risetnya nggak terlalu sulit. Buat saya, penting untuk persiapan yang matang, nggak apa-apa lama awalnya, tapi ketika menuliskan bab per bab, lancar.”

Ketika membuat plot di awal,  Mia sudah tahu ending-nya akan seperti apa. Jadi ia akan mengikut ending yang sudah dibuat itu. “Boleh nggak berubah? Boleh kok. Penulis mah bebas, he he. Tergantung kita mau ending seperti apa,” katanya pula. “Tapi saya sarankan, jangan terlalu sering berubah-ubah. Tetapkan di awal akan seperti apa. Matangkan perencanaan.”

Mia mengingatkan, menulis itu keterampilan. Semakin banyak menulis, maka akan semakin terasah. Jadi, berhentilah membuat alasan dan mulai menulis. Jangan sampai menulis saja belum tapi sudah banyak mengeluh tentang betapa susahnya menulis. “Saya sih berharap teman-teman belum puas dan terus belajar. Dan paling penting dipraktikkan.”

Semoga resume ini bisa menyemangati kita dalam menulis. Kalau mau follow Instagram Mia Chuz bisa di @mia_chuzaimiah, untuk akun Wattpad viveramia. “Kalau berminat membeli novel saya bisa langsung ke gramedia.com dan belanja online di sana. Sebagai bacaan selama di rumah saja,” tutupnya dengan promo.

Bagi teman-teman yang mau gabung di channel kepenulisan di Telegram, klik saja di sini. Dan untuk yang ingin bergabung di grup diskusi silakan klik tautan ini.

Selamat belajar menulis!
Tak Lagi Bingung Hitungan Zakat

Tak Lagi Bingung Hitungan Zakat


Zakat adalah rukun Islam yang ketiga, yang disyariatkan untuk kaum muslimin dengan aturan yang sudah diberikan Allah Swt melalui Rasulullah Saw. Tapi banyak umat Islam yang buta akan hitung-hitungannya. Kali ini, saya baca buku Panduan Praktis Menghitung Zakat buah karya DR. Ahmad Zain An Najah, MA yang diterbitkan PUSKAFI (Pusat Kajian Fiqih dan Ilmu-Ilmu Keislaman), Jakarta.

Zakat secara istilah adalah jenis harta tertentu yang pemiliknya diwajibkan untuk memberikannya kepada orang-orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu juga.

Selain itu, zakat juga memiliki beberapa arti, yakni: An-Nama (tumbuh dan berkembang) yang berarti harta yang dikeluarkan zakatnya tidak akan berkurang melainkan akan tumbuh dan berkembang. Ath-Thaharah (suci) artinya dengan zakat maka harta menjadi bersih dan jiwa pemiliknya juga bersih dari kotoran hasad, dengki, dan bakhil. Arti ketiga adalah Ash-Sholahu (baik) yang dengan dizakati maka harta menjadi baik kualitasnya, sekaligus memperbaiki amal pemiliknya.

Seseorang akan terkena kewajiban zakat jika memenuhi beberapa persyaratan yaitu, harta didapat dengan cara halal, merupakan kepemilikan penuh, harta tersebut berkembang, sudah mencapai nishab (batas jumlah tertentu), melebihi kebutuhan pokok, dan haul (perputarannya dalam satu tahun).

Sementara harta yang wajib dizakati ada banyak: zakat perhiasan emas dan perak, zakat profesi, zakat perniagaan, zakat investasi properti, zakat perusahaan, zakat saham, zakat pertanian, zakat perkebunan kelapa sawit dan karet, dan zakat peternakan. Banyak sekali ternyata, ya? Dan cara penghitungannya dibahas tuntas beserta contoh masing-masing dalam buku tipis 76 halaman ini. Makanya dikatakan sebagai panduan praktis.

Selain tersebut di atas tadi, zakat fitri (fitrah) dibahas dalam bab tersendiri. Tak hanya itu, ada bab khusus mengulas siapa saja yang berhak menerima zakat sebagaimana tertera pada Quran Surat At-Taubah ayat 60, yakni fakir, miskin, amil zakat, muallaf, fi ar-riqab, al gharim, fi sabilillah, dan ibnu sabil.

Judul: Panduan Praktis Menghitung Zakat
Penulis: DR. Ahmad Zain An Najah, MA
Penerbit: PUSKAFI
Cetakan: I, Mei 2014
ISBN: 978-602-98962-5-1
Tebal: 76 halaman
Perjuangan Revolusi Seorang Larasati

Perjuangan Revolusi Seorang Larasati


Novel roman racikan Pramoedya Ananta Toer ini berjudul Larasati, berkisah tentang masa sulit yang dialami rakyat Indonesia pasca kemerdekaan dan agresi militer Belanda yang belum rela kehilangan bumi pertiwi ini sebagai jajahannya. Gejolak Revolusi sekitar 1945-1950 ini diceritakan dari kaca mata seorang bintang film bernama Larasati atau lebih dikenal dengan nama Ara. Demi karirnya, Ara harus meninggalkan Yogyakarta menuju Jakarta dengan kereta. Drama kehidupan bergulir di depan matanya, melihat kondisi politik tak menentu dengan kesengsaraan rakyat jelata.

Ara bertemu kenalannya, Mardjohan yang menjadi seorang sutradara. Ia menawari Ara bermain dalam film dokumenter tentang pengungsian dari sudut yang menguntungkan pihak penjajah. Tapi Ara tak sudi harus menjadi anjing Belanda demi menjadi artis dengan bayaran mahal, dengan mengorbankan rasa nasionalismenya. Meski ia bukan manusia suci, bahkan sering berpindah dari pelukan satu pria ke pria lainnya, tapi jiwanya masih setia pada Revolusi. Dibantu Martabat, seorang sopir NICA, Ara kabur dan berhasil bertemu Lasmidjah, ibunya, yang bekerja sebagai babu di rumah orang Arab.

Kisah bergulir, hingga suatu malam Ara terjebak pada situasi menegangkan, di mana ia terlibat penyerangan terhadap pasukan NICA oleh para pemuda Republik. Menyaksikan sendiri pertempuran yang membuat ketakutannya menjadi sebuah keberanian yang nekat.

Keberadaan Ara di rumah ibunya juga diketahui oleh Jusman, majikan sang ibu yang kemudian mencari-carinya, hingga Ara akhirnya jatuh ke pelukan pria Arab tersebut. Saat terjadi peristiwa penembakan pada pria itu, Ara dihadapkan pada pilihan untuk setia pada pasangan tak resminya itu atau masa bodoh, sejatinya seorang Jusman tidak ada gunanya sama sekali untuk Revolusi.

Novel roman ini cukup membantu pembaca bisa turut merasakan bagaimana situasi masa Revolusi, di mana rakyat bersahabat dengan kemiskinan dan ketakutan. Bagaimana perjuangan para pemuda Republik dengan semangat Revolusi. Meski saya pribadi kurang greget dengan tokoh utama yang satu sisi karakternya kuat dalam sikap Revolusi tapi tahu-tahu begitu lemah dan mudah putus asa bahkan membiarkan Revolusi perlahan lenyap.

Tapi apapun itu, novel roman ini cukup apik menjadi bahan bacaan anak bangsa agar tahu bagaimana beratnya masa perjuangan. Rekaman kisah heroik kepahlawanan yang dilengkapi segala kemunafikan kaum revolusioner, keloyoan, omong banyak tapi kosong dari para pemimpin, pengkhianatan dan romantisme percintaan. Potret itu dibingkai oleh seorang artis pelacur bernama Larasati.

Judul: Larasati
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Lentera Dipantara
Cetakan: ke-9, Desember 2015
ISBN: 978-979-97312-9-6
Tebal: 184 halaman
Bekal Beribadah di Bulan Suci

Bekal Beribadah di Bulan Suci


Ramadan 1441 H yang berbeda dengan Ramadan sebelum-sebelumnya, tetap harus diisi dengan ibadah terbaik kita. Pandemi Covid-19 yang berimbas pembatasan kegiatan keagamaan di masjid, membuat sebagian besar umat Islam terpaksa beribadah di rumah, sesuai anjuran pemerintah dan arahan MUI.

Saya baru menuntaskan baca Buku Saku Ramadhan terbitan Lazis Dewan Da'wah. Buku lawas yang lama teronggok di rak buku. Buku panduan mendulang pahala dan ampunan di bulan suci ini ditulis oleh Muhammad Shalih Al-Munajjid.

Buku ini diawali dengan bahasan menjelang Ramadan. Di mana disebutkan, para salaf terdahulu menunjukkan kerinduan akan datangnya Ramadan dengan memanjatkan doa, "Ya Allah, pertemukan diriku dengan bulan Ramadan, selamatkan Ramadan untukku, dan terimalah seluruh amalku di bulan Ramadan."

Persiapan menyambut Ramadan yang biasa dilakukan adalah memperbanyak puasa sunah di bulan Sya'ban, meniru apa yang Rasulullah Saw contohkan. Bagi yang punya utang puasa harus segera dibayar dengan berpuasa sesuai hari yang ditinggalkan dulu. Para salaf juga memperbanyak bacaan Alquran untuk persiapan diri menyambut Syahr al-Qurra (bulan para pembaca Alquran).

Pada buku ini, penetapan awal Ramadan harus dengan metode rukyat, sebagaimana hadis Nabi agar berpuasa karena melihat hilal. Penulis tidak cocok dengan metode hisab sebagaimana dilakukan para ulama kontemporer.

Dalam menjalani hari-hari Ramadan, kita harus optimis meraih keutamaan bulan suci dan menjauhi kemalasan (futur). Senantiasa waspada dengan pencuri yang melenakan dari keberkahan Ramadan, seperti menghabiskan waktu menonton televisi, bermain game atau kuis, dan apa saja yang membuat kita lupa akan tujuan berpuasa di bulan Ramadan untuk membentuk pribadi yang bertakwa.

Agar kian mantap berpuasa, ada bab yang khusus menelaah tentang perintah wajib bagi orang beriman itu. Puasa adalah amalan spesial yang mana disebutkan Allah Swt sendiri yang akan menentukan ganjarannya. "Seluruh amal anak Adam adalah untuknya sendiri, kecuali puasa. Puasa itu untukku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya," tegas Allah Swt dalam sebuah hadis qudsi.

Orang yang berpuasa akan bergembira karena memperoleh taufik untuk beribadah, kenikmatan untuk menyempurnakan puasa, kegembiraan saat berbuka, dan memiliki momen ijabah untuk berdoa saat berbuka puasa.

Saat puasa kita hendaklah menjauhi bergunjing karena itu merusak amalan puasa kita. Sebaliknya, kita perbanyak istigfar yang bisa menambal segala kekurangan saat berpuasa.

Lengkap sekali pembahasan buku ini, di antaranya keutamaan sahur, hingga keutamaan umrah di bulan suci (di luar masa pandemi Covid-19 tentunya). Para wanita haid pun bisa meraih pahala yang banyak meski tidak boleh berpuasa, yakni dengan memberi buka orang-orang yang berpuasa sehingga mendapat pahala sebanyak yang diterima orang berpuasa tersebut tanpa menguranginya.

Apa saja yang bisa membatalkan puasa juga tak lepas dibahas. Juga permasalahan kekinian semisal penggunaan lensa kontak mata, suntik, gosok gigi dengan pasta gigi dengan aroma menyegarkan, dan sebagainya.

Pembahasan terakhir adalah bagaimana sebaiknya kita memanfaatkan 10 malam terakhir Ramadan agar beroleh pahala lailatul qadar yang bernilai lebih baik daripada seribu bulan. Hikmah Allah Swt tidak menentukan tanggal tepatnya malam barakah itu adalah agar kita mengisi penuh malam-malam penghabisan Ramadan dengan amal terbaik kita.

Buku saku yang cukup padat mengisi bekal kita ber-Ramadan. Semoga tercapai impian kita semua meraih gelar utama: takwa. Aamiin ya Robbal alamiin.

Judul : Buku Saku Ramadhan
Penulis : Muhammad bin Shalih Al-Munajjid
Penerbit : Lazis Dewan Da'wah
Tebal : 118 halaman
MMC

MMC


Hubungan kakak-adik tak akan berkesan jika tanpa bertengkar, terutama sejak masih kanak-kanak. Begitu juga Kak Haikal dengan Dik Rara. Berdua saja kalau ribut bikin ayah-bundanya puyeng.

Belakangan ini kedua bocah itu memang sering bertengkar. Biasanya sih Kak Haikal jengkel kalau bermain diikuti sama Dik Rara. Apalagi kalau Dik Rara ikut merusuh saat Kak Haikal main lego. Kak Haikal sempat berkata dengan kesalnya, “Humaira MMC!”

MMC? Apaan tuh, Kak? Saat ditanya apa singkatan dari MMC, Kak Haikal menjawab, “MMC itu marai emosi! Keren, kan? Aku sendiri lho yang bikin singkatannya!”

Ayah senyum saja melihat Kak Haikal membanggakan otak-atik singkatan hasil karyanya sendiri itu.

Begitulah anak-anak, hari demi hari selama menjalani kehidupan di rumah saja, Kak Haikal yang cukup penurut tidak pergi main ke mana-mana. Hanya sesekali main ke rumah sebelah, tempat Dik Arkan. Ke mana saja sang kakak pergi, Dik Rara selalu berusaha ikut. Dan tentu saja sering bikin Kak Haikal merasa terganggu.

Suatu malam menjelang tidur, usai sudah jamaah Tarawih di rumah. Dik Rara yang tumben belum tidur minta dikeloni Bunda, Kak Haikal juga tiduran di sebelahnya. Tapi keduanya belum juga memejamkan mata.

Ayah ikut bergabung. Ayah mengajak keduanya main tebak-tebakan dan tanya jawab.

“Dik Rara siap?” tanya Ayah. Dik Rara segera menjawab mantap, “Siap!”

Ayah melontarkan pertanyaan-pertanyaan sepele kepada si kecil. “Air yang turun dari langit disebut apa?”

“Hujaan!” jawab Rara penuh percaya diri.

“Betul!” nilai Ayah.

Lalu Ayah beralih pada Kak Haikal, “Kakak siap?”

“Siaplah...”

“Pertanyaannya, mengapa banyak yang suka marah sama orang yang malas, padahal kan dia tidak ngapa-ngapain?”

Kak Haikal dibuat bingung mencari jawabannya. Ayah hanya tertawa melihat tingkah si sulung yang berpikir keras. Sampai akhirnya ia menyerah!

“Yakin menyerah?”

“Mmm, iya, menyerah! Susah jawabannya!”

Ayah tersenyum lalu berkata, “Jawabannya adalah ... MMC!”

Kak Haikal melongo. Bunda tertawa. Kakak lalu menepuk jidat, “Padahal itu aku yang menciptakan ya! MMC, marai emosi!”

Tawa kami pecah bersama-sama. Dik Rara yang entah paham atau tidak pun ikut tertawa!

*marai emosi (bahasa Jawa): bikin emosi.

#Ramadan1441H
#RamadanDiTengahCorona