Coretan Basayev: Februari 2021
Antologi Cinta

Antologi Cinta




Dita sedang asyik menikmati novel di salah satu bangku di ruang baca perpustakaan sekolah, saat seseorang menyapa, “Boleh duduk di sini?”

Dita menyilakan. Baru kemudian menoleh cowok yang sudah duduk di sebelahnya. Si cowok mengangguk padanya dengan tatapan persahabatan.

Dita kembali ke halaman novel yang ia baca. Tapi ia kehilangan fokus, penasaran dengan cowok di sebelahnya. Ia merasa cowok itu asing, baru sekali ini dia lihat. Ingin ia bertanya tapi sungkan.

Dita masuk kelas disambut seruan penuh keceriaan teman-temannya.

“Hore... jam kosong!” Begitu kebahagiaan tak terkira para remaja penerus generasi bangsa saat guru yang punya jam pelajaran menitipkan soal untuk dikerjakan pada ketua kelas.

“Dit, ada anak baru, tapi di kelas sebelah sih,” kata Reni di sela hiruk-pikuk kelas.

“Pindahan dari mana?”

“Dari Jakarta kayaknya.”

Reni membuka gawainya. “Ini, Ulfi mengirimi foto tuh cowok di grup OSIS,” katanya sambil memperlihatkan layar gawai ke Dita.

Semula Dita tidak begitu merespons, tapi saat sepintas mengerling wajah cakap seorang cowok di gawai Reni, ia terkejut. Itu wajah sama yang ia jumpai di perpustakaan barusan.

“Oh, dia,” kata Dita datar.

“Dih, kamu kenal?”

“Enggak, sih. Cuma barusan ketemu di perpus.”

“Serius? Kalian sudah kenalan dong?”

“Belum. Cuma baca buku semeja.”

“Semeja? Waw! Harusnya kamu ajak kenalan, Dit. Siapa tahu dia jomblo, kan kamu juga jomblo.”

“Ih, omong apa sih, Ren. Aku jomblo kan memang karena nggak mau pacaran. Kalau kamu mau ambil saja tuh cowok, syukur-syukur dia mau sama kamu,” sahut Dita pula.

Kedatangan siswa pindahan dari kota itu memang cukup menghebohkan. Para cewek kurang kerjaan berebut menarik simpatinya. Memang cowok itu tampan. Dari gayanya juga tajir. Pertama ketemu di perpus, Dita juga bisa menyimpulkan kalau anak baru itu cukup sopan.

Esoknya, begitu sampai di sekolahan, Reni mengabari Dita kalau ada pesan dari tata usaha, ada paketan untuk Dita yang dialamatkan ke sekolahan. Seperti biasa, siswa yang mendapat kiriman paket atau surat harus mengambilnya ke ruang tata usaha (TU).

Dita menuju ke ruang TU saat jam istirahat pertama. Begitu sampai di sana, ia menjumpai Pak Dwi yang berjaga.

“Dita, ambil paketan, ya?” Pak Dwi mengangsurkan bungkusan. Dita melihat nama pengirimnya.

“Alhamdulillah,” ucapnya lega.

“Itu pengirimnya penerbit buku, ya, Dit? Di sampul ada tulisan kontributor. Kamu ikut menulis di buku ini?” tanya Pak Dwi membuat Dita agak terkejut.

“Eh, iya, Pak. Saya iseng-iseng belajar nulis cerpen. Alhamdulillah ini bisa lolos ikut antologi cerpen kisah cinta anak sekolahan.”

“Nulis pengalamanmu sendiri, ya?” tuduh Pak Dwi sambil tersenyum.

“Ih, enggaklah, Pak. Ini hanya fiksi saja kok.”

Dita memang ingin menjadi penulis. Ia ingin bisa bikin cerpen bahkan novel seperti yang sering ia baca di perpustakaan sekolah. Dan ini pengalaman pertama ikut lomba antologi cerpen dan dibukukan. Setiap kontributor yang lolos seleksi akan mendapat kiriman buku hasil penerbitan. Di tangannya kini, buku itu sudah dipegang. Ingin rasanya lekas membuka bungkus paket tapi sungkan pada Pak Dwi.

“Selamat ya, saya ikut senang kalau ada siswa SMA kita yang suka menulis sepertimu.”

“Terima kasih, Pak.”

“Oh iya, paketan dari penerbit itu ada dua lho. Yang satu juga belum diambil pemiliknya. Tampaknya ada dua siswa yang menulis di buku yang sama.”

Pak Dwi meraih bungkusan lain di atas meja. Belum sempat Dita merespons, tiba-tiba ia dikejutkan seseorang yang sudah berdiri di sampingnya.

“Saya Ilham, Pak. Itu paket buat saya.”

“Kamu?” Dita spontan menoleh ke cowok yang barusan muncul.

“Iya. Kita sebuku di antologi cinta. Saat penyelenggara bilang ada alamat sama dengan sekolahanku, aku jadi penasaran dan sempat menjumpaimu di perpustakaan. Tapi kita belum sempat kenalan,” kata Ilham.

“Kamu suka nulis juga?” tanya Dita tak percaya.

Pak Dwi menyerahkan paket buku milik Ilham. “Kalian terlihat serasi lho,” katanya.

“Ih, apaan sih, Pak!” Dita menyahut cepat.

“Sebuku, Pak, bukan serasi,” Ilham meralat.

“Sebuku, serasi, sejoli juga bisa, kan? Hahaha.”

Pipi Dita memerah mendengar candaan Pak Dwi. Ilham tertawa lebar seolah itu kelucuan. Jujur, mendadak hati Dita berdebar.

***

Wakhid Syamsudin 

Sidowayah RT 001 RW 006 Ngreco Weru Sukoharjo.

Dimuat di tabloid Minggu Pagi edisi No.46 Th 73 Minggu IV Februari 2021

Telepon Cucu

Telepon Cucu


Ceritanya, Mbok Lady Cempluk yang tinggal seorang diri di rumahnya di Weru, Sukoharjo, sedang kangen Tom Gembus. Gembus adalah anak semata wayangnya yang sudah berkeluarga dan merantau di luar Jawa.

Istri Gembus baru saja melahirkan cucu kedua Mbok Cempluk. Akibat pandemi Covid-19, Gembus belum sempat pulang sehingga simboknya itu sama sekali belum pernah bertemu si cucu.

Sebenarnya Gembus pernah membelikan gawai jadul yang hanya bisa untuk telepon dan SMS. Sayangnya, lebih sebulan ini gawai itu mati total. Suatu hari, Mbok Cempluk membawa gawai mati itu ke konter Jon Koplo untuk diperbaiki.

“HP-nya ditinggal dulu, ya, Mbok. Masih banyak antrian servisan ini,” kata Koplo.

Ya, wis, ora apa-apa ditinggal, Le. Sudah mati lama itu, semoga saja bisa nyala lagi. Wis kangen sama anak-cucu,” kata Mbok Cempluk memelas.

“Kalau begitu biar saya teleponkan Mas Gembus, Mbok. Pakai HP saya, bisa video call, jenengan bisa melihat langsung wajah mereka.”

Koplo menghubungi nomor Gembus melalui panggilan video Whatsapp. “Mas Gembus, ini Mbok Cempluk kangen minta ditelponkan,” kata Koplo kepada Gembus lewat video call.

Koplo mengarahkan Mbok Cempluk untuk mengobrol di dalam rumahnya yang menempel konter. Dengan wajah semringah, Mbok Cempluk masuk sambil memandangi layar Android milik Koplo yang menayangkan wajah Gembus. Koplo kembali ke  konter.

Mbok Cempluk juga senang bisa melihat langsung wajah cucunya yang baru berumur beberapa bulan itu. Mbok Cempluk saking gembiranya ngudang cucunya sambil nyanyi-nyanyi. Nyanyiannya tak cukup satu-dua lagu. Koplo sampai geleng-geleng.



Saat itulah Genduk Nicole datang membeli kuota. Koplo segera melayaninya. Nicole celingukan mendengar ada orang nyanyi-nyanyi tak karuan. “Itu bukannya suara Mbok Cempluk, Mas?”

“Iya, Nic.”

“Ya Allah, Mas. Sudah stres atau gimana itu?”

“Hus! Sembarangan saja kalau ngomong,” sergah Koplo.

“Lha itu nyanyi-nyanyi sendiri gitu?” kata Nicole lagi.

“Itu lagi video call sama cucunya. Lagi ngudang putu. Kamu ini sukanya buruk sangka.”

Hihihi. Oalah, begitu ta, Mas. Kirain Mbok Cempluk stres gara-gara anaknya lama enggak pulang. Lha wong nyanyinya enggak karuan begitu,” kata Nicole cekikikan.

Pengirim: Wakhid Syamsudin
Weru, Sukoharjo

Dimuat di harian Solopos edisi 22 Februari 2021

Kiat Menumbuhkan Minat Baca Anak

Kiat Menumbuhkan Minat Baca Anak


Para orang tua semestinya berusaha menumbuhkan minat baca anak. Membiasakan membaca sejak dini akan sangat berpengaruh bagi mereka sebagai generasi penerus yang kelak akan semakin banyak mendapati tantangan kehidupan lebih beragam.

Membaca menurut Wikipedia, merupakan kegiatan melihat tulisan bacaan dan proses memahami isi dengan bersuara atau dalam hati (Ade Husnul Khotimah, Dadan Djuanda, Dadang Kurnia (2016). "Keterampilan Membaca Cepat Dalam Menemukan Gagasan Utama". Jurnal Pena Ilmiah. 1 (1): 342. ISSN 2540-9174.). Melalui membaca, anak-anak akan terbiasa menemukan kosakata baru. Ini menjadi cara efektif membuat otak agar lebih berkembang karena dirangsang untuk memperkaya bahasa mereka.

Membaca memberi dukungan peningkatan potensi belajar anak. Kebiasaan positif yang harus dibentuk sejak dini ini akan melatih anak berpikir logis dan menggerakkan kecerdasan mereka. Orang tua mana yang tidak ingin memiliki anak yang cerdas?

Berikut beberapa cara yang bisa dipraktikkan orang tua sebagai kiat menumbuhkan minat baca anak:

  • Akrabkan dengan Buku


Omong kosong kita bisa menumbuhkan minat baca anak tanpa menyediakan buku bagi mereka. Anak harus terbiasa dekat dengan bahan bacaan yang mudah mereka jangkau. Sediakan majalah, koran, komik, dan buku yang secara umum disukai anak. Tempatkan rak buku di rumah, dekat tempat mereka bermain, sehingga kapan saja mereka tertarik bisa langsung membacanya.


Orang tua sebaiknya juga sesekali mengajak anak ke toko buku agar mereka bisa leluasa memilih sendiri buku yang disukai. Bisa juga mengajak ke perpustakaan untuk membaca di sana atau meminjam buku koleksi perpustakaan sebagai bahan bacaan di rumah.

Saat anak ulang tahun, mendapat peringkat kelas, atau memenangkan lomba apa saja, berikan hadiah berupa buku. Semakin akrab mereka dengan buku, maka semakin terbuka lebar minat mereka membaca.

  • Berikan Contoh Kebiasaan Membaca


Hal yang kadang diabaikan orang tua adalah memberikan contoh kebiasaan baik. Orang tua yang hanya memerintahkan anak begini-begitu tanpa memberikan contoh, justru hanya akan menjadikan anak tidak suka.

Luangkan waktu kita sebagai orang tua untuk duduk membaca di dekat anak-anak. Boleh sesekali kita secara spontan merespon apa yang kita baca. Kita tertawa saat ada adegan lucu dalam novel yang kita baca, kita mengangguk-anggukkan kepala saat ada bacaan yang bagus dan sangat cocok dengan kita. Anak yang melihat keasyikan membaca cenderung penasaran dengan aktivitas tersebut.

Jangan lupa, anak-anak adalah peniru. Mereka akan menyontoh apa yang mereka lihat. Orang tua bahkan tak perlu menyuruh anak begini-begitu, cukup memberikan contoh, maka anak akan turut berbuat serupa. Tak ada alasan lagi bagi kita untuk tidak memberikan contoh kebiasaan membaca.

  • Beri Reward Saat Menamatkan Baca


Saat anak sudah berminat pada bacaan, arahkan agar mereka menyelesaikan sampai halaman terakhir. Menuntaskan satu buku atau komik adalah sebuah prestasi. Jangan pelit memberikan pujian dan reward bagi anak.

Ketika kiat menumbuhkan minat baca sudah menunjukkan hasil, maka harus bisa menjaga agar minat membaca itu menjadi kebiasaan. Orang tua harus bisa mendorong agar anak selalu meningkatkan daya baca. Syukur bisa menargetkan mereka baca beberapa buku dalam kurun waktu tertentu sesuai kemampuan dan kesediaan mereka secara sukarela dan ceria.

Semoga kiat menumbuhkan minat baca anak di atas bisa bermanfaat. Semoga anak-anak kita menjadikan membaca sebagai kebutuhan, sehingga banyak memperoleh pengetahuan berguna untuk meningkatkan kapasitas berpikir mereka. Semakin bagus cara berpikir semakin cerdaslah mereka.