Coretan Basayev: November 2019

Oleh-Oleh UWRF Cak Heru


Turut bangga atas keberhasilan Cak Heru Widayanto alias Heru Sang Amurwabhumi, salah seorang senior saya di Komunitas One Day One Post (ODOP), yang lolos ajang bergengsi UWRF 2019. UWRF (Ubud Writers and Readers Festival) adalah salah satu dari lima festival sastra terbaik di dunia sebagaimana telah diakui oleh Telegraph UK. Tolok ukurnya sederhana, UWRF bisa mendatangkan 200 penulis dari 32 negara dalam satu forum belajar di Ubud, Bali, Indonesia.

"Ada dua poin penting yang bisa aku garis bawahi selama 6 hari nimbrung di UWRF," kata Cak Heru saat ditodong cerita di grup WhatsApp Sanggar Baca Caraka. "Pertama, diskusi tentang wajah sastra di era milenial. Kedua, peran kita sebagai pegiat literasi bagi kehidupan masyarakat."

Cak Heru sangat bersyukur bisa lolos setelah 2 kali gagal di UWRF, akhirnya kesampaian juga cita-cita itu. Ia ngin mengangkat nama kota kelahiran dan komunitas (ODOP, NAC) di ajang spektakuler tersebut, selain tentu saja untuk menimba ilmu dari para penulis papan atas.

"Setiap tahun mereka melakukan seleksi penulis emerging. Tahun 2019 adalah rekor naskah masuk. Tercatat ada 1250 naskah yang harus dikuratori dewan juri," kisahnya penuh semangat. "Uniknya, 4 dari 5 penulis pendatang baru yang lolos ke UWRF tahun ini sama-sama mengangkat tema karifan lokal, budaya dan sejarah."

Cak Heru menyampaikan hal yang membuatnya angkat topi untuk penyelenggara, UWRF berhasil menggerakkan perekonomian masyarakat Ubud selama festival berlangsung. Semua sopir taksi dan ojek mereka beli. Warung makan, penginapan, seniman pertunjukan, semua ikut kecipratan rezeki. Kehadiran 200 penulis dari berbagai belahan bumi, ditambah peserta umum berbayar, benar-benar menghidupkan segala usaha mikro di sana. Padahal Ubud bukan kota terbesar di Bali. Bukan destinasi wisata unggulan pula. "Selama 6 hari, kita gratis menggunakan jasa mereka," katanya takjub.

Cak Heru melanjutkan, "Padahal pula, penyelenggara event ini bukan instansi pemerintah, tapi pihak swasta. Yayasan Mudra Swari Saraswati. Foundernya orang Australia, Janet Denefee. Si Nyonya ini pemilik sebuah hotel terbesar di Ubud. Juga beberapa resto western di Bali. Ada sih donatur dalam negeri, Bekraf dan Kemenbudpar. Tapi dalam seremonial pembukaan sempat disentil panitia bahwa sponsorship dari mereka untuk membiayai satu undangan saja masih minus."

UWRF terlaksana dengan sukses, di antaranya adalah kegiatan bedah buku, launching buku, piknik puisi, workshop, live music, nonton bareng film, makan, dan diskusi-diskusi. Pematerinya adalah para penulis dari berbagai negara. Banyak ilmu didapat, seperti materi tentang menggali ide, konflik, ending, dan sebagainya.

"Literasi bukan sekadar nulis dan menerbitkan karya. Ada tanggung jawab moral kita untuk masyarakat. Minimal untuk orang-orang di sekitar kita," kata Cak Heru mengingatkan. "Kegiatan kecil seperti pengenalan baca tulis kepada anak-anak sekitar rumah kita, adalah salah satu wujud tanggung jawab moral itu."

Cak Heru juga menyebut keberadaan kita sebagai pegiat literasi, harus bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat. Ada kegiatan nyata yang kita lakukan untuk mereka. "Kami bersama para penulis berbagai negara juga melakukan road show dari satu sekolah ke sekolah lain," kisahnya.

Cak Heru juga bercerita, saking bergensinya event ini, dalam sebuah obrolan tak resmi saat rokokan dengan Pak Iwan Juniarta (Manager Program UWRF), konon para penulis papan atas nasional pun mengincar diundang sebagai pemateri. Bahkan, tentang siapa yang harus diundang pun, menjadi polemik. "Banyak lobi ke penyelenggara," selorohnya.

Menurut Cak Heru, event ini bisa berjalan dengan rapi dan sukses tak lepas dari kesiapan panitia. "Panitia inti sekitar dua puluh mungkin. Volunteer-nya ratusan," lanjutnya. "Masyarakat sekitar pun didapuk sebagai volunteer di rumah masing-masing. Begitu malihat ID card kita, mereka siap melayani."

Menjadi volunteer saja sudah prestise. Syaratnya harus bisa berbahasa Inggris aktif. UWRF juga menggandeng Komunitas Cinta Bahasa untuk menjadi interpreter. "Merekalah yang berperan aktif menginterpretasikan semua ide dan gagasan kami sebagai emerging writers dalam setiap sesi diskusi. Intinya, bisa lolos ke UWRF itu membahagiakan deh," kenangnya bangga. "Bukan sekadar ilmu, kehadiran kita juga dihargai secara materi."

Cak Heru lantas menyampaikan satu tips, "UWRF itu didanai dan diselenggarakan oleh sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang pemerhati dan pelestari kearifan lokal, seni, budaya dan sejarah. Tembaklah mereka dengan naskah yang mengangkat hal itu!"

Cak Heru juga mengingatkan agar jangan mencoba mengirimkan naskah dadakan. Artinya naskah yang baru jadi. Persiapkan naskah jauh hari sebelum deadline. "Aku butuh waktu 2 tahun untuk editing naskah yang sama," kenangnya.

Tahun ini 4 cerpen dan 1 puisi yang lolos seleksi bersama Cak Heru. Tidak ada bahan buku seperti tahun sebelumnya. Yang unik itu Mbak Lita, juara UWRF asal Malang. Dia mengangkat kearifan lokal Sumbawa. Uda Ilham yang anak Padang mengangkat budaya Minang pada puisinya. Mbak Nuril anak Jember, nembak dari budaya Madura. Satu-satunya jawara UWRF yang bergenre chrime adalah Mbak Chandra, mahasiswi pasca sarjana UI.

Cak Heru mengutip sebuah hasil diskusi dari UWRF: "Jika kita terpasung pada teori dan gaya menulis yang selama ini sudah berkembang, maka sastra akan jalan di tempat. Sebagai pendatang baru, mari kita lalukan sesuatu, ide, gagasan dan kreativitas untuk mewarnai sastra di era milenial!"

Sebagai penutup, Cak Heru menyampaikan bahwa ada amanah dari para penulis yang hadir di sana, juga UWRF, bahwa event sastra seperti itu harus kita tularkan di kota masing-masing.

Demikian obrolan dengan Cak Heru, semoga bisa menyuntikkan semangat bagi kita semua untuk memajukan literasi. Terima kasih sharing-nya, Cak! Sukses selalu, ya!

Menerapkan Cerpen-Gram untuk Menulis Cernak


Menulis cerita anak (cernak) meski dengan tema sederhana karena pangsa pasar untuk konsumsi anak, sesungguhnya bukan pekerjaan mudah. Memang banyak ide bisa muncul dalam keseharian kita, terutama yang selalu mendampingi anak baik itu sebagai siswa, santri TPQ atau bahkan anak kandung. Tapi eksekusi menjadikannya cernak utuh tidak semudah membayangkannya. Saya juga baru bisa bikin satu cernak yang berhasil lolos dimuat di koran, berjudul Belajar Menulis di Solopos.

Saya baru saja menyelesaikan baca buku berjudul "Menulis Cerita Anak dengan Cerpen-Gram" buah karya Rahimah dan Peng Kheng Sun. Satu dari dua judul buku bertemakan kepenulisan yang dihadiahkan oleh penulisnya, Pak Peng Kheng Sun dari Pati, beberapa hari setelah beliau membaca resensi saya atas buku beliau di Koran Jakarta.

Peng Kheng Sun berinovasi dengan menciptakan metode Cerpen-gram, sebuah metode sederhana dan praktis yang bertujuan memudahkan para penulis pemula menulis cerita secara bertahap. Dan pada buku ini, beliau berduet dengan Rahimah, menerapkan Cerpen-gram untuk menulis cernak, bahkan dari bahasa penyampaian dalam buku ini, diharap anak-anak bisa menulis cernak, tak harus orang dewasa.

Pembahasan dibuka dengan ajakan menulis benih cerita. Ibarat tanaman, kalau sudah ada benih maka kita tinggal menanam, memupuknya, hingga tumbuh dan jadi pohon besar dan berbuah lebat. Dalam contohnya, kita hanya diminta membuat tabel Kata Benda dan Peristiwa sebagai benih awal. Paling tidak 3 kata benda dan peristiwa yang terlintas begitu saja di benak, silakan ditulis. Itulah yang disebut benih, dan siap digarap dengan metode Cerpen-gram.

Cerpen-gram bekerja dengan menggunakan diagram tabel berisi bahan-bahan yang biasa digunakan untuk menulis cerita, seperti: judul, nama tokoh, profil, dialog, deskripsi, dan sebagainya. Jika sudah memiliki bahan yang cukup, maka diharapkan tidak akan ditemui kesulitan berarti dalam menulis cerita anak.

Cerpen-gram terbagi menjadi beberapa bagian, sebagai berikut:


  • Cerpen-gram Ia untuk menentukan tema dan judul cerpen
  • ‌Cerpen-gram Ib untuk membuat nama tokoh, profil, dan perilaku atau watak tokoh
  • ‌Cerpen-gram IIa untuk menggambarkan penampilan fisik tokoh
  • ‌Cerpen-gram IIb untuk menambahkan aksesori yang dipakai tokoh
  • ‌Cerpen-gram IIIa untuk menulis pembuka, narasi, dan penutup cerita
  • ‌Cerpen-gram IIIb untuk menulis alur cerita
  • ‌Cerpen-gram IV untuk menulis dialog dan deskripsi
  • ‌Cerpen-gram V berisi beranda gambar dan foto untuk membantu proses penulisan cernak
  • ‌Cerpen-gram VI berisi cara menulis cernak dari puisi


Penerapan metode itu dibahas rinci dengan contoh secara langsung yang harapannya pembaca bisa paham dan mau langsung mencobanya.

Buku ini juga dilengkapi dengan ajakan membuat RR (Reading Record), mencatat buku yang sudah kita baca dengan tujuan merangsang minat baca, meningkatkan kemampuan apresiasi terhadap bacaan, sehingga mampu menginspirasi kita dalam memberi judul karya, sekaligus sebagai catatan atas buku yang kita koleksi.

Pada bab akhir, kita juga dikenalkan permainan BG (Book Game) untuk menemukan value (nilai-nilai) yang berhasil kita dapatkan dari buku bacaan, seperti kejujuran, inspirasi, motivasi, kreativitas, ketekunan, kebaikan, pendidikan, imajinasi, hiburan, dan sebagainya.

Setelah membaca buku ini, kita bisa mencoba menerapkannya untuk menghasilkan karya, terutama berupa cerita anak (cernak). Sudah siap menulisnya untuk dikirim ke media massa? Yuk, tidak perlu ragu untuk mencoba. Semoga sukses bersama Cerpen-gram!

Judul: Menulis Cerita Anak dengan Cerpen-gram
Penulis: Rahimah dan Peng Kheng Sun
Penerbit: Fire Publisher
ISBN: 978-623-90077-8-2
Cetakan: 2019
Tebal: xii + 116 halaman

Agar Sedih Tak Berkepanjangan


Judul : Boleh Bersedih, tapi Jangan Berlebihan
Penulis : Sam Edy Yuswanto
Penerbit : PT Elex Media Komputindo
ISBN : 978-623-00-0316-5
Cetakan : I, 2019
Tebal : x+196 halaman


Manusiawi sekali saat mengalami ujian dari Allah Swt kita bersedih. Tapi sebaiknya, bersedihlah sewajarnya saja, jangan terlalu larut. Jangan pula kesedihan itu membuat kita berputus asa dari rahmat atau kasih sayang Allah Swt. Putus asa berarti tidak percaya bahwa Dia sanggup mengubah kehidupan kita menuju yang lebih baik. Buku Sam Edy Yuswanto ini patut kita baca untuk perenungan akan kasih sayang Allah, baik dalam kondisi bahagia atau berduka.

Hal terpenting yang mesti kita renungi saat sedang bersedih adalah: bahwa kesedihan itu sifatnya hanyalah sementara. Artinya, masih banyak bentuk kebahagiaan lainnya yang terpampang di depan mata. Tugas kita adalah segera menjemput dan menciptakan kebahagiaan-kebahagiaan tersebut. (halaman 2)

Kalau dipikir, dalam kehidupan kita, akan banyak dijumpai kenyataan yang patut disyukuri, bahkan kuantitasnya lebih banyak dibandingkan kesedihan yang ada. Kita bisa syukuri segala pemberian Tuhan, itu lebih baik daripada kita keluhkan apa yang membuat kita berduka. Seyogyanya, kesedihan dan kebahagiaan adalah dua hal yang saling melengkapi. Dan tindakan kita sebaiknya adalah menjaga perasaan agar tidak berlebihan dalam menyikapi keduanya.



Untuk mengobati hati yang galau, kita bisa merenungkan bait lagu Tombo Ati yang pernah dipopulerkan Opick. Tombo ati atau obat hati yang dimaksud dalam lagu tersebut ada lima macam. Pertama, membaca kitab suci Alquran dengan memahami maknanya. Kedua, menunaikan salat malam. Ketiga, berkumpul dengan orang-orang yang saleh. Keempat, memperbanyak melakukan puasa. Kelima, memperbanyak zikir di malam hari. (halaman 4)

Setiap peristiwa sedih yang melanda, kita akan bisa menemukan banyak hikmah jika merenungkannya. Terlebih jika kita bisa mengambil sisi positifnya. Jalaludin Rumi mengatakan: "Jangan bersedih, apa pun yang hilang darimu akan kembali dalam bentuk berbeda." (halaman 14)

Kesedihan yang Allah Swt titipkan pada hati manusia merupakan bentuk kasih sayang-Nya, agar kita merasa memerlukan-Nya, tidak lupa berdoa dan mengingat-Nya dalam zikir-zikir. Sudah tidak zamannya lagi berlarut dalam sedih berkepanjangan.

Buku Boleh Bersedih, tapi Jangan Berlebihan ini tidak hanya berisi opini ringan tentang mengatasi kesedihan, tapi juga dilengkapi tema menarik lainnya seperti bagaimana memanfaatkan waktu, cara menikmati hidup, senyum sebagai ibadah., perlunya berterima kasih, melayani tamu dengan baik, bahkan berbakti pada orangtua. Ada total 37 tulisan yang disajikan Sam Edy. Selamat membaca.

Wakhid Syamsudin, ketua umum komunitas literasi One Day One Post (ODOP), tinggal di Sukoharjo, Jawa Tengah.

Dimuat di koran Kedaulatan Rakyat edisi Sabtu, 26 Oktober 2019