√ Oleh-Oleh UWRF Cak Heru - Coretan Basayev

Oleh-Oleh UWRF Cak Heru


Turut bangga atas keberhasilan Cak Heru Widayanto alias Heru Sang Amurwabhumi, salah seorang senior saya di Komunitas One Day One Post (ODOP), yang lolos ajang bergengsi UWRF 2019. UWRF (Ubud Writers and Readers Festival) adalah salah satu dari lima festival sastra terbaik di dunia sebagaimana telah diakui oleh Telegraph UK. Tolok ukurnya sederhana, UWRF bisa mendatangkan 200 penulis dari 32 negara dalam satu forum belajar di Ubud, Bali, Indonesia.

"Ada dua poin penting yang bisa aku garis bawahi selama 6 hari nimbrung di UWRF," kata Cak Heru saat ditodong cerita di grup WhatsApp Sanggar Baca Caraka. "Pertama, diskusi tentang wajah sastra di era milenial. Kedua, peran kita sebagai pegiat literasi bagi kehidupan masyarakat."

Cak Heru sangat bersyukur bisa lolos setelah 2 kali gagal di UWRF, akhirnya kesampaian juga cita-cita itu. Ia ngin mengangkat nama kota kelahiran dan komunitas (ODOP, NAC) di ajang spektakuler tersebut, selain tentu saja untuk menimba ilmu dari para penulis papan atas.

"Setiap tahun mereka melakukan seleksi penulis emerging. Tahun 2019 adalah rekor naskah masuk. Tercatat ada 1250 naskah yang harus dikuratori dewan juri," kisahnya penuh semangat. "Uniknya, 4 dari 5 penulis pendatang baru yang lolos ke UWRF tahun ini sama-sama mengangkat tema karifan lokal, budaya dan sejarah."

Cak Heru menyampaikan hal yang membuatnya angkat topi untuk penyelenggara, UWRF berhasil menggerakkan perekonomian masyarakat Ubud selama festival berlangsung. Semua sopir taksi dan ojek mereka beli. Warung makan, penginapan, seniman pertunjukan, semua ikut kecipratan rezeki. Kehadiran 200 penulis dari berbagai belahan bumi, ditambah peserta umum berbayar, benar-benar menghidupkan segala usaha mikro di sana. Padahal Ubud bukan kota terbesar di Bali. Bukan destinasi wisata unggulan pula. "Selama 6 hari, kita gratis menggunakan jasa mereka," katanya takjub.

Cak Heru melanjutkan, "Padahal pula, penyelenggara event ini bukan instansi pemerintah, tapi pihak swasta. Yayasan Mudra Swari Saraswati. Foundernya orang Australia, Janet Denefee. Si Nyonya ini pemilik sebuah hotel terbesar di Ubud. Juga beberapa resto western di Bali. Ada sih donatur dalam negeri, Bekraf dan Kemenbudpar. Tapi dalam seremonial pembukaan sempat disentil panitia bahwa sponsorship dari mereka untuk membiayai satu undangan saja masih minus."

UWRF terlaksana dengan sukses, di antaranya adalah kegiatan bedah buku, launching buku, piknik puisi, workshop, live music, nonton bareng film, makan, dan diskusi-diskusi. Pematerinya adalah para penulis dari berbagai negara. Banyak ilmu didapat, seperti materi tentang menggali ide, konflik, ending, dan sebagainya.

"Literasi bukan sekadar nulis dan menerbitkan karya. Ada tanggung jawab moral kita untuk masyarakat. Minimal untuk orang-orang di sekitar kita," kata Cak Heru mengingatkan. "Kegiatan kecil seperti pengenalan baca tulis kepada anak-anak sekitar rumah kita, adalah salah satu wujud tanggung jawab moral itu."

Cak Heru juga menyebut keberadaan kita sebagai pegiat literasi, harus bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat. Ada kegiatan nyata yang kita lakukan untuk mereka. "Kami bersama para penulis berbagai negara juga melakukan road show dari satu sekolah ke sekolah lain," kisahnya.

Cak Heru juga bercerita, saking bergensinya event ini, dalam sebuah obrolan tak resmi saat rokokan dengan Pak Iwan Juniarta (Manager Program UWRF), konon para penulis papan atas nasional pun mengincar diundang sebagai pemateri. Bahkan, tentang siapa yang harus diundang pun, menjadi polemik. "Banyak lobi ke penyelenggara," selorohnya.

Menurut Cak Heru, event ini bisa berjalan dengan rapi dan sukses tak lepas dari kesiapan panitia. "Panitia inti sekitar dua puluh mungkin. Volunteer-nya ratusan," lanjutnya. "Masyarakat sekitar pun didapuk sebagai volunteer di rumah masing-masing. Begitu malihat ID card kita, mereka siap melayani."

Menjadi volunteer saja sudah prestise. Syaratnya harus bisa berbahasa Inggris aktif. UWRF juga menggandeng Komunitas Cinta Bahasa untuk menjadi interpreter. "Merekalah yang berperan aktif menginterpretasikan semua ide dan gagasan kami sebagai emerging writers dalam setiap sesi diskusi. Intinya, bisa lolos ke UWRF itu membahagiakan deh," kenangnya bangga. "Bukan sekadar ilmu, kehadiran kita juga dihargai secara materi."

Cak Heru lantas menyampaikan satu tips, "UWRF itu didanai dan diselenggarakan oleh sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang pemerhati dan pelestari kearifan lokal, seni, budaya dan sejarah. Tembaklah mereka dengan naskah yang mengangkat hal itu!"

Cak Heru juga mengingatkan agar jangan mencoba mengirimkan naskah dadakan. Artinya naskah yang baru jadi. Persiapkan naskah jauh hari sebelum deadline. "Aku butuh waktu 2 tahun untuk editing naskah yang sama," kenangnya.

Tahun ini 4 cerpen dan 1 puisi yang lolos seleksi bersama Cak Heru. Tidak ada bahan buku seperti tahun sebelumnya. Yang unik itu Mbak Lita, juara UWRF asal Malang. Dia mengangkat kearifan lokal Sumbawa. Uda Ilham yang anak Padang mengangkat budaya Minang pada puisinya. Mbak Nuril anak Jember, nembak dari budaya Madura. Satu-satunya jawara UWRF yang bergenre chrime adalah Mbak Chandra, mahasiswi pasca sarjana UI.

Cak Heru mengutip sebuah hasil diskusi dari UWRF: "Jika kita terpasung pada teori dan gaya menulis yang selama ini sudah berkembang, maka sastra akan jalan di tempat. Sebagai pendatang baru, mari kita lalukan sesuatu, ide, gagasan dan kreativitas untuk mewarnai sastra di era milenial!"

Sebagai penutup, Cak Heru menyampaikan bahwa ada amanah dari para penulis yang hadir di sana, juga UWRF, bahwa event sastra seperti itu harus kita tularkan di kota masing-masing.

Demikian obrolan dengan Cak Heru, semoga bisa menyuntikkan semangat bagi kita semua untuk memajukan literasi. Terima kasih sharing-nya, Cak! Sukses selalu, ya!

Get notifications from this blog

14 komentar

  1. Luar biasa, Cak Heru.Terima kasih, sharing nya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pak Parto juga selalu menyemangati kami yang muda, dengan karya-karya luar biasa.

      Hapus
  2. "Literasi bukan sekadar nulis dan menerbitkan karya. Ada tanggung jawab moral kita untuk masyarakat. Minimal untuk orang-orang di sekitar kita," kata Cak Heru mengingatkan.
    Sangat setuju dengan cak Heru, terimakasih sdh menceritakan kembali pengalaman cak Heru di uwrf ya mas wakhid 👍

    BalasHapus
  3. Udah capek bilang 'kereeen' tapi bingung mau bilang apa lagi? 😂

    BalasHapus
  4. Super keren... terima kasih Cak Heru untuk obrolan berfaedahnya, dan terima kasih untuk Pak Ketu sudah merangkum semuanya secara runut dan mudah dipahami. Kalian keren banget. 👍

    BalasHapus
  5. Kereeen abis....bisa jadi inspirasi

    BalasHapus
  6. Speechless.. inspiratif banget!

    BalasHapus

Jangan lupa beri komentar, ya... Semoga jadi ajang silaturahim kita.