Coretan Basayev: Maret 2021
Tikus Gabah

Tikus Gabah

Seusai panen, Mbok Lady Cempluk menyerahkan sekarung gabah kepada Jon Koplo, anaknya yang sudah berkeluarga. "Kalau berasmu habis selepkan sendiri nanti," katanya.

"Nggih, Mbok. Matur nuwun," sahut Koplo.

Koplo tidak memiliki sawah. Untuk makan keluarga kecilnya, dia kerap dikirimi beras oleh ibunya. Tetapi, tumben, Mbok Cempluk kali ini memberi gabah, bukan beras.

Hari berikutnya, Genduk Nicole. istri Koplo, membangunkannya setelah tidur lagi selepas Subuh. "Mas, lihat gabahmu diacak-acak tikus."

Di lantai sekitar karung gabah berserakan kulit gabah yang isinya sudah dimakan tikus. Karungnya berlubang di beberapa tempat.


Nicole lekas menyapu kulit gabah itu. Koplo mengambil lakban dan menutup lubang bekas gigitan tikus di karung gabah.

Besoknya, kejadian itu terulang lagi. Kulit gabah berserakan di sekitar karung. "Apa kita racun saja tikusnya, Nic?" usul Koplo.

"Jangan, Mas. Nanti mati di sembarang tempat, ngambon-amboni. Ya kalau bangkainya bisa langsung ketemu, kalau tidak kan repot."

Malamnya, Koplo memindahkan gabah ke ruang depan, dekat meja televisi. Tapi, usaha itu tak berhasil. Paginya, kulit gabah berserakan lagi, malah lebih banyak. "Lama-lama habis gabah sekarung itu, Mas," omel Nicole kesal.

Malam harinya, Nicole yang hendak mengeloni Tom Gembus, anak balitanya, kaget. "Mas, ini kok gabah ditaruh di kamar?" teriaknya.

"Enggak apa-apa tidur dekat gabah. Semoga tikusnya enggak berani mendekat," sahut Koplo.

Nicole hanya geleng-geleng kepala dengan ide aneh suaminya itu. Saat azan Subuh, Koplo terbangun langsung mengecek karung gabah. "Alhamdulillah, Nic, gabahnya aman!" teriak Koplo saking girangnya.

Nicole kaget, bahkan si kecil Gembus ikut terbangun. "Pagi-pagi teriak kirain ada apa, Mas. Bikin kaget saja!" omel Nicole.

Tapi, Koplo tak peduli. Dia girang mengelus-elus karung gabahnya yang anab dari tikus semalam. "Keloni saja gabahnya tiap malam, Mas," gerutu Nicole.

Pengirim: Wakhid Syamsudin. Weru, Sukoharjo.

Dimuat di koran Solopos edisi 29 Maret 2021

Jam Gadang Kebanggaan Kota Bukittinggi

Jam Gadang Kebanggaan Kota Bukittinggi




Dalam novel Just Let it Go karya Petronela Putri tersebutlah Jam Gadang sebagai salah satu destinasi wisata yang dikunjungi dua jurnalis tokoh utama cerita: Alena dan Verico. Keduanya mendapat tugas dari Bos Besar untuk meliput tempat wisata dalam negeri untuk penerbitan majalah traveling tempat mereka bekerja.
 
Sore ini langit Bukittinggi terlihat cukup cerah. Jam Gadang pun sedang ramai pengunjung. Salah satu kota wisata di bagian barat pulau Sumatera ini menjadi destinasi pertamaku di tahun yang baru. Beberapa wisatawan terlihat mondar-mandir dan sibuk berpose di sekeliling ikon Ranah Minang tersebut. Aku melangkah santai dengan camdig di tangan, Verico mengikuti di belakangku. (halaman 13)
 
Tapi dalam postingan kali ini, saya tidak akan mereview novel tersebut. Saya tertarik mengulik tentang Jam Gadang yang cukup membuat penasaran tentang keberadaannya.

Menara dengan Jam Berukuran Besar


Jam Gadang adalah sebuah menara setinggi 26 meter yang pada keempat sisinya memiliki jam ukuran besar berdiameter 80. Dalam bahasa Minangkabau, Jam Gadang memiliki arti "jam besar".

Secara struktur, ukuran dasarnya 6,5 x 6,5 meter ditambah ukuran dasar tangga selebar 4 meter. Jadi ukuran dasar bangunan keseluruhan 6,5 x 10,5 meter.

Bangunan Jam Gadang terdiri dari 4 tingkat. Tingkat pertama adalah ruangan petugas, tingkat kedua tempat bandul pemberat jam, tingkat ketiga tempat mesinnya, dan tingkat keempat adalah puncak menara. Di puncak menara itulah lonceng jam ditempatkan.



Seluruh angka jam dibuat dengan nomor romawi tapi pada angka 4 ditulis dengan huruf IIII padahal lazimnya angka romawi adalah IV. Hal ini menjadikan Jam Gadang unik dan menimbulkan rasa penasaran wisatawan.

Sekitar menara diperluas dengan taman yang menjadi ruang bagi masyarakat umum untuk berinteraksi. Taman Sabai Nan Aluih namanya. Taman ini juga biasa dipakai untuk acara-acara bersifat umum. Menara monumen jam besar ini menjadi patokan titik sentral atau titik nol Kota Bukittinggi.

Sejarah Jam Gadang


Jam Gadang dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda, dimulai pada 1926-1927 dan selesai pada 1932 dengan menghabiskan dana fantastis yakni sekitar 3.000 Gulden.

Pembangunan menara jam ini diinisiasi oleh Hendrik Roelof Rookmaaker, controleur atau sekretaris kota Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi). Jamnya hadiah dari Ratu Belanda Wilhelmina. Jam tersebut digerakkan secara mekanik oleh mesin langka buatan pabrik Vortmann Recklinghausen, Jerman. Konon, mesin jam tersebut hanya ada dua unit, satu untuk Jam Gadang dan satu lagi hingga kini masih digunakan dalam menara jam Big Ben di Kota London, Inggris.

Sementara untuk konstruksi bangunan dirancang oleh arsitek asli Minangkabau bernama Jazid Rajo Mangkuto dari Koto Gadang. Pelaksana pembangunan oleh Haji Moran dengan mandor Sutan Gigi Ameh. Konstruksinya tidak menggunakan logam dan semen, tapi menggunakan campuran batu kapur, putih telur, dan pasir.

Bentuk Atap Jam Gadang


Pada mulanya, atap Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Pada masa pendudukan Jepang, bentuknya diubah menjadi bentuk pagoda. Paska kemerdekaan, atapnya diubah menjadi bentuk gonjong atau atap rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.






Pertama kali bendera merah-putih berkibar di puncak Jam Gadang adalah ketika berita proklamasi kemerdekaan Indonesia diumumkan. Pemuda yang memimpin massa untuk memasang Sang Saka bernama Mara Karma, setelah melalui pertentangan dengan tentara Jepang.

Jam Gadang dalam Lagu Pop Minang


Saya adalah satu dari sekian orang Jawa yang suka mendengarkan lagu Minang. Dalam banyak lirik, nama Jam Gadang sering kali disebut. Juga nama tempat lain di Sumatera Barat seperti Danau Maninjau, Jembatan Siti Nurbaya, Pantai Padang, dan sebagainya. Saya sering hanyut dibawa suasana alunan lagu seolah merasakan sebagai perantau yang merindukan tempat-tempat di tanah kelahiran.

Saya memang belum pernah ke Sumatera Barat, hanya bisa melihat ikon-ikon tersebut berkelebat di video klip. Jika saja saya bisa berkesempatan ke sana, terutama memandang langsung Jam Gadang, saya tentu ingin mengajak istri saya tercinta. Ia bukan orang Minang, tapi orang Jawa seperti saya. Hanya saja, ia berusaha ikut suka saat lagu Minang menghiasi suasana rumah kami. Meski ia kesulitan memahami makna lirik-liriknya. Hehehe.

Itulah sekelumit tentang Jam Gadang, ikon Kota Bukittinggi yang sempat dikunjungi Alena dan Verico dalam novel Just Let it Go. Untuk review novelnya semoga nanti sempat menuliskannya. Cukup ya tentang Jam Gadang.

Referensi: www.indonesiakaya.com, www.wikipedia.org

#RCO9
#OneDayOnePost
#ReadingChallengeODOP9

Review Novel Merpati Biru Achmad Munif

Review Novel Merpati Biru Achmad Munif



Saya akan mencoba membuat review novel Merpati Biru karya Achmad Munif yang diterbitkan Navila. Sebuah novel bertemakan sosial menyorot keberadaan praktik seks bebas di kampus, terkhusus mahasiswi yang berprofesi sebagai merpati biru. Novel setebal 284 halaman ini menemani saya beberapa hari.

Identitas Novel Merpati Biru

  • Judul: Merpati Biru
  • Penulis: Achmad Munif
  • Penerbit: Navila
  • ISBN: 979 9503 15 9
  • Cetakan: Kedelapan, Mei 2005
  • Tebal: 284 halaman

Sinopsis Novel Merpati Biru karya Achmad Munif


Universitas Nusantara gempar saat Tabloid Suara Mahasiswa menyuguhkan headline "Sisi Muram Dunia Pendidikan, Banyak Merpati Biru di Kampus". Senat Mahasiswa selaku penerbit tabloid langsung disidang rektor dan jajarannya karena menganggap liputan itu terlalu berlebihan dan berpotensi mencoreng nama besar universitas. Dengan sangat lugas, para mahasiswa dengan idealisme tinggi itu memaparkan temuan mereka sebagai bentuk pertanggungjawaban akan apa yang telah ditulis.

Tersebutlah Ken Ratri, tokoh utama novel Merpati Biru karya Achmad Munif ini, yang merupakan satu dari sekian mahasiswi pelaku seks komersil profesional cukup terhenyak dengan keberanian Tabloid Suara Mahasiswa menurunkan liputan yang sangat sensitif itu. Ken di bawah asuhan Mama Ani menggeluti profesi sampingan berpenghasilan besar itu bersama beberapa mahasiswi lain, di antaranya Lusi dan Nanil. Mereka memiliki latar belakang berbeda yang menyebabkan jatuh ke jurang kotor itu.

Ken Ratri dikecewakan Zul, lelaki masa lalunya, ditambah hancurnya bisnis keluarga hingga sang ayah dipenjara karena tak mampu membayar utang besar dan ibunya terpaksa dirawat di rumah sakit jiwa. Sementara Ken harus menghidupi dan memastikan pendidikan Maya, adiknya, tidak terbengkalai. Ia membohongi keluarga, mengaku berbisnis emas permata padahal telah menjual diri untuk melanjutkan hidup.

Tersebutlah Satrio yang menyukai Ken Ratri. Mahasiswa itu berusaha mengajak jalan Ken. Setiap kali gagal, ia berusaha lagi. Ken sebenarnya tertarik juga dengan Satrio, tapi ia tahu diri: ia kotor. Tak mungkin ia menerima cinta Satrio, apalagi cowok itu adalah ketua senat mahasiswa! Ken tak bisa membayangkan jika Satrio tahu siapa ia sebenarnya, status kotor di mata sosial yang ia sandang. Bagi Ken, Satrio lebih pantas dengan mahasiswi lain yang menjaga kesucian dan kehormatannya.

Efek liputan Tabloid Suara Mahasiswa mulai bermunculan. Terjadi demo besar yang diboncengi pihak luar kampus hingga terjadi pengrusakan kantor redaksi dan tuntutan cabut izin tabloid kebanggaan kampus itu. Ken terkejut karena beberapa hari sebelumnya ada yang mencoba memprovokasinya ikut mendukung demo lantaran ia termasuk merpati biru yang disebut-sebut merusak tataran sosial pendidikan. Beruntung ia menolak, tapi ia tahu ada teman-temannya yang terjebak ikut andil dalam demo itu.

Di sisi lain, saat Ken menjenguk kampung halaman di Mojokerto, ia tersentuh dengan kondisi orang tuanya yang mulai belajar salat dan pengajian, tumbuhlah keinginan berubah: meninggalkan dunia hitam. Ia pun mengajukan berhenti pada Mama Ani.

Bagaimana proses pertaubatan Ken Ratri? Bagaimana hubungan dengan Satrio? Bagaimana kampus menyikapi semua permasalahan terkait merpati biru? Apa yang terjadi saat Satrio selaku ketua senat ketahuan dekat dengan seorang merpati biru? Baca sendiri ya, soalnya saya sekadar membuat review novel Merpati Biru karya Achmad Munif. Kan tidak seru kalau semua ditulis di sini, apalagi sampai spoiler.

Fakta Sosial Novel Merpati Biru Achmad Munif


Setidaknya Achmad Munif sudah mengangkat realitas kehidupan ke permukaan apa adanya. "Biar orang tahu bahwa dunia kampus tidak selalu membanggakan diri sebagai institusi yang bersih, gemerlap, idealis, dan benar sendiri. Ternyata dunia kampus juga punya borok-borok." (Halaman 27)

Gugatan penulis dengan mempertanyakan sedemikian sakralkah dunia kampus hingga tak bisa menerima fakta sosial yang ada pada lingkungannya sendiri. Ataukah kampus bisa secara jernih membedakan antara institusi pendidikan dengan perilaku orang di dalamnya? Setiap manusia menyimpan potensi kejahatan dan kebaikan, positif dan negatif, bermoral dan amoral.
 
Foto Achmad Munif bersama Cak Nun

Achmad Munif menulis novel ini diilhami dari pemberitaan media massa yang sempat menghebohkan, tentang mahasiswi yang nyambi jadi perempuan panggilan, menjadi merpati biru. Melalui novel Merpati Biru, penulis mengungkapkan bahwa ada mahasiswa yang idealis, sok idealis, pragmatis, dan masa bodoh.

Kelebihan dan Kekurangan Novel Merpati Biru karya Achmad Munif


Novel karya penulis kelahiran Jombang, 3 Juni 1945 yang wafat di Yogyakarta pada 30 Maret 2017 ini tergolong dalam novel pop dengan gaya bahasa sederhana sehingga mudah dinikmati siapa saja. Cerita yang mengalir membuat betah membacanya. Meski yang dibahas dunia pelacuran kampus tapi bahasa yang digunakan sangat sopan.

Kekurangan dari segi penceritaan, penulis terlalu mudah menyelesaikan problematika yang ada. Proses taubat yang seolah tanpa kendala, padahal tokoh utama berhenti dari sebuah profesi hitam. Gampangnya ia lepas dari dunia kelam, bahkan dukungan dari sana-sini begitu mulus. Tak ada kendala berarti.

Tak hanya itu, kasus penculikan di akhir cerita yang sebenarnya potensial digarap dengan seru ternyata juga diselesaikan dengan sangat entengnya. Tapi tak apalah, cukup untuk menutup novel ini dengan baik.

Dari segi kualitas cetak buku, novel ini menggunakan kertas HVS putih dengan font berukuran sedang. Tampilannya mengingatkan pada novel-novel cetakan lama. Memang sih, ini bukan buku baru. Novel yang saya baca ini merupakan cetakan kedelapan, Mei 2005. Dan sangat disayangkan, pada cetakan kesekian itu ternyata masih banyak layout yang tidak rapi dan penggunaan kata yang tidak baku bahkan keliru. Saya berpikir mungkin penerbit mencetak ulang tanpa ada revisi lagi.

Puisi Buat Ken Ratri


Sebagai penutup, saya mencoba menulis sebuah puisi setelah kelar membaca novel ini. Saya tidak ahli dalam hal ini, tapi tak apalah buat sekadar iseng. Berikut puisi saya, semoga berkenan membaca.

Merpati Berlepas Diri

: Untuk Ken Ratri

Kau menyadari penuh akan pekat itu
Dan mumpung jalanmu tak sedang buntu
Dan hatimu sedang tidak membatu
Dan memancar nur dari yang satu

Ketika panggilan kembali kian kaudengar
Tangan-tangan ilahi terentang sedemikan lebar
Serupa rindu yang lama terbiar
Atau serupa kerontang yang diserbu serangan lapar

Jalan benar menuju cahaya yang mengintip di sela jendela hitam
Saat daunnya terkuak lebar cerahnya menerangi kamar-kamar muram
Yang dulu kau biarkan diri tenggelam
Dalam jahat kejinya malam

Mumpung napas masih panjang
Jalan cahaya masih terentang
Meski kau tak lagi suci
Pertaubatan akan mencuci

Maret 2021


Sekali lagi, puisi di atas adalah penutup dari review novel Merpati Biru karya Achmad Munif ini. Meski sekadar review ala-ala saya saja. Sekaligus penanda saya pernah membaca novel ini.

#RCO9
#OneDayOnePost
#ReadingChallengeODOP9
ODOP Blogger Squad Bikin Makin Cinta Ngeblog

ODOP Blogger Squad Bikin Makin Cinta Ngeblog


Sejak ikut kelas ODOP Blogger Squad, pandangan saya tentang blog mulai terbuka. Meski masih meraba-raba berbagai materi yang menurut saya cukup sulit dipahami, hehe. Untunglah para pije menyampaikannya dengan santai dan berkala, jadi bisa saya ikuti.

Kenalan Sama ODOP Blogger Squad


Sebagai gambaran, ODOP Blogger Squad adalah salah satu program dari komunitas ODOP (One Day One Post). Sesuai namanya, program ini diperuntukkan bagi anggota ODOP yang ingin fokus pada dunia blog. Bagaimana menata blog biar rapi, artikelnya mudah terbaca mesin pencari, dan segenap optimasi lainnya.

Program keren untuk para bloger ini terlahir setahun lalu saat komunitas ODOP dipimpin Kak Sakifah. Kasaki, begitu biasa saya sapa, merintis ODOP Blogger Squad menggandeng Kak Ciani Limaran yang selanjutnya dipersilakan membentuk tim bersama anggota ODOP lain yang sudah pro dalam dunia per-blogging-an.


Logo ODOP Blogger Squad karya Mas Lutfi


Pada tahun 2021 ini ketua umum ODOP dipegang oleh Muhammad Zaini yang biasa dipanggil Mas Zen, kembali melanjutkan program ODOP Blogger Squad. Program ini diasuh para pije yang sangat kompeten. Sebut saja nama besar Jihan Mawaddah, Marita Ningtyas, dan Ibrahim Dutinov. Mereka dengan senang hati berbagi ilmu dan pengalaman dalam mengelola blog menjadi profesional.

Siapa yang Boleh Ikut Program Keren Ini?


Berhubung ini adalah program dari komunitas ODOP, tentu hanya boleh diikuti oleh anggota saja. Anggota ODOP dari batch 1 sampai 8 yang tersebar di berbagai daerah dari Sabang sampai Merauke, bahkan yang berdomisili di luar negeri, dipersilakan mengikuti. Yang jelas wajib konsisten dalam mengerjakan tugas kalau tidak mau didepak dari program ini.

Bagi yang belum jadi anggota komunitas ODOP dan berkeinginan gabung bisa menunggu masa open recruitment yang digelar setahun sekali. Biasanya pada bulan-bulan akhir tiap tahunnya. Agar tidak tertinggal informasinya, silakan follow akun instagram ODOP. Di sanalah segala info program bisa diakses.

Kegiatan perekrutan anggota ODOP gratis sepenuhnya. Pada masa oprec itu akan banyak ilmu kepenulisan dibagikan. Setelah lulus dan jadi anggota resmi, kalian bisa ikut kelas lanjutan. Banyak macamnya sesuai minat dan bakat. Mau nulis koran atau majalah bisa gabung OTM, mau nulis buku ikutan ONB, pengin aktif nulis di berbagai platform kepenulisan bisa gabung ONP. Nah, yang mau fokus ngeblog bisa gabung di ODOP Blogger Squad. Semua gratis untuk anggota ODOP. Keren, kan?

Apa Saja yang Didapat di ODOP Blogger Squad?


Yang pasti pada program ini kita akan diajak membuka mata tentang dunia blog yang ternyata eh ternyata, tak hanya untuk media curhat dan nulis asal-asalan saja. Kita diajak menganalisa niche yang cocok buat kita jadikan tema utama blog. Dengan begitu, blog kita lebih terarah dan bisa bermanfaat.

Kemudian kita dikenalkan berbagai perangkat dan teknik optimasi blog seperti Google Analytics, Google Search Console, SEO Onpage, SEO Offpage, Domain Authority, Domain Rating, ranx Alexa, dan sebagainya. Istilah yang lama kelamaan mulai akrab di telinga saya.

Dengan berbagai ilmu yang diserap di ODOP Blogger Squad, saya pribadi berharap bisa memaksimalkan blog untuk menulis yang bermanfaat. Syukur-syukur kelak bisa menghasilkan duit dari blog.

Terakhir, buat para pije semoga sehat selalu. Semoga ilmu yang para pije sampaikan menjadi ladang pahala yang selalu mengalirkan keberkahan selamanya. Semoga ODOP Blogger Squad menjadi wadah optimasi blog yang kian bermanfaat dan membuat para bloger di ODOP makin cinta ngeblog.

The Kece's, Dagelan Horor MizzRuri dkk

The Kece's, Dagelan Horor MizzRuri dkk


Kelar sudah saya baca buku remaja berjudul The Kece's Hantu yang Ngebet bikin Boyband karya @MizzRuri dkk. Buku remaja yang saya baca saat usia tak lagi remaja ini merupakan kumpulan cerpen pemenang lomba #hantugokil 2013. Desain sampul buah tangan Ruri Hefni menampilkan empat sosok hantu tapi nggak seram sama sekali. Wajar, sih, soalnya memang ini buku kumpulan cerita bertema hantu-hantuan tapi dikemas dengan gokil. Membaca isinya tidak bikin takut tapi bikin tertawa.

Ada 10 judul yang ditampilkan dari 10 penulis pemenang lomba. Jujur cerita urutan pertama yang sekaligus jadi judul buku menurut saya memang yang paling berkesan. Cerita yang ditulis @MizzRuri ini berkisah tentang Ceko yang mendapat warisan blangkon dari neneknya yang ternyata ada penunggunya. Mereka adalah hantu bernama Kunti, Toyoul, Wawa Gombal, dan Kakek Dayung.

Keempat hantu gaul itu tahu bahwa Ceko adalah anggota boyband TOAHH, maka mereka maksa minta diajari jadi boyband. Jadi, ceritanya ancur-ancuran, usaha Ceko mengajari mereka bikin boyband dengan nama The Kece's. Cerita lengkapnya nggak perlu saya tulis di sini, kan, ya?

Secara keseluruhan, cerita dalam buku ini cukup menghibur meski seringkali dagelannya garing. Untuk sekadar refreshing dari bacaan-bacaan berat atau serius, buku ini layak kamu nikmati. Saya akui, beberapa cerita memang berhasil ditutup dengan ending yang cukup memuaskan.

Buku ini sudah cukup lama ikut berjejer di rak buku. Dulunya, ini adalah salah satu buku hadiah dari Mbak Hiday Nur saat saya ikut kegiatan baca di Sanggar Baca Caraka pada Desember 2019. Ada beberapa buku yang beliau hadiahkan, semua sudah tuntas saya baca. Sementara buku lucu-lucuan ini belum berhasil menarik minat baca saya, barulah kini saat komunitas ODOP membuka RCO batch 9, saya sempatkan baca.

Tugas perdana RCO 9 adalah membaca buku koleksi yang lama tak terbaca, maka terpilihlah buku ini. Alasan saya memilihnya karena memang sudah waktunya membaca buku lawas ini. Buku ini diterbitkan GACA inprint Diva Press, cetakan pertama Februari 2013. Cukup puaslah dengan suntingan Tim Editor GACA dan layout Ika Tyana ini.

Saya kesulitan menemukan quotes menarik dari The Kece's ini. Namanya juga buku cerita gokil. Paling tidak, ada paragraf yang bisa saya jadikan penutup ulasan sederhana ini:

Oh, ternyata itu sebabnya para hantu sekarang tidak begitu diminati sebagai objek yang menakutkan. Rupanya para manusia berhasil memberi sugesti manusia lainnya untuk tidak takut dengan para hantu melalui komedi. (halaman 133)

Judul: The Kece's, Hantu yang Ngebet bikin Boyband
Penulis: @MizzRuri dkk
Editor: Tim Editor
Layouter: Ika Tyana
Pracetak: Endang
Penerbit: GACA (imprint Diva Press)
ISBN: 978-602-255-061-7
Cetakan: Pertama, Februari 2013
Tebal: 156 halaman


#RCO9
#OneDayOnePost
#ReadingChallengeODOP9

Big Why, Alasan Saya Ngeblog

Big Why, Alasan Saya Ngeblog


Jujur saya sempat bingung saat ditanya alasan ngeblog. Pasalnya selama ini ngeblog asal posting saja. Bikin akun blogger, mengisinya, sampai beli domain berbayar alias TLD (top level domain) sejak 2018, dan hanya menjalaninya sebagai aktivitas suka-suka. Ini semua gara-gara ikut salah satu program komunitas ODOP (One Day One Post) yakni ODOP Blogger Squad, Mbak Jihan memberikan tugas menuliskan Big Why mengapa harus ngeblog.

Apa itu Big Why?

Saya bukan orang yang suka berbahasa inggris, karena memang tidak menguasainya. Bacanya saja belepotan. Big Why secara kasat baca berasal dari kata besar (big) dan mengapa (why). Kata Mbak Jihan, Big Why adalah alasan kuat yang menjadi dasar mengapa seseorang harus ngeblog alias jadi bloger. Tunggu, kalian kenal nggak sih sama Mbak Jihan yang saya maksud? Walah, beliau itu emak-emak bloger militan yang banyak menang lomba menulis di blog yang dikelolanya.

Bahkan, kata Mbak Jihan (lagi), Big Why harus dijabarkan secara gamblang, detail, dan menyeluruh. Konon, jika jelas, kuat, terukur dan terarah maka 50% dari perjalanan meraih keinginan sudah kita tempuh. Big Why bisa dijadikan pedoman saat muncul berbagai kerikil masalah, tantangan, ujian dan sebagainya, saat ngeblog. Keren, kan? Big Why gitu lho!

Seberapa Penting Big Why untuk Bloger?

Big Why menjadi penting karena dalam kenyataannya, proses menjadi seorang bloger tidaklah mudah. Akan bermunculan ujian dan cobaan bertubi-tubi, di antaranya rasa malas yang menggerogoti diri, godaan nonton sinetron bagi kalian yang hobi, atau kebiasaan main media sosial sehingga mengganggu keinginan menulis konten untuk blog. Saat semua godaan itu melenakan, kita harus kembali mengintip Big Why kita agar semangat muncul lagi.

Big Why akan menyelamatkan kita dari kejenuhan menulis. Memandanginya akan menyembulkan semangat, menyalakan lagi tungku untuk memasak konten yang siap saji, sehingga blog kita benar-benar menjadi sarana berbagi yang mengenyangkan. Keren kan Big Why?

Inilah Alasan Saya Ngeblog

Setelah merenungkan apa yang selama ini mendasari saya ngeblog, ternyata memang saya punya Big Why dalam mengelola Coretan Basayev, blog asal jadi ini. Saya tuliskan sebagai cambuk kalau saya malas (terus).

Alasan saya ngeblog di Coretan Basayev


1. Berbagi cerita


Sesungguhnya saya kalem dan pendiam—setidaknya begitu kata teman-teman ODOP yang ketemu saat kopdar di Griya Langen Yogyakarta waktu itu. Namun sebagai manusia, saya senang berbagi cerita. Istilah kalian sih semacam curhatlah. Berhubung pendiam maka nggak banyak bicara. Menulislah jadi sarana saya berbagi cerita. Kalau zaman muda dulu nulisnya di buku harian bernama diari, maka zaman sekarang di blog.

2. Arsip tulisan media


Saya kebetulan sesekali nulis di koran atau majalah. Berhubung malas membuat kliping tulisan dari media cetak tersebut, maka tak ayal pelariannya adalah mengarsipkannya di blog. Saat mengunjungi blog sendiri (siapa lagi yang harus mengunjungi kalau bukan diri sendiri), maka saya akan bersemangat mengirim tulisan lagi ke media massa. Saya harus terus berusaha menembus media itu agar ada yang diarsipkan di blog.

3. Berbagi peluang menulis media


Melalui blog ini, saya juga biasa berbagi tata cara mengirim tulisan ke media massa. Saat ada coretan saya dimuat di koran atau majalah, beberapa orang menanyakan alamat email dan ketentuan tulisan yang bisa tayang di sana. Makanya, saya lebih suka menjawab dengan memberikan link ke blog ini yang bisa memberikan jawaban pertanyaan mereka. Kalau tidak menuliskan di blog, akan sangat repot tiap kali ada yang menanyakannya.

4. Tempat mengulas bacaan dan tontonan


Saya sering baca buku dan nonton film. Kadang muncul keinginan mengulas apa yang dibaca dan ditonton. Blog jadi tempat terbaik menuliskannya. Meski sekadar review suka-suka dan ala saya saja, sih. Cukuplah memancing orang lain untuk ikut minat membaca buku tersebut dan/atau menonton film tersebut.

5. Agar rajin menulis


Interaksi di blog dengan pembaca sungguh sangat menyemangati saya agar mau menulis terus. Bergabung di komunitas ODOP membuat banyak teman bloger yang bisa diajak saling kunjung blog, serulah. Dengan begitu akan memancing keinginan menulis lagi dan lagi. Semoga.

6. Nyari penghasilan


Ups, tadinya saya nggak mau memasukkan ini ke list Big Why. Tapi saat melihat kenyataan bahwa blog bisa menghasilkan duit maka saya menjadikannya Big Why. Memang masih panjang jalan ke situ, setidaknya saya mencoba memulainya dengan belajar di ODOP Blogger Squad. Mencoba ikut pusing memahami segala SEO, GA, DA/PA, dan sebagainya. Semoga kelak saya juga bisa dapat penghasilan dari blog.

Itulah sekelumit Big Why yang menjadi alasan ngeblog saya. Semoga memotivasi diri sendiri untuk tidak malas membuat kontennya. Mari diaminkan ....

Cernak: Valentine Tina

Cernak: Valentine Tina


Oleh: Wakhid Syamsudin

Sepulang sekolah, Tina bergegas menyusul ke toko Tante Bertha tempat Ibu bekerja. Tante Bertha tidak pernah marah kalau ia main ke toko, hanya Ibu berpesan jangan terlalu sering datang, apalagi saat toko sedang ramai. Sesampainya di sana, took memang sedang ramai pembeli. Tina menunggu di parkiran.

Ibu yang melihat kedatangan Tina lekas mendekatinya. “Ada apa, Tin? Kok kamu nyusul Ibu?” tanya Ibu.

“Tina dapat tugas sekolah mengumpulkan foto saat membantu orang tua,” jawab Tina.

“Ya, nanti di rumah saja. Ini toko lagi ramai, nggak enak sama Tante Bertha kalau tahu kamu susul Ibu.”

“Sebenarnya Tina pengin foto saat bantu Ibu di toko, bukan di rumah.”

“Duh, tidak bisa begitu, Tin. Tante Bertha bisa marah, Ibu kerja, nanti disangka main-main,” kata Ibu keberatan.

Tante Bertha tahu-tahu sudah berdiri dekat mereka. “Eh, ada Tina. Masuk saja ke dalam, Nak.”

“Tak usah, Tan. Tina sudah mau pulang kok,” Ibu berkata sambil memberi kode agar Tina lekas pamit.

“Tadi Tante dengar kamu ada tugas sekolah. Tugas apa?” Tante Bertha bertanya ramah.

Tina ragu mau menjawab. Namun ia tahu, tidak sopan kalau ditanya malah diam saja. “Mm … tugasnya mengumpulkan foto saat bantu orang tua, Tante. Tadinya Tina pengin bantunya di sini, bantu Ibu di toko.”

“Oh, begitu. Malah bagus itu. Kebetulan ada pekerjaan ringan yang bisa kamu lakukan sama ibumu. Ayo, masuk.”

Tante Bertha mengajak Tina masuk. Ibu ikut masuk bersama beberapa pembeli yang baru datang.

 


 

Tante Bertha membawa Tina ke pojok toko, di situ ada dua karyawan yang sudah Tina kenal, sedang membungkus dagangan. Toko Tante Bertha yang berjualan serbaada dan memang cukup ramai, memang dibantu oleh 3 karyawan, satu di antaranya adalah ibu Tina.

“Hallo, Tina,” sapa dua karyawan itu. Tina tersenyum menyambutnya.

Tante Bertha berkata, “Tin, kamu di sini saja. Duduk-duduk sambil mengemas cokelat dan permen. Mudah sekali, kok.”

Tante Bertha lalu mengatakan pada dua karyawannya agar mengajari Tina membungkus cokelat dan permen dalam satu kemasan plastik dan kotak kado transparan beserta bunga plastik yang terlihat cantik. Semua paket itu berwarna serbamerah muda.

Tina senang sekali, ternyata pekerjaan mengemas cokelat dan permen itu sangat mudah. Hasil kerjanya juga tak kalah rapi dengan karyawan Tante Bertha. Tante Bertha tersenyum melihat kecekatan Tina.

“Dalam beberapa hari ini, paket cokelat dan permen seperti ini laku keras, Tin. Kamu tahu kenapa?”

Tina menggeleng. Tante Bertha menjawab sendiri pertanyaannya, “Karena beberapa hari lagi tanggal 14 Februari. Kamu tahu nggak soal Hari Valentine? Banyak remaja yang beli paketan cokelat dan permen sebagai kado Hari Kasih Sayang.”

Tina baru tahu ada peringatan seperti itu. Yang dia tahu dari sekolah hanya hari nasional seperti Hari Kartini, Hari Kesaktian Pancasila, Hari Sumpah Pemuda, dan sebagainya.

Sejak hari itu, sepulang sekolah, Tina datang ke toko membantu mengemas paket cokelat dan permen. Tina menikmatinya dan sangat senang sekali. Ibu yang sempat tak enak dengan Tante Bertha turut senang juga.

Tina melihat sendiri, memang paket Valentine serbamerah muda itu laku keras. Beruntung ia bisa bantu-bantu di toko. Puncaknya memang tanggal 14, semua paket cokelat dan permen itu benar-benar habis terjual.

Sorenya, saat tutup toko, Tante Bertha memanggil Tina.

“Terima kasih, ya, Tin, kamu sudah bantu Tante selama beberapa hari ini.”

“Sama-sama, Tante,” kata Tina pula. “Ibu sudah minta tolong sama karyawan Tante untuk memfoto saat Tina bantu Ibu bungkus dagangan, tinggal mencetaknya nanti.”

Tante Bertha tersenyum. Lalu, ia mengeluarkan sebuah plastik hitam yang sudah disiapkannya. “Ini buat kamu. Kamu boleh lihat isinya di sini. Buka saja,” kata Tante Bertha sambil menyerahkan bingkisan itu.

Tina berterima kasih. Lalu membuka isi plastik. Ternyata ada beberapa bungkus cokelat besar dan permen berbentuk hati dan seikat kecil bunga plastik. Ada juga selembar kertas yang tercetak fotonya saat sedang membantu Ibu. Ia terpana.

“Tante yang memfoto sendiri saat kamu asyik sama ibumu. Jadi, itu foto nyata kamu bantu orang tua untuk tugas sekolahmu.”

“Terima kasih sekali, Tante.”

“Dan ini ada sedikit uang saku buatmu.”

“Tidak usah, Tante.”

“Tidak apa-apa. Anggap saja beberapa hari ini kamu kerja. Jadi, ini hasil keringatmu sendiri.”

Tina tak bisa menolak pemberian Tante Bertha. Ia hampir menangis terharu dengan kebaikan Tante Bertha. Bahkan, atasan ibunya itu tak sungkan memeluk Tina sambil berkata, “Selamat Hari Valentine, Tina.”

 

Dimuat di Majalah Utusan edisi No. 02 Tahun ke-71, Februari 2021