√ Spanduk Corona - Coretan Basayev

Spanduk Corona


Jon Koplo berkunjung ke rumah Tom Gembus, temannya yang tinggal di daerah Weru, Sukoharjo. Cukup lama ia tidak main ke sana karena pandemi Covid-19 yang membuatnya bersabar tidak keluar rumah.

Bahkan Lebaran tahun ini dia urungkan niat silaturahmi ke rumah Tom Gembus, meski tempat tinggal mereka berada di satu kabupaten.

Jon Koplo datang dengan tetap mematuhi protokol kesehatan, yakni menggunakan masker. Di depan rumah Gembus juga ada padasan air dan sabun yang disediakan untuk cuci tangan. Gembus menyambutnya sambil bercanda boleh apa tidak bersalaman. Lama tidak bersua, Koplo merasa tidak afdal jika tidak salaman.


Keduanya mengobrol di ruang tamu, sambil menikmati teh hangat bikinan Lady Cempluk, istri Gembus. Tak berselang lama, terdengar suara azan zuhur dari masjid. “Sudah azan, yuk kita berjemaah ke masjid dulu,” ajak Gembus yang memang rajin ke masjid.

Mendengar ajakan itu, Jon Koplo agak segan. Koplo sadar sedang berada jauh dari rumah dan pikir-pikir untuk masuk ke tempat umum di tengah pandemi. Cempluk lekas berkata, “Saya ambilkan sajadah dulu. Jemaah di masjid sini diharuskan pakai masker dan bawa sajadah dari rumah, Mas Koplo.”

Mendadak Koplo baru ingat saat lewat perempatan masjid tadi ada spanduk bertulis “Selama masa pandemi Covid-19 masjid ini hanya untuk berjamaah warga sekitar saja”. Lekas dia berkata kepada Gembus, “Bukannya masjid sini tidak boleh untuk orang luar, Mbus? Tadi aku baca spanduknya.”

“Ah, itu spanduk dari sejak awal corona, Plo. Sekarang kan sudah new normal, sudah boleh buat siapa saja, asalkan tetap pakai masker,” kata Gembus mematahkan alasan temannya.

Koplo tak menolak lagi. Diikutinya Gembus yang berwudu di padasan depan rumah.. Lady Cempluk sudah menyiapkan dua sajadah untuk suami dan temannya itu. Tak berapa lama kemudian kedua sohib karib itu berjalan kaki ke masjid yang jaraknya memang dekat.


Saat sampai perempatan, Koplo bermaksud menunjuk spanduk yang tadi dilihatnya. Ternyata spanduk itu jatuh karena talinya terlepas. Mungkin ada angin yang meniupnya hingga tali rafia yang mengikatnya putus dan spanduk itu nglumbruk di tepi jalan. “Lho, spanduknya putus, Mbus,” ujar Koplo.

Gembus baru menyadarinya. “Wealah, iya. Ini pasti gara-gara kehadiranmu, Plo. Spanduknya jatuh. Berarti aturannya tidak dilanggar. Kan sudah tidak ada larangan untuk orang luar. Hahaha,” canda Gembus.

“Kok bisa begitu ya, Mbus? Ada-ada saja kamu tuh.” Keduanya tertawa bersama sambil meneruskan jalan ke masjid.

Pengirim: Wakhid Syamsudin
Weru, Sukoharjo


Dimuat di Harian Umum Solopos edisi 28 Juli 2020.

Get notifications from this blog

Jangan lupa beri komentar, ya... Semoga jadi ajang silaturahim kita.