Coretan Basayev: Mei 2018

Cinta dalam Diam yang Bikin Baper


Judul buku: Betang - Cinta yang Tumbuh dalam Diam
Penulis: Shabrina Ws
Penerbit: Quanta, Elex Media Komputindo, Jakarta
ISBN: 978-602-02-2389-6
Tebal: 176 halaman
Cetakan: 2013


Tak masalah duduk di haluan atau buritan, asal kau tetap menggerakkan dayungmu!

Ini adalah kisah manis seorang gadis bernama Danum. Dia terlahir dan menjalani masa kecil hingga remaja di rumah betang, rumah adat Kalimantan. Rumah betang, tempatnya mengenal arti keluarga, persahabatan, dan debaran bernama cinta. Dan biasa, Shabrina Ws menuliskan kisah ini dengan hangat. Penuh makna mendalam meski tanpa perlu konflik menggebu-gebu.

Gadis kita ini memiliki sahabat kecil bernama Dehen yang sama-sama akrab dengan dayung sejak pertama kali memilikinya. Keduanya punya sejuta kenangan tak terlupa, bersama menyusuri sungai, beradu kecepatan, dan tercebur karena jukung mereka terbalik. Keduanya sama-sama cinta pada dayung.

Dikisahkan, Dehen mengejar mimpinya menjadi pendayung profesional, hingga berhasil masuk pelatnas. Sementara Danum masih menjadi gadis di rumah betang yang enggan beranjak dari sana, padahal potensinya sangat besar menjadi atlet dayung.

Arba, sang kakak yang sangat perhatian, tidak pernah lelah menyemangatinya agar memenuhi undangan seleksi dayung tingkat daerah yang berkali-kali ia abaikan. Danum dilema, ia tidak tega meninggalkan Kai (kakeknya) yang merawatnya sejak kecil. Tapi Kai sendiri berharap agar Danum berani mengejar cita-citanya menjadi pendayung yang bisa mengibarkan sang merah-putih di negeri orang.

Ketika keputusan itu diambil, Danum harus bertemu lagi dengan Dehen yang sedang akrab dengan Sallie. Danum dilanda cemburu. Tapi gadis kita ini menata hati, ia menjadi atlet untuk cita-cita dayungnya, bukan untuk Dehen. Tapi apa jadinya ketika olympiade, pelatih menunjuk Danum harus berpasangan dengan Sallie, satu perahu kayak, harus menjaga kompak agar bisa menang. Apakah Danum bisa menepis egonya?

Seru. Cerita yang runut dan mengalir dengan gaya khas Shabrina Ws yang berkisah dengan pilihan kata penuh makna. Seperti apa cerita utuh Danum dan Dehen? Anda harus membacanya sendiri.

Dan ini bukan kisah cinta lebay ala ABG. Di sampul depan ditandai jelas bahwa ini adalah novel islami. Shabrina Ws memasukkan nilai-nilai islami dengan halus, pada sikap Danum, arahan Arba, atau nasihat Kai dan Ini (nenek) sebelum meninggal.

Itu sih garis besar isi novel setebal 176 halaman ini. Ada yang terlewat diulas, yakni tentang ayah Danum yang tiba-tiba muncul. Apakah Danum bisa menerima lelaki berjuluk bapak yang pernah meninggalkannya sejak kecil di rumah betang itu?

Baiklah, tampaknya Anda harus membaca sendiri kisah sarat hikmah ini. Kisah berlatar Kalimantan ini, mungkin tergolong langka karena mengangkat olahraga dayung yang jarang dilirik penulis lain. Dan Shabrina Ws menggarapnya dengan ciamik.

Sukses selalu deh buat Shabrina Ws. Ditunggu novel-novel terbarunya!

Muhammad’s Lovers, Mengintip Cinta di Kamar Rasulullah


Judul buku: Muhammad’s Lovers
Penulis: Abdurrahman Wahyudi
Penerbit: Oase Mata Air Makna, Bandung
ISBN: 978-979-1167-40-6
Cetakan: 1, Maret 2010
Tebal: 224 halaman


Buku ini mengungkap pesona cinta kasih Rasulullah Muhammad Saw bersama istri-istri beliau. Sebuah kajian histori yang sangat bagus dibaca generasi muda Islam agar benar-benar tahu bagaimana sesungguhnya sejarah pernikahan Rasulullah dengan istri yang berjumlah total 12 orang.

Hal ini menjadi sangat penting dikaji karena seringkali musuh-musuh kita menggunakan senjata terkait banyaknya istri Rasulullah dengan serangan-serangan tidak berdasar seperti tuduhan bahwa Rasulullah mengawini istri-istri beliau berdasar nafsu belaka. Ketika generasi muslim buta akan sejarah, tentu tidak bisa menjawab setiap tuduhan yang merendahkan Nabi seperti itu.

Dalam menjalani kehidupan berkeluarga, Rasulullah Saw dihadapkan pada romantika rumah tangga dengan para istri yang berbeda latar belakang keturunan, watak, usia, dan kepribadian pembawaan masing-masing. Warna cinta seperti kecemburuan, saling iri karena merasa dibedakan, bahkan permintaan tambahan nafkah, turut menghiasi romantika kehidupan keluarga Rasulullah tercinta kita ini.

Sebagai teladan terbaik, beliau sudah memberikan contoh bagaimana menyelesaikan tiap masalah dengan para istri. Kadang Rasulullah Saw menyikapi dengan santun, lemah lembut, dan romantis. Tidak jarang juga dengan sikap keras misalnya mencubit hidung, bahkan sampai pisah ranjang, hingga menceraikannya. Ada yang diceraikan juga? Iya. Dan kisah itu tidak lepas dibahas dalam buku ini.

Abdurrahman Wahyudi menyajikan kisah para istri Nabi ini dengan runut. Dimulai dari Khadijah binti Khuwailid, the true love of Rasulullah, bagaimana latar belakang keturunannya, pandangan kaumnya, dan gambaran betapa cantik dan kayanya istri pertama Rasulullah ini. Bagaimana Nabi mencintainya hingga membuat Aisyah cemburu.

Kisah cinta Rasulullah Saw dengan Saudah binti Zum’ah, sang pelipur lara. Nama yang asing mungkin, tapi wanita satu ini memiliki martabat dan kedudukan mulia di sisi Allah dan rasul-Nya. Diperistri Nabi saat tekanan hebat dari musyrikin Quraisy melanda, sekaligus harus mengasuh empat putri Rasulullah sepeninggal Khadijah. Saudah adalah seorang janda yang tinggi semangat berislamnya, cerdas otaknya, dan termasuk golongan orang-orang pertama yang memeluk Islam bersama suaminya terdahulu.

Selanjutnya kisah pernikahan dini dengan Aisyah binti Abu Bakar ra, yang sering jadi cemoohan musuh Islam. Bagaimana Rasulullah meminangnya, perlakuan beliau pada kekanak-kanakannya Aisyah, sampai gosip panas perselingkuhan yang beredar menjadi problematika pernikahan agung ini.

Lanjut kisah dengan Hafshah binti Umar bin Khattab. Inilah satu-satunya istri Nabi yang diceraikan karena tidak mampu menjaga rahasia. Hafshah juga salah satu istri yang mepelopori meminta tambahan nafkah kepada Rasulullah. Lepas dari itu, Hafshah memiliki peran dan keistimewaan tersendiri di mata Nabi.

Istri yang tidak cantik tetapi berhati mulia yang dinikahi Rasulullah adalah Zainab binti Khuzaimah. Tidak seorang pun di kalangan sahabat yang bersedia menikahinya. Sebelumnya, ia menikah dengan Thufail bin Harits bin Abdul Muthalib, yang lantas menceraikannya karena tidak memberi keturunan. Lalu dinikahi saudara Thufail yakni Ubaidah, sebagai tanggung jawab atas perceraian oleh saudaranya. Zainab dan Ubaidah termasuk pertama masuk Islam. Ubaidah syahid saat Perang Badar, dan Zainab diambil istri oleh Rasulullah untuk melindunginya.

Kemudian ada Ummu Salamah binti Suhail ra, janda Abu Salamah yang cantik, cerdas, dan bijaksana. Dinikahi Rasulullah sebagai jawaban doa suaminya yang gugur di medan jihad, yang memohonkan pada Allah agar sepeninggalnya, sang istri dikaruniai pendamping yang lebih baik dari Abu Salamah.

Istri Nabi selanjutnya adalah Zainab binti Jahsy ra. Wanita cantik yang menggemparkan dan menjadi saingan berat Aisyah. Selengkapnya baca di bukunya ya.

Kemudian ada wanita pembawa berkah yang dinikahi Nabi yakni Juwairiyah binti Harits ra. Lalu Ummu Habibah binti Abu Sufyan ra. Ummu Habibah ini adalah putri dari Abu Sufyan, yang rela hidup sederhana bersama Rasulullah daripada ikut ayahnya yang menjadi musuh Islam waktu itu.

Rasulullah juga menikahi seorang budak cantik bernama Mariyah al-Qibtiyah binti Syam’un. Darinyalah Rasulullah memiliki putra yang diberi nama Ibrahim, yang akhirnya meninggal di usia 19 bulan karena sakit.

Shafiyyah binti Huyay, seorang gadis Yahudi yang dinikahi Nabi. Sebelumnya, ia adalah tawanan perang yang akhirnya masuk Islam.

Terakhir, Maimunah binti Harits. Istri Nabi yang satu ini adalah wanita shalihah yang bisa disebut tanpa masalah. Maimunah menjadi pelopor para wanita untuk aktif memberi pertolongan pada para mujahid yang terluka dalam peperangan. Maimunah juga paling gigih dalam menjalin silarturahim antar sesama istri Nabi.

Demikian kajian sejarah cinta Rasulullah yang diulas dalam buku Muhammad’s Lovers ini. Semoga kita sebagai generasi muslim tidak buta dari sejarah seputar kehidupan Nabi sebagai suri teladan. Semoga kita tidak bosan menelisik sirah Nabawiyah sebagai bekal mengenal sosok sempurna bernama Muhammad Saw, yang agung dan kita nantikan syafaatnya kelak.

Duo Krucil RCO


Sovia memandang kepergian Putra Salju dan ayahnya. Terlihat sekali ia terpesona dengan pemuda itu. Ah, sudahlah, saya tidak mau ambil pusing pada perasaan krucil satu ini.

Saya bergeser mendekati Lutfi yang melamun di bawah pohon besar. Kalau dibiarkan melamun lama, saya khawatir dia bisa kerasukan jin penunggu pohon. Segera saya menyapanya.

“Kok melamun, Mas Lutfi?” Saya tepuk bahunya perlahan. Dan itu cukup membuatnya terkejut.

“Enggak, Mas. Saya … saya hanya teringat adik-adik saya di kampung.”

“Oh … kupikir kenapa tadi. Mas Lutfi kesal sama Sovia?” tanya saya.

Lutfi lekas menggeleng dan tertawa pendek. “Kesal kenapa, Mas?”

“Ya … barangkali melihat sikapnya sama Putra.”

Sekali lagi Lutfi menggeleng. “Sudahlah, Mas. Tadi kan Mas Suden sudah sepakat, postingan kali ini, dia nggak dikasih jatah dialog.”

“Oke, oke. Lalu kita ngobrol apaan? Tentang masa depan?”

“Iya. Bagus itu. Saya mau ajak Mas Suden ngobrolin masa depan RCO.”

“RCO? Kalian kan masih jadi pijenya. Apa yang perlu diobrolkan?”

“Barangkali ada masukan untuk program RCO kedepannya, Mas Suden?”

“Wah … bagiku, bisa ikut RCO sejauh ini saja sudah bagus, Mas. Kalau usul boleh mah, aku maunya kalian berdua jadi pije selamanya di RCO. Jadi tiap inget RCO, orang akan ingat kalian berdua. Duo pije keren. Kalau kata Pakde Wali, duo krucil. Hehehe.”

Lutfi manyun. “Ah … bisa-bisanya Pakde Wali itu mah. Saya senang bisa berduet dengan Sovia. Meski kadang kita tidak akur.”

“Soal usulku tadi, kalian jadi pije abadi?”

Lutfi tidak segera menjawab. Ia memandang jauh ke arah sungai. Entah apa yang ada dalam pikirannya.

“Bagaimana? Kan Mas Lutfi bisa selalu dekat dengan Sovia. Apalah artinya seorang Putra Salju jika dibanding kekompakan kalian berdua.”

Lutfi memandang saya. “Kalau Mas Suden merasa saya pantas. Saya berterima kasih atas dukungannya. Saya bersedia jadi pije selamanya bersama Sovia.”

Saya mengangguk puas. Kembali saya tepuk bahu pemuda keren ini. “Aku mendukungmu selalu!” kata saya mantap.

“Terima kasih, Mas.”

Tiba-tiba saya ingat sesuatu. “Oh, iya. Ada satu usul lagi.”

“Apa, Mas?”

“Begini, selama ini ketika usai tingkatan RCO, kan ada satu hari yang bebas tidak setor bacaan, sambil menunggu kelulusan ke tingkat selanjutnya.”

“Iya. Lalu?”

“Bagaimana kalau hari itu semua peserta diwajibkan blog walking ke postingan tugas selama tingkat ini berlangsung? Kan biar rame tuh blog peserta.”

Lutfi mengangguk-angguk. “Bagus juga itu, Mas. Nanti saya bicarakan secara pribadi kepada Sovia.”

“Ya sudah, Mas Lutfi samperin aja krucil satu itu. Sovia masih terpaku di tempatnya dari tadi.”

Lutfi mendadak bersemangat. Segera ia berdiri dan mendekati Sovia. Saya tersenyum saja melihat keduanya. Dua ekor burung pipit terlihat berkejaran di antara ranting pohon.

Selesai.

#TugasRCOterakhir
#OneDayOnePost

Iklan Sirup di Bulan Ramadhan


Ketika Ramadhan menjelang tiba, maka bisa dipastikan iklan-iklan bertemakan puasa langsung berebut menyerbu televisi kita. Nyaris semua produk dibuatkan pariwara dengan tema tahunan ini. Bahkan iklan rokok pun tidak mau ketinggalan, kadang justru materinya lebih greget dan memotivasi dibanding iklan produk lain.

Salah satu iklan yang tidak akan pernah ketinggalan, adalah iklan dari produk sirup. Sirup yang segar memang identik dengan suasana buka puasa. Siapa pun sepakat bahwa sirup adalah minuman yang menggoda ketika bedug Magrib sudah ditabuh. Seolah menjadi menu wajib pembuka puasa. Bukankah kata Nabi, berbukalah dengan yang manis?

Iklan sirup biasanya menggambarkan suasana keluarga yang hangat saat menyambut bulan suci Ramadhan. Kenangan indahnya suasana tersebut dikemas apik dalam jalinan iklan yang kadang membuat haru. Kangen keluarga, kangen kampung, dan kangen berbuka puasa bersama. Balutan kreatif para pembuat iklan dalam menyampaikan pesan-pesan penuh makna membuat penonton tidak bosan menyaksikannya.

Iklan yang barangkali dibuat dengan hati, membuat penonton serasa masuk dalam suasana yang tercipta. Penikmat pariwara tidak hanya dari kalangan kaum muslimin saja, banyak pemeluk agama lain juga turut menikmati kehangatan suasana iklan tersebut.

Pernah dengar, bukan, tentang kisah seorang gadis yang memeluk Islam gara-gara tersentuh saat menyaksikan iklan-iklan sirup kala Ramadhan? Peristiwa indah ini terjadi pada tahun 2016 lalu.

Diberitakan pada waktu itu, hari Ahad tanggal 10 April 2016, ada seorang gadis muda berusia 20 tahun datang ke Masjid Daarut Tauhid Bandung. Gadis Bandung bernama Gisella ini mengikuti kajian muslimah bersama Teh Ninih sekaligus menyatakan bahwa dirinya ingin memeluk Islam.



Seusai menyampaikan taushiah, Teh Ninih memanggil Gisella maju ke depan. Beliau lalu bertanya kepada Gisella tentang alasannya ingin memeluk Islam.

Gisella segera berbicara, dikatakannya bahwa selama ini ia memeluk agama Kristen. Lahir dari keluarga Kristen. Tapi sesuai pernyataannya, selama ini, Gisella merasa hambar dengan ritual ibadah yang dilakukannya di gereja. Tidak ada ketenangan yang ia dapatkan. Bahkan baginya, acara natal pun seperti hanya basa-basi formalitas saja. Gisella juga bingung dengan konsep trinitas yang ada di agamanya dulu.

“Jujur saya bingung dengan konsep Tuhan dalam Kristen. Tuhannya ada tiga. Saya sering menanyakan itu kepada orangtua, tapi mereka tidak pernah menjawab. Saya bahkan sering dimarahi bila bertanya hal itu,” kata Gisella.

Cerita Gisella berlanjut. Sesuatu yang mengejutkan adalah pengakuannya bahwa ia tertarik dengan Islam gara-gara iklan sirup menjelang Ramadhan di televisi.

"Menjelang Ramadan, iklan sirup kan sering muncul di televisi. Isi iklannya tentang kehangatan keluarga, berbuka puasa, mudik lebaran, dan itu membuat saya mulai menyukai Islam,” jelasnya.

Gisella merasakan kehangatan suasana berbuka, sahur, dan saat hari raya yang tergambar dalam iklan-iklan sirup tersebut. Didukung lagi keberadaan teman-teman Gisella yang muslim ternyata sikapnya menyenangkan, membuatnya ingin tahu lebih lanjut tentang Islam. Gisella lalu mem-follow akun Aa Gym dan Teh Ninih di sosial media dan menemukan banyak pencerahan di sana. Hingga makin memantapkan hatinya untuk bersyahadat.

Setelah selesai bercerita, Gisella mengucapkan syahadat yang dipimpin oleh Teh Ninih, disaksikan jamaah yang hadir. Teh Ninih mendoakan agar Gisella selalu istiqamah dan memberikan sebuah Alquran sebagai hadiah.

Itulah kisah keislaman Gisella. Siapa sih yang menyangka, iklan sirup bisa menggaet hati si gadis Bandung ini?

Semoga Gisella selalu istiqamah dalam berislam, ya. Dan kita yang sudah muslim dari lahir, yuk manfaatkan Ramadhan sebaik-baiknya. Semoga kita jadi hamba Allah yang bertakwa. Aamiin.

#RWCODOP2018
#OneDayOnePost

Nenek Moyang Sovia


Saya hampir kehilangan kesadaran. Tidak kuasa saya melawan gelombang air Parit Besar. Beberapa teguk saya telah meminumnya tanpa sengaja. Hampir benar-benar tenggelam sebelum akhirnya seseorang menyelamatkan saya. Dialah Putra Salju.

Putra menarik tubuh saya menepi. Dibantu Lutfi dan ayah Putra, akhirnya saya lolos dari maut. Di tepian sungai saya memuntahkan air yang tertelan. Dan syukurlah, saya tetap sadar untuk melanjutkan cerita ini.

“Om tidak apa-apa, kan?” bertanya Sovia penuh kekhawatiran.

Saya duduk bersandar batu besar. “Aku baik-baik saja, Sov.”

“Beruntung ada Kak Putra yang menolong Om. Kalau sampai sedikit saja terlambat, Sovia tidak bisa membayangkan bagaimana nasib Om Suden.”

“Sejak kapan kamu memanggilnya ‘Kak’, Sov?” Lutfi yang gusar.

Sovia menoleh Lutfi. “Kenapa, Lut? Tidak boleh?”

“Terserah kamu juga sih, bukan urusanku!” Lutfi menjawab ketus. Lalu dia berjalan menyingkir.

“Kamu mau ke mana?” tanya Sovia.

“Cari angin segar, gerah di sini.”

“Jangan jauh-jauh, nanti kamu tersesat,” kata Sovia mengingatkan.

“Apa pedulimu? Aku bukan anak kecil, bukan anak sekolahan lagiseperti kamu!”

“Iya. Tapi kita sedang di tanah orang. Kita belum hafal daerah sini.”

Saya mencoba bicara. “Sudah, Sov. Biarkan Mas Lutfi menenangkan diri. Ada kecamuk bara di hatinya.”

“Hahaha. Sok tahu Mas Suden!” sergah Lutfilekas.

“Aku pernah muda, Mas Lutfi. Pernah merasakan hal sama sepertimu.”

Sementara Putra Salju berbincang dengan ayahnya. Kedua anak-bapak itu tidak memedulikan obrolan saya dengan Sovia dan Lutfi. Lutfi sendiri mulai menjauh. Tapi hanya beberapa meter dari tempat saya bersandar.Dia duduk di bawah sebatang pohon besar.

“Sov, kamu menyukai Lutfi?” tanya sayapelan, agar tidak didengar Lutfi.

Sovia tergelak. “Apaan sih, Om? Sovia masih bayi kemarin sore juga. Sekolah aja belum beres, mau suka-sukaan. Jauhlah!”

“Kalau sama Putra?”

Pipi Sovia memerah. Lekas ia lirik Putra yang masih berbincang dengan ayahnya. Takut pertanyaan saya didengar pemuda itu mungkin.

“Auah. Tidak penting juga soal itu!” Sovia mencoba menutupi kegugupannya.

“Hem ... Om tahu, tapi sudahlah ... Kamu masih anak-anak.” Saya tidak ingin membuat gadis itu makin malu.

“Bahas yang lain saja, Om!”

“Mau bahas apaan?” tanya saya.

Sovia terlihat berpikir. “Apa, ya? Om kan suka sejarah. Cerita deh tentang sejarah!”

“Dih ... Aku baru juga mentas dari tenggelam, Sov. Mana masih basah kuyub begini juga.”

“Daripada Om nanya yang aneh-aneh lagi,” sahur Sovia.

Saya tertawa. “Pengalihan pembicaraan ini namanya. Okelah. Kamu sudah tahu kisah nenek moyangmu, Sov?”

“Nenek moyang? Maksud Om nenek moyang suku Dayak gitu?”

Saya mengangguk.

"Bolehlah, Sovia juga mau tahu. Selama ini Sovia acuh saja tentang hal itu. Tapi Om beneran tahu?"

"Cerita tentang nenek moyangmu adalah cerita tentang Tambun dan Bungai, tokoh supranatural yang sakti mandraguna," kata saya dengan gaya meyakinkan seolah banyak tahu tentang hal itu.

"Sovia pernah dengar itu, Om. Mereka adalah tokoh legenda Suku Dayak Ot Danum yang tinggal di tengah pulau Kalimantan, khususnya wilayah Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah."

"Ya, betul. Kamu ternyata tidak buta sama sekali tentang kisah itu," komentar saya salut. "Legenda dan cerita rakyat Tambun Bungai sangat dikenal masyarakat setempat sebagai asal usul manusia di bumi Kalimantan Tengah. Tambun dan Bungai dianggap tokoh supranatural sekaligus nenek moyang suku Dayak. Walaupun areal atau situs-situs pemukiman mereka sudah banyak yang hancur dimakan usia, lokasinya masih dianggap sakral dan merupakan tempat larangan sehingga sampai sekarang tetap bertahan."

"Om keren deh, tahu banyak tentang suku Dayak!" puji Sovia sambil acungkan jempol.

"Enggak juga, Sov. Aku cuma baca ebook berjudul The Ot Danum From Tumbang Miri Until Tumbang Rungan (Based on Tatum) Their Histories And Legends karya Abdul Fattah Nahan dan During Dihit Rampai yang terbit dalam 3 bahasa, Dayak Ngaju, bahasa Indonesia, dan Inggris."

"Apalagi yang Om dapat dari membaca ebook itu?" tanya Sovia penasaran.

Saya mengingat-ingat. Menghela napas sebentar sebelum menjawab, "Situs Tambun dan Bungai terletak di desa Tumbang Pajangei, Kecamatan Tewah, Kabupaten Gunung Mas. Lokasi tersebut hanya berjarak 9,2 km dari Kota Kuala Kurun sehingga dapat ditempuh oleh segala jenis kendaraan dengan kondisi jalan yang sudah beraspal. Situs ini menyimpan berbagai bentuk peninggalan sejarah, antara lain berupa patung Tambun Bungai, Kumpulan Penyang Pusaka, Pasah Patahu Tambun Bungai, situs Batu Bulan, dan Sandung Tamanggung Sempung."

"Wah ... keren deh, Om!"

"Kamu juga keren kalau mau baca sejarah itu. Kamu sebagai anak Dayak musti melestarikannya, Sov."

Sovia mengangguk cepat. "Baik, Om, Sovia akan membacanya. Nanti Sovia minta ebooknya, ya!"

"Oke."

Saat itulah, Putra Salju mendekati kami. Saya lekas berdiri menyambutnya. "Putra, maafkan saya atas keusilan di postingan sebelumnya, yang bisa dibaca di link ini."

"Tidak apa-apa kok. Saya sudah memaafkannya," jawab Putra Salju mantap.


"Saya juga mengucapkan terima kasih atas kebesaran hatimu menyelamatkan saya yang hampir tenggelam di sungai," kata saya tulus.

"Sudahlah. Itu kewajiban kita sesama manusia," jawab Putra Salju pula. "Saya mau pamit, harus pulang sama Ayah. Ada banyak pekerjaan menunggu saya."

"Baiklah, silakan."

Putra Salju pergi bersama ayahnya. Sovia memandang takjub. "Mulia sekali hatinya," desisnya.

#Tugas2RCO3Tingkat4
#OneDayOnePost

Serunya Kisah Indah dari Padang Rumput


Judul : Kisah Indah dari Padang Rumput
Penulis : Shabrina Ws.
Penerbit : Bintang Kelas, Surakarta
Tebal : 160 halaman
ISBN : 978-602-51135-0-5
Cetakan : 1, 2018
Genre : Children Book (U7+)
Harga : Rp70.000,00 (Pulau Jawa)


Sebuah kumpulan fabel pembangun karakter yang layak jadi bacaan adik, anak, atau bahkan cucu Anda. Disajikan dengan indah oleh Shabrina Ws.

Desain cover yang sangat lucu, dengan ilustrasi karakter hewan yang ceritanya ada di dalam buku setebal 160 halaman ini, pasti membuat anak-anak langsung tertarik. Apalagi dalam kemasan, ada bonus stiker hewan lucu! Halaman demi halaman yang dicetak full colour pun bertebaran ilustrasi sehingga imajinasi anak akan terbang bersama para tokoh dengan cerita yang seru dan bermakna.

Ada 15 kisah indah yang bisa dinikmati, yang semua terselip hikmah sebagai bahan pelajaran berharga. Pelajaran budi pekerti untuk membangun karakter anak. Nilai persahabatan, saling menghargai, sikap sopan dan santun, diajarkan tanpa menggurui karena terselip pada perilaku tokohnya.

Sebagaimana kata Shabrina Ws, kisah-kisah indah ini tentang hewan-hewan yang berusaha mengatasi masalah-masalah mereka. Mereka berusaha mengatasi rasa takut, benci, curiga, juga menyikapi kegagalan bahkan perasaan kehilangan. Mereka mencari masalah apa yang sesungguhnya dihadapi, lalu mencari jalan keluarnya.

Anak akan diajak bertemu hewan-hewan dari padang rumput. Ada Gazelle si antelop bertanduk lurus seperti harpa beruas-ruas yang nenyerupai cincin, dari Padang Rumput Serengiti yang mengajarkan bagaimana berbagi meski pada masa kekurangan. Meadow Vole, tikus ladang yang dibenci teman-temannya. Roden dari Negeri Prairie yang punya masalah dengan nilai ulangannya.

Lalu berkenalan dengan Wildebeest, Gnu muda yang ketakutan saat mau migrasi bersama rombongannya. Bagaimana dia harus mengatasi rasa takutnya itu. Juga menyimak puisi Kiang dari Ladakh, yang mengajak merenung akan keagungan ciptaan Tuhan.

Anak juga diajak berteman dengan Kumbang Kot yang hidup di Kruger, Afrika Selatan, yang punya masalah dengan makanannya. Lalu ada keluarga Kapibara yang baru pindah ke padang rumput di tepi sungai. Ikut menyimak masalah apa yang mereka temui pada tetangga-tetangga barunya.

Lanjut menjumpai Vicuna Vic, yang tidak pede saat bernyanyi. Lalu ada Babun Zaitun yang sedang bingung ditertawakan teman-temannya. Kenapa dia, ya?

Eh, ada Oposum yang menyimpan sebuah rahasia. Terus, ada kisah burung peniru suara hewan lain yang keahliannya justru membuatnya diusir dari Hutan Segala Bunyi. Cerita seru Keledai dan Kuda yang sedang balapan lari. Menang siapakah kira-kira, ya?

Belajar menjadi penjaga seperti Meerkat. Belajar bagaimana harusnya bersikap kepada yang sudah tua. Ditutup kisah Landak Saguaro yang mengajari cara merawat dan menjaga kebun bunganya.

Wah, terasa keseruannya, bukan? Anak Anda pasti akan senang bertualang di padang rumput. Berkenalan dengan jenis hewan yang sebagian tidak dijumpai di sekitar, bahkan mereka tinggal di negeri yang jauh.

Setiap cerita akan ada sedikit ulasan dari Shabrina Ws berupa hikmah ceritanya. Juga ditunjukkan fakta unik tentang tokoh hewan yang diceritakan. Selain menikmati serunya cerita, anak juga mendapat informasi-informasi bagus seputar hewan asing.

Tidak berlebihan rasanya kalau buku kumpulan cerita hewan ini disebut fabel pembangun karakter. Penuh hikmah dalam nuansa kehangatan kekeluargaan dan persahabatan yang indah. Seperti kalau Shabrina menulis novel, konflik sederhana yang tidak perlu meledak-ledak, tapi disampaikan dengan manis dan hangat. Layak Anda pertimbangkan buat bacaan di rumah.

Selamat berburu bacaan bagus buat adik, anak, atau cucu kita. Yuk, persiapkan generasi mendatang yang berkarakter, berbudi luhur, dan tidak kenal putus asa.

Antara Dua Delisa


Delisa? Siapa sih? Apa iya belum pernah dengar nama itu? Kalau Hafalan Shalat Delisa? Yup, tepat! Delisa adalah nama bocah tokoh utama dalam novel Tere Liye yang sudah diangkat ke layar lebar. Pemerannya Chantiq Schagerl berhasil meraih penghargaan dalam Festival Film Bandung untuk Pemeran Anak Terpuji.

Kali ini saya hanya mau sedikit menyampaikan unek-unek perihal dua Delisa. Satu Delisa yang saya baca dan bayangkan di otak, satu lagi Delisa yang saya tonton di filmnya. Apa ada yang beda?

Novel asli dan film adaptasinya ini sama judulnya. Dan keduanya menggunakan kata Shalat yang harusnya kalau menyesuaikan ejaan yang benar menurut PUEBI adalah Salat. Tapi sudahlah, suka-suka yang bikin judul sajalah.

Saya lebih dulu menonton filmya daripada membaca novel karya Tere Liye ini. Saya bukan seorang yang paham dunia perfilman, maka komentar saya hanya berdasar subjek saya sebagai penonton awam. Sungguh, film yang saya kira akan sangat menyentuh karena bersetting tragedi tsunami di Aceh ini, entah mengapa saya datar saja menikmatinya. Entah apa karena tidak pekanya saya atau apa, yang jelas saya tidak bisa benar-benar menikmati keharuan pada film itu. Bahkan adegan saat Delisa praktek ujian bacaan salat di kelas yang bertepatan dengan terjadinya tsunami, saya tidak tersentuh sama sekali. Mana nih dramatisir yang dilakukan produser? Duh … saya benar-benar tidak bisa menikmati film ini. Entahlah, mungkin benar, saya yang tidak peka.

Lalu bagaimana novelnya? Saya baru menuntaskannya berkat paksaan pije RCO yang menantang membaca novel yang sudah difilmkan dan diminta menulis perbandingannya. Yang saya baca bukan buku fisik. Tapi cuma ebook dengan tulisan yang kayaknya belum tersentuh editor. Jumlah halaman ebook pun beda dengan ketebalan buku fisiknya. Tapi saya yakin isinya sama.

Bagaimana dengan Delisa di novel? Awalnya sih biasa saja. Memang banyak keteladanan yang ditulis Tere Liye pada keluarga Delisa. Mengalir hingga terjadinya tsunami dan paska bencana mengerikan itu. Bagaimana Delisa menghadapi segala cobaan beratnya. Saya terbawa dalam tiap kalimat yang Tere Liye tuliskan. Sungguh, saya merasa apa yang tertulis di novel lebih berhasil membuat saya masuk ke cerita dibanding menonton filmnya.

Soal ide Tere Liye yang mengangkat setting tsunami Aceh dari sudut pandang Delisa yang kesulitan menghafal bacaan salat, sungguh sangat keren dan kreatif. Bisa-bisanya ide seperti ini muncul. Baguslah pokoknya. Pesan kemanusiaan dan budi pekerti serta pentingnya pendidikan keluarga sangat kental, disamping juga teladan kesabaran dan kegigihan dalam menjalani segala ketentuan Allah.

Saya siapa sih, cuma tukang komentar saja. Intinya, saya agak kecewa dengan filmnya kalau menimbang dengan novel yang seapik ini. Membayangkan Tere Liye menyaksikan hasil adaptasi novelnya ke film, entah bagaimana perasaannya. Kalau saya jadi dia, saya pasti kecewa berat. Tapi saya cuma komentator yang asal bicara saja.

Harapan saya kelak para sineas Indonesia yang bikin film adaptasi agar bisa lebih menjiwai. Agar tidak muncul komentar tidak jelas seperti yang saya tulis ini. Semoga kelak film Indonesia bisa bermanfaat dan profesional, maksimal dalam berkarya.

#tugasRCO3
#Tugas2Level3
#OneDayOnePost