Coretan Basayev: Oktober 2018

Secuil Cinta untuk Memeluk Masa Lalu


Judul: Memeluk Masa Lalu
Penulis: Dwitasari
Penerbit: Bentang Belia, Yogyakarta
Tebal: 132 halaman
ISBN: 978-602-1383-54-4

Aku ingin jatuh cinta dengan jutaan keajaiban yang aku rasakan saat jatuh cinta, kemudian Tuhan mempertemukanku denganmu.

Kisah tentang mantan mungkin menjadi tema yang tidak akan habis. Seperti novel ini, Dwitasari meramunya menjadi jalinan kisah cinta yang mengalir apa adanya. Perasaan dua tokoh utama yang saling suka, yang berawal dari pertemuan tidak sengaja, hingga menumbuhkan rindu dan cinta.

Kepiawaian penulis menyajikan cerita yang begitu mengalir, membuat pembaca enggan meninggalkan bacaan sebelum benar-benar tuntas. Apalagi novel ini terbilang sangat tipis untuk dibaca dua-tiga kali di lain waktu. Hanya total 132 halaman, rasanya tahu-tahu habis saja. Tapi cukup seru untuk dinikmati.

Mengisahkan Cleo, seorang penulis dengan karya yang sudah banyak terbit dan sering mengisi workshop di mana-mana. Saat Cleo menjadi pembicara di Yogyakarta, takdir menemukannya kembali dengan Raditya, seseorang yang pernah dirindukannya dan menjadi inspirasi pada cerita-cerita yang dituliskannya.

Keduanya saling jatuh cinta terutama pada perjumpaan kedua mereka ini. Tapi hubungan keduanya tidak akan pernah bisa diteruskan karena Raditya sedang menunggu hari H pernikahan dengan Ninda, sahabat dari kecilnya. Sebenarnya, Raditya belum pernah benar-benar jatuh cinta pada Ninda. Pernikahan ini semata karena ia ingin membahagiakan ibundanya yang sangat mengharapkan mantu si Ninda.

Apa yang terjadi akhirnya ketika Cleo secara tidak sengaja menemukan surat undangan pernikahan Raditya-Ninda? Jalinan cerita runut dan enak dinikmati, mengalir begitu saja, meski konflik yang disajikan jauh dari meledak-ledak. Tapi Memeluk Masa Lalu adalah sebuah novel fiksi yang enak dibaca, terutama buat yang ingin belajar menulis novel. Hal sederhana tetap akan jadi inspirasi cerita asal digarap dengan baik, seperti Dwitasari dengan kisahnya kali ini.

Sok Tahu



Lady Cempluk pernah menyapa Gendhuk Nicole yang jadi kader posyandu, saat sedang berjalan kaki lewat depan rumahnya. "Mau kemana, Mbak Nicole?" tanya Cempluk.

"Itu, ke rumah ibu risti, istrinya Mas Jon Koplo, kan lagi hamil dia."

Jon Koplo adalah warga baru di Dukuh Sidowayah, Sukoharjo. Cempluk belum begitu mengenalnya, termasuk nama istrinya juga belum tahu.


Sejak Nicole mengatakan akan ke rumah istri Koplo yang sedang hamil itu, Cempluk menyangka namanya adalah Bu Risti.

Sebagai tetangga yang baik, Cempluk sering menyapa istri Koplo tiap ketemu di jalan atau sedang bersamaan belanja di warung. Ia begitu pede menyebut nama Bu Risti pada tetangga baru itu.

"Bu Risti, mangga pinarak mampir," tawarnya saat bersama pulang dari warung. Istri Jon Koplo itu hanya menolak dengan sikap yang sebenarnya agak tidak nyaman.

Bersamaan ketika itu, lewatlah Gendhuk Nicole yang sempat mendengar obrolan keduanya. Nicole segera mampir menemui Cempluk. "Mbak Cempluk, kok manggil istri Mas Koplo Bu Risti ta, gimana kalau dia tersinggung?"

"Lo, kan waktu itu sampeyan bilang namanya Bu Risti?" protes Cempluk.

"Ya Allah, Mbak. Kemarin itu aku ke rumah ibu risti, maksudnya ibu risiko tinggi, soalnya dia hamil dan punya riwayat dua kali keguguran, makanya dia termasuk risti, risiko tinggi, bukan namanya Bu Risti!"

Mak jegagik, Cempluk kaget saknalika, jebul itu hanya istilah saja dan bukan nama orang.

"Lhadalah, jadi nggak enak, kupikir namanya Bu Risti. Wah, tersinggung nggak ya dia? Lagian Mbak Nicole ada-ada saja pakai singkatan risti segala!"

"Itu sudah istilah umum di posyandu, Mbak. Tak kira sampeyan sudah tahu," tukas Nicole.

"Wah, aku harus minta maaf nih. Jadi malu juga aku," batin Cempluk.

Sabtiyaningsih
Sidowayah RT 001 RW 006 Ngreco, Weru, Sukoharjo

 

Dimuat di harian Solopos edisi Jumat Wage, 26 Oktober 2018. Biasa, pakai nama istri, hehe.

Pendidikan Karakter dari Kumcer Jenengku Tegar



Judul: Jenengku Tegar
Penulis: Haryo Guritno & Sri Sunarsih
Penerbit: Erlangga, Jakarta
ISBN: 978-602-434-657-7
Tebal: 74 halaman

Saya asli Jawa tapi belum pernah sekalipun menulis cerkak, cerita cekak alias cerpen bahasa Jawa. Pernah sih mencoba menulis tapi tidak selesai dan file lenyap entah kemana. Ternyata memang bukan hal mudah menulis cerita dalam bahasa yang sebenarnya saban hari digunakan dalam berkomunikasi.

Kali ini, saya akan sedikit review buku tipis berjudul Jenengku Tegar, kumpulan cerkak yang telah mendapat penilaian dan dinyatakan layak sebagai bacaan muatan lokal bahasa Jawa berdasar Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 420/139 Tahun 2017 tentang Buku Bacaan dan Buku Pengayaan/Referensi Muatan Lokal Bahasa Jawa untuk SMA dan SMK Provinsi Jawa Tengah.

Buku ini memuat 10 cerpen berbahasa Jawa yang ditulis berdua oleh Haryo Guritno dan Sri Sunarsih. Sekilas tentang penulis, Haryo Guritno adalah pensiunan PNS pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tegal yang sudah terbiasa menulis susastra, baik puisi, cerpen, artikel kesusastraan, dan repertoir drama. Beberapa karyanya pernah menghiasi beberapa media massa. Sementara Sri Sunarsih adalah seorang guru sekolah dasar di Ungaran, sering menulis artikel berbahasa Jawa pada majalah Pustaka Candra terbitan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah. Ibu dua anak kelahiran Batang, 6 September 2023 ini pernah meraih Juara 2 Lomba Penulisan Naskah Sandiwara Berbahasa Jawa Tingkat Provinsi Jawa Tengah (2007). Jadi kumpulan cerkak ini bisa dipastikan sangat cocok dibaca anak sekolahan atau siapa saja yang suka sastra berbahasa Jawa.

Jenengku Tegar dipilih sebagai judul, merupakan cerkak pembuka dalam kumpulan cerkak ini. Berkisah tentang Tegar dan adiknya, Asih, yang harus berjuang sendiri untuk hidup dan bersekolah sepeninggal kedua orangtuanya. Cerkak lain di antaranya adalah Jamal Kepingin Bali, Cucakrawa, Telpon, Nasehate Tante Mira, Dhipan Kayu Sawo, Rong Puluh Taun Tumuli, Arisan, Tembang Tengah Wengi, dan Sawijining Dina ing Lereng Merapi.

Semua cerita bersifat fiksi, tapi tersusun baik dengan memuat nilai pendidikan karakter dan budi pekerti. Penyajiannya juga menggunakan istilah kekinian dan komunikatif tapi tidak melupakan kaidah penulisan bahasa Jawa yang semestinya. Cerita-ceritanya mudah dimengerti, penempatan bahasa juga sudah sesuai unggah-ungguh-nya.

Saya sendiri belajar banyak dari cerkak dalam buku ini. Keinginan untuk bisa menulis cerkak tumbuh begitu selesai membaca tiap ceritanya. Jujur, yang sukar adalah menempatkan unggah-ungguh bahasa Jawa, memilih kata yang tepat, bahkan ejaan yang benar.

Saya sangat mengapresiasi buku kumpulan cerita cekak ini. Semangat yang ditumbuhkannya, selain kekuatan karakter tokoh dengan tata krama dan kegigihan, juga menginspirasi pembaca untuk melihat pribadi sendiri, bagaimana pemahaman berbahasa lokal, apakah sudah mumpuni atau justru hambar sama sekali.

Saya rekomendasikan untuk seluruh siswa sekolah di Jawa Tengah, buku ini sangat bagus sebagai pembelajaran. Disinau, dianalisis, lan bisa dianggo tuladha, begitu istilahnya.

Semoga makin banyak buku sejenis ini, untuk memperkaya dan referensi bacaan berbahasa Jawa. Wong Jawa aja ilang jawane. Suwun.

Serunya Bermain Sambil Belajar



Judul buku : Kumpulan Games Cerdas & Kreatif
Penulis : Arini Yuli Astuti
Penerbit : Pustaka Anggrek, Galangpress, Yogyakarta
ISBN : 978-602-8328-54-8
Tebal : 120 halaman

Bermain sambil belajar atau education playing untuk anak-anak sangat besar sekali manfaatnya. Bisa memperkuat daya ingatnya dan ilmu yang diserap akan bertahan lama hingga mereka dewasa nanti.
(Eny Esyta Kolopaking, Psikolog & Kreator Pendidikan,, Direktur PUSPADANTA, Yogyakarta)

Masa kecil adalah masa bermain. Kadang sebagai orangtua kita menganggap banyak bermain bisa melupakan belajar. Wajar sih, namanya juga anak, kalau sedang keasyikan bisa lupa waktu untuk belajar.

Buku berjudul Kumpulan Games Cerdas & Kreatif ini tampaknya bisa jadi satu bahan bacaan wajib bagi kita, para orangtua, terlebih pada para pendidik di sekolah-sekolah. Segudang permainan cerdas bisa kita terapkan untuk anak usia sekolah (1-15 tahun), baik secara individu maupun berkelompok.

Buku yang ditulis oleh Arini Yuli Astuti ini berisi kumpulan permainan anak yang dipilah jadi dua kategori berdasarkan lokasi bermain, yakni di dalam dan di luar ruangan. Penyajiannya seserhana dengan alat dan bahan yang relatif mudah didapatkan, pasti akan memudahkan setiap orangtua dan guru untuk menerapkannya pada anak.

Para psikolog dan praktisi pengembangan potensi anak telah banyak memaparkan pendapat terkait manfaat bermain pada anak. Manfaat yang didapat tidak sekadar cakupan aspek fisik, tapi lebih dari itu, mencakup jiwa dan emosional anak.

Bermain baik bagi perkembangan dan kesehatan tubuh anak, juga berpotensi merangsang kecerdasan sosial anak. Sebagai wadah mengekspresikan diri dan kebebasan berpikir, permainan turut andil memantapkan aspek emosi atau kepribadian anak.

Dalam rentang pertumbuhan anak, rangsangan perkembangan aspek kognisi perlu diperhatikan. Aspek ini mencakup daya nalar, kemampuan berbahasa (verbal dan nonverbal), daya cipta atau kreativitas, dan daya ingat. Ini bisa kita rangsang dengan permainan yang bersifat edukatif. Pembelajaran dengan metode kaku atau terlalu serius akan membuat anak tertekan, yang berimbas ke psikologis anak.

Buku ini membantu meningkatkan pertumbuhan IQ, EQ, dan fungsi motorik anak dengan berbagai games seru. Setiap permainan dibahas secara detil, seperti jumlah anak yang bisa bermain, waktu yang dibutuhka , bahan yang digunakan serta apa manfaat yang akan didapatkan.

Permainan-permainan ini terbukti bisa meningkatkan rasa percaya diri, kemampuan komunikasi, kecerdasan otak, logika berpikir, dan daya ingat. Juga menumbuhkan jiwa kepemimpinan, empati dan kecerdasan sosial. Dan tidak kalah penting adalah merangsang kreativitas anak didik.

Jadi, jangan jauhkan anak dengan permainan. Mari kita ciptakan suasana yang menyenangkan dan sarat pembelajaran untuk mereka. Dan buku ini akan membantu sekali bagi kita, para orangtua dan pendidik.

Obat Kangen Ketengilan Wiro Sableng



Jujur, saya adalah salah satu manusia waras yang menunggu diputarnya film laga gila-gilaan ini. Siapa sih yang tidak kenal nama besar Wiro Sableng sang Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212? Jagat film laga alias dunia persilatan sudah berulang kali menampilkan karakter besutan Bastian Tito ini baik dalam film layar lebar maupun sinetron. Kali ini, tokoh tengil Wiro Sableng hadir kembali dengan kemasan teranyar, diperankan langsung oleh anak dari sang penulis novel, yakni Vino G. Bastian. Saya pernah menulisnya dulu di sini.

Saya tidak berekspektasi tinggi-tinggi meski dikabarkan film Wiro Sableng terbaru ini bekerja sama dengan 20th Century Fox. Saya menunggu hanya untuk bernostalgia, mengobati kangen dengan karakter sableng yang semasa kecil menemani dunia baca saya ini. Dan akhirnya, saya berkesempatan menontonnya di bioskop bersama adik saya, yang konon juga menyukai film laga kolosal semacam ini, meski bukan di hari pertama tayang. Nonton awal September tapi bikin review di bulan Oktober. Tak apalah ya ....


Film ini disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko, mengetengahkan kisah dari Wiro kecil saat ditinggal tewas kedua orangtuanya yang dibunuh Mahesa Birawa yang diperankan dengan sangar oleh Yayan Ruhian. Seperti sudah diketahui bersama, Wiro ditolong oleh Sinto Gendeng yang kemudian mengangkatnya menjadi murid, menurunkan semua ilmunya, bahkan mewariskan Kapak Maut 212 dan batu hitam pasangannya. Sinto Gendeng yang sukses digendengkan oleh Ruth Marini ini kemudian memerintahkan Wiro turun gunung dan mencari muridnya yang berkhianat, yakni Mahesa Birawa.


Ceritanya sih memang sudah bisa ditebak kemana arahnya. Wiro mencari Mahesa Birawa untuk menghentikan kejahatannya. Terlebih, dia terlibat dalam sebuah proyek besar dengan tagar #GantiPresiden, eh, ganti raja alias pemberontakan. Dalam perjalanannya mencari Mahesa Birawa, Wiro terlibat dalam suatu petualangan seru bersama dua sahabat barunya Anggini, murid Dewa Tuak, yang diperankan Sherina Munaf, Bujang Gila Tapak Sakti dengan pemeran Fariz Alfarazi, dan ada atlet taekwondo Aghniny Harque sebagai Rara Murni. Selain itu, Wiro juga dibantu Bidadari Angin Timur yang diperankan Marsha Timothy, yang muncul saat sang pendekar terdesak. Pada akhirnya Wiro bukan hanya menguak rencana keji Mahesa Birawa dan komplotannya, tetapi juga menemukan esensi sejati seorang pendekar.

Adegan demi adegan tampil dengan baik dan saya menikmatinya. Guyonan asal ceplos yang disajikan juga sukses membuat saya tergelak. Dari lupanya Sinto Gendeng saat adegan mewariskan batu hitam, guyonan nama Syahrini, kemunculan Ken Ken (tahu, kan?), bahkan ketengilan saat terjadi perkelahian di kedai makan, semua lucu menurut saya.


Soal keseruan laga pertarungannya, tidak usah diragukan. Keputusan untuk merekrut Yayan Ruhian bersama Chan Man Ching (menangani adegan laga di Rush Hour dan Hellboy II: The Golden Army) menyajikan koreografi laga yang mengesankan. Tentu saja ke-alay-an ala sinetronnya dihilangkan, tidak ada efek-efek sinar berlebihan dari setiap jurus yang digunakan, apalagi penyebutan nama jurus atau ajian. Juga tidak dijumpai Wiro yang suka lari-lari di udara seperti pada sinetronnya dulu.



Bernostalgia dan terhibur, hasil usaha keras trio penulis skenario; Sheila Timothy, Tumpal Tampubolon, beserta Seno Gumira Ajidarma ini sanggup menyajikan kisah yang apik, meski terlalu memaksakan banyak tokoh yang muncul begitu saja. Film berdurasi 2 jam-an ini mengadaptasi setidaknya 4 episode dari versi novel, yakni Empat Berewok dari Goa Sanggreng, Maut Bernyanyi di Pajajaran, Dendam Orang-orang Sakti, dan Keris Tumbal Wilayuda.

Secara keseluruhan, film sudah bagus. Hanya saja saya belum melihat Kapak 212 sebagai senjata yang benar-benar sakti. Rasanya tanpa kapak itu pun tidak akan berpengaruh apapun pada kisah ini. Kekalahan Mahesa Birawa juga tidak menunjukkan kehebatan Wiro sebagai tokoh pendekar utama. Tapi Vino G. Bastian terhitung sukseslah dalam peran tengilnya kali ini.

Terima kasih buat Sheila Timothy sebagai produser, yang sudah mengangkat lagi kisah ini. Semoga ke depan, makin banyak jagoan atau pendekar tanah air yang diangkat lagi ke layar lebar. Dan saya siap menantikannya.


Kisahku dengan Seorang Wanita Cantik 4



Pada kisah yang telah lalu diceritakan, bahwa diriku ini mendapat pesan WhatsApp dari sebuah nomor baru berfoto profil seorang wanita cantik. Dia minta gabung jualan pulsa dan mengaku sudah transfer ke rekeningku, tapi tidak ada dana masuk setelah dicek mutasi. Maka, mau tidak mau, diriku ini menduga ini adalah sebuah modus penipuan.

"Terus solusinya gimana?" tanyaku masih dengan berpura-pura tidak tahu kalau dia mau menipuku.

"Ya ini minta uang yang udah di transfer ke rek jenengan la.. uang yang saya transfer 800 enji," balasnya.

Dia kemudian mengirim sebuah bukti baru yang sangat tidak mendukung. Ini dia:



Aneh dan janggal, kan? Tanggalnya ... nominalnya ... Duh, sangat tidak bermutu usahanya dalam menipu. Editan-editan dan print out mutasi buku tabungannya sama sekali tidak nyambung!

Aku tidak menanggapi untuk beberapa jenak. Dia menelepon lagi. Kupencet reject karena jujur merasa terganggu.

"Kenapa ko di mati enjih.." tanyanya tanpa tanda tanya.

Mendadak aku merasa jengah juga. Muak iya. Pastinya ini akan makin mengganggu kalau terus kutanggapi. "Udah mbak, capek aku," tulisku. Meski aku yakin sebenarnya foto profil mbak-mbak itu juga hanya asal comot saja. Bahkan bisa jadi pelakunya pun laki!

"Tadinya mau tak kerjain balik. Tapi saya agak sibuk," tulisku pula.

"Jenengan boten ngekei cara ne uang uda di transfer gak di isi saldo ya..," balasnya meracau.

"Editan struknya masih kurang sempurna," tulisku.

Bersamaan dia menulis, "Iya minta tolong mas.. ini harga diri saya..di puskesmas mas, di kira saya yang bohong, tapi ini suami saya taksuru bulak balik ke bank.."

"Kalau edit bukti transfer harus lebih teliti lagi. Jangan asal²an," kuberi saran dia. Baik kan aku?

"ya jenengan capek suami saya apa gak capek kalau keliling.." Dia malah masih menanggapi chat yang di atas.

"Dari kiriman bukti awal tadi sdh saya pastikan palsu," tulisku.

"ko bisa palsu gimana mulut te jenengan jogo.." Dia nyolot.

"Saya iseng aja pengin tahu sejauh mana usahamu. Ternyata edit² nya acak²an.*

Dia masih membalas, "kulo nyuwun mutasi ne sampean kalau emang belum masuk"

Iseng juga, kutulis sebuah dusta, "Istri saya pegawai puskesmas weru. Tapi tidak kenal nmr sama fotomu."

"foto lan ku sherr lo bila d isi..saya tugas di puskesamas, siapa nama ya.. jangan bohong u.."

"Yowis, penasaran maunya kamu apa, maka saya ikuti terus. Eh, nipunya kurang profesional."

Terbersit di hatiku memberinya nasihat. Kutulis, "Cari cara halal aja, rezeki halal lebih enak."

Dia tidak membalas. Mungkin mulai menyadari usaha penipuannya sia-sia. Kutulis dusta lagi, "Saya dlm proses pelacakan point lokasi WA kamu lho."

Dia sudah tidak menggubris. Duh ... Si Cantik akhirnya kabur! Berarti kisah ini harus berakhir juga.

Ini adalah kisah nyata yang kualami. Ada yang berusaha menipu. Kalau menurut rabaanku, dia pasti hanya melihat konterku di Google Map dan berusaha menghubungkan dengan letak puskesmas Weru, yang katanya tempat dia kerja.

Inti dari cerita ini, kita semua-muanya harus selalu waspada. Jangan mudah percaya dengan nomor baru. Jangan mudah panik kalau ada yang menghubungi. Tetap pakai akal sehat agar tidak gampang kena tipu.

Cukup sekian ya, ceritaku. Terima kasih sudah mau baca.

The End.

Kacamata Mesra


Bulan Zulhijah memang identik dengan ramainya orang punya hajat, tarup di sana-sini. Jon Koplo dan Lady Cempluk sampai kecapaian jagong menghadiri undangan yang jumlahnya cukup lumayan. Suatu sore, pasangan suami-istri muda warga Weru, Sukoharjo, itu bersiap berangkat ke hajatan warga desa sebelah. Jon Koplo mengeluarkan motor bututnya, sang istri masih menyelesaikan dandanannya. Keduanya mengenakan batik sarimbit agar tampak kekompakannya.

Koplo mengambil kacamata minusnya yang tadi ditaruh di ruang tamu, lalu menaruhnya di saku baju batiknya.

"Bune, lama amat dandannya. Keburu malam hlo!" serunya.

Tak lama kemudian, Cempluk keluar dari kamar dan langsung menuju motor. Koplo lekas menyetarter motornya.



Cempluk yang lagi merasa dandanannya cantik, berpegangan dengan melingkarkan tangan memeluk suaminya dari belakang. Biar kelihatan mesra, batinnya.

"Pegangannya jangan kenceng-kenceng gitu," Koplo malah protes, "Kacamataku di saku baju, awas kalau nanti kesenggol jatuh!"

Agak jengkel, Cempluk melepas pegangannya. Saat itulah, Koplo melihat ke saku baju dan tidak menjumpai kacamatanya. "Wadhuh, Bune? Kacamataku beneran jatuh ta?"

Mangkel, Koplo berniat memutar arah motor untuk mencari kacamatanya. "Muter dulu, mumpung belum jauh, jatuh di mana kacamataku," katanya ngedumel.

Cempluk merasa bersalah juga meskipun ia tidak merasa menjatuhkan kacamata suaminya. Koplo sudah memelankan laju motor dan hendak belok, ia menoleh ke belakang. Justru saat itulah Cempluk jadi jengkel melihat kacamata Koplo yang nangkring di atas batang hidungnya.

"Kacamata dipakai kok bilang jatuh, Pakne! Nyari gara-gara saja sampeyan ini!" Cempluk meluapkan rasa kesalnya.

Koplo baru sadar kalau ia memang memakai kacamatanya. Jadi malu sendiri jadinya.

"Woalah, ya maaf, Bune. Lha aku lupa kalau kacamatanya sudah tak pakai..." sesalnya.

Cempluk yang cemberut. "Makanya, apa-apa jangan langsung marah-marah!"

Agar istrinya tidak tambah jengkel, Koplo lekas memacu motornya.

Wakhid Syamsudin
[email protected]

Dimuat di harian Solopos edisi Selasa Kliwon, 2 Oktober 2018