√ Ramadan yang Berbeda - Coretan Basayev

Ramadan yang Berbeda


Kak Haikal dan Dik Rara, mari kita bersyukur atas nikmat Allah Swt yang dilimpahkan sebegitu besar dan cuma-cuma. Tahun ini, kita bisa berjumpa dengan bulan suci penuh magfirah, Ramadan. Marhaban ya, Ramadan. Kami bersuka cita menyambutmu.

Jauh hari, PP Muhammadiyah sudah memutuskan awal Ramadan jatuh pada hari Jumat, 24 April 2020. Sebagaimana biasa, Muhammadiyah menggunakan metode hisab untuk menentukan tanggal 1 Ramadan. Sementara pemerintah Indonesia yang menggunakan metode rukyat, yakni dengan meneropong posisi bulan secara langsung, juga menetapkan waktu yang sama untuk awal Ramadan tahun ini.

Kak Haikal dan Dik Rara, perbedaan awal Ramadan kadang terjadi antara metode hisab dan rukyat. Intinya, penanggalan Hijriah itu didasarkan atas peredaran bulan mengelilingi bumi. Setiap bulan baru diawali dengan munculnya hilal atau bulan sabit muda pertama di kaki langit saat terbenamnya matahari waktu magrib.

Bulan mengitari bumi butuh waktu selama 29,531 hari atau hampir 29,5 hari, maka ada kemungkinan hitungan sebulan itu 29 atau 30 hari. Jadi pada hari ke-29 saat matahari terbenam, jika dilihat munculnya bulan sabit muda maka dipastikan masuk tanggal 1. Jika tidak terlihat, maka jumlah hari digenapkan menjadi 30 dalam bulan itu.

Sementara untuk metode hisab adalah menghitung pergerakan posisi hilal di akhir bulan untuk menentukan awal bulan oleh ahli falak (astronomi). Metode ini dipandang cukup dan punya akurasi yang presisi, maka banyak ulama kontemporer menggunakannya.

Metode hisab menggunakan pendekatan rasional dengan melihat pola, membacanya, lalu menyusun prediksi. Semua pakai rumus. Itu mungkin sedikit penjelasan yang bisa kalian pahami. Kelak kalian akan harus lebih pintar dalam memaknai setiap perbedaan pendapat dan metode dalam hal apapun, insya Allah.

Kak Haikal dan Dik Rara, malam Jumat sudah masuk 1 Ramadan yang berarti kita sudah bisa salat Tarawih. Tapi ada yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Malam pertama Ramadan kita melaksanakan Tarawih di rumah, berjamaah. Ayah jadi imam, dengan makmum yang ikut adalah Bunda, Mbah Uti, Lek Nur, dan Kak Haikal. Dik Rara tidak ikut karena sudah bobok duluan.

Sedih ya, kita harus jamaah di rumah, sebagaimana salat 5 waktu yang belakangan ini tidak kita dirikan di masjid.

Kak Haikal tahu, kan, semua ini harus kita jalani di rumah karena adanya pandemi virus corona yang mengancam seluruh dunia termasuk Indonesia tercinta. Salah satu cara memutus penularan virus yang mematikan itu adalah dengan beraktivitas di rumah, untuk menghindari berkumpul orang banyak yang dikhawatirkan jika ada satu orang terinfeksi virus tersebut maka akan menularkan kepada orang yang ada kontak fisik dengannya.

Kak Haikal sudah lebih dari sebulan belajar di rumah, sekolah libur diganti tugas-tugas dari Bu Guru yang diberikan melalui aplikasi perpesanan WhatsApp. Itu salah satu upaya yang dilakukan pemerintah agar masyarakat terhindar dari bahaya corona.

Kak Haikal tampak mengantuk saat salat Tarawih, tapi tetap bertahan sampai rakaat terakhir Witir. Begitu usai salam, Kakak sudah terkapar di atas sajadah.

Marhaban Ramadan, maafkan kami menyambutmu tak seperti biasanya. Bukan kami tak cinta, tapi keadaan jua yang mengharuskan seperti ini. Yakinlah, tak akan bisa situasi ini mengurangi kesucian hari-hari bersamamu.
 


#Ramadan1441H
#RamadanDiTengahCorona

Get notifications from this blog

Jangan lupa beri komentar, ya... Semoga jadi ajang silaturahim kita.