√ Mengulik Sejarah Bank Indonesia yang Didirikan dengan Modal Rp350 Ribu - Coretan Basayev

Mengulik Sejarah Bank Indonesia yang Didirikan dengan Modal Rp350 Ribu


Pemerintah Indonesia pernah berusaha untuk menciptakan mata uang yang sah, pada zaman penjajahan Belanda. Terlebih, pada zaman tersebut, Belanda telah memasung rakyat Indonesia untuk berkembang, khususnya di bidang ekonomi. Bahkan, ketika Indonesia dijajah oleh dua negara, yakni Jepang dan Belanda, Indonesia jadi memiliki tiga mata uang yang berlaku dalam waktu bersamaan, dari sinilah sejarah Bank Indonesia dimulai.

Sehingga kebutuhan akan adanya mata uang yang sah di Indonesia, membuat Tanah Air saat itu perlu untuk membangun bank sentral atau sirkulasi. Selain itu, adanya lembaga keuangan tersebut juga sangat akan dibutuhkan, untuk menentukan kebijakan moneter di suatu negara.

Bank Sentral Pertama di Indonesia adalah De Javasche Bank (DJB) milik Belanda

Namun, bank setral yang ada pertama kali di Indonesia bukanlah milik pribumi, melainkan milik Belanda yang dinamakan De Javasche Bank (DJB) pada 24 Januari 1828, yang terletak di Batavia (Jakarta pada saat ini). Namun, setelah Indonesia mulai merdeka dari penjajahan Jepang, pemerintah Indonesia akhirnya mensahkan bank sentral lain yakni Bank Negeri Indonesia (BNI), dengan modal Rp 350 ribu.

Namun, berdirinya BNI ternyata sangat dibatasi, karena BNI tidak mendapat pengakuan dunia sebagai bank sentral yang sah. Namun, tidak sampai di situ perjuangan Indonesia.

Seperti yang kita tahu, Indonesia memang negara yang kaya, sehingga negara lain menjajah Tanah Air. Belanda yang telah membangun bank Indonesia pertama, De Javasche Bank (DJB), kemudian lahir kembali banyak bank seperti De Bank Courant en Bank van leening pada 1752. 

De Javasche Bank (DJB) belum berperan utuh untuk kepentingan nasional

Meski bank De Javasche Bank (DJB) diakui sebagai bank sirkulasi atau sentral negara, namun kepemilikan masih berada di tangan Belanda, bahkan sama sekali belum disesuaikan dengan kepentingan nasional.

Namun, De Javasche Bank (DJB) memang sangat berperan untuk memonopoli perdagangan hasil bumi Indonesia ke luar. Bahkan De Javasche Bank (DJB) juga memegang mandat sebagai pencetak mata uang Indonesia, meski saat itu bukan dalam bentuk rupiah.

De Javasche Bank (DJB) mencetak uang di Indonesia
De Javasche Bank (DJB), juga pernah mencetak mata uang sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia sebanyak 120.000 dengan pecahan, 1.000, 500, 300, 200, 50, dan 25.

Jepang datang kembali untuk menggoyahkan perekonomian Indonesia dari Belanda

Tidak hanya di Batavia (sekarang Jakarta), De Javasche Bank (DJB) juga membuka cabang di dua kota besar lainnya yakni Semarang dan Surabaya. Tidak sampai di sini, setelah Belanda menduduki kekuasaan di Indonesia, Jepang kembali hadir untuk menggoyahkan dan melikuidasi bank-bank yang dibuat Belanda di Indonesia.

Akan tetapi presiden De Javasche Bank (DJB), sudah lebih dulu mengamankan seluruh cadangan emasnya ke negara Afrika Selatan dan Australia. Dan pada April 1945, Jepang bertekad akan terus ingin menguasai bank-bank di Indonesia. Bahkan sampai mendirikan bank sirkulasi sendiri di Pulau Jawa untuk mengamankan asetnya, bernama Nanpo Kaihatsu Ginko. Namun akhirnya bank tersebut dibubarkan saat sekutu menyerang Jepang di tahun 1945.

Selain De Javasche Bank (DJB), Nanpo Kaihatsu Ginko milik Jepang juga mencetak uang di Indonesia

Tidak hanya De Javasche Bank (DJB) yang telah mencetak mata uang sah, lembaga keuangan Jepang juga ikut mencetak mata uang sebagai alat pembayaran yang sah untuk pribumi. Maka tak heran, meski Indonesia telah merdeka pada 17 Agustus 1945, namun Indonesia saat itu masih memiliki tiga mata uang yang sah yaitu mata uang De Javasche Bank (DJB), Jepang dan milih pemerintah Hindia Belanda.

Meski sudah merdeka, Indonesia belum bebas soal perekonomian dunia

Meski sudah bebas dari penjajahan, namun Indonesia masih terhalang bangsa barat terkait keterbatasan untuk membangun ekonomi negara. Bahkan, Indonesia tidak memiliki sumber permodalan, pengaturan sirkulasi uang dan penentu kebijakan moneter. Sehingga pemerintah Indonesia akhirnya membuat dan menetapkan mata uang baru yaitu Orang Repoeblik Indonesia (ORI) .

Soekarno resmikan BNI sebagai bank sentral milik Indonesia

Bank yang saat itu berhak mencetak mata uang ORI ke seluruh penjuru negeri ialah BNI, yang kemudia diresmikan Soekarno pada 5 Juli 1946. Meski diresmikan pada 1946, namun izin BNI sudah ada sejak September 1945, dengan modal Rp350 ribu (uang jepang).

Dari mana modal tersebut didapat? Modal Rp350 ribu, didapatkan dari seorang dokter yang tertarik menceburkan diri ke dunia politik dan perekonomian Indonesia bernama Margono, kemudian beliau diangkat sebagai Presiden Direktur BNI pertama.

Namun, karena De Javasche Bank (DJB) lebih memiliki pengalaman sebagai bank sirkulasi, membuat BNI sebagai bank sirkulasi milik Indonesia terhambat. Akhirnya bank-bank daerah memperoleh hak untuk mencetak mata uang sendiri.

Belanda ajukan konferensi untuk mengakhiri perang dengan Indonesia, namun De Javasche Bank (DJB) masih dipegang Belanda

Di sisi lain, ternyata Belanda menolak kemerdekaan Indonesia yang kemudian mengajukan konferensi di Den Haag pada 1949. Konferensi yang disebut Konferesi Meja Bundar itu akhirnya mengakhiri perang Indonesia dan Belanda.

Pada keputusan KMB, pemerintahaannya menjadi Republik Indonesia Serikat dan seluruh tugas bank sentral dijalankan De Javasche Bank (DJB). Tak berlangsung lama, Indonesia kembali memberontak dan memutuskan menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

De Javasche Bank (DJB) akhirnya dinasionalisasikan setelah adanya pemberontakan terhadap Indonesia serta membeli sahamnya

Selain itu, De Javasche Bank (DJB) pun akhirnya bisa dinasionalisasikan, dan presiden De Javasche Bank (DJB) yakni Dr. Houwink mengundurkan diri dan diganti oleh Sjafruddin Prawinegara.

Pada 19 Juni 1951, Panita Nasionalisasi De Javasche Bank (DJB) akhirnya dibentuk ulang sekaligus untuk menyusun rancangan UU bank sentral. Pemerintah Indonesia pun membeli saham De Javasche Bank (DJB), senilai 99,4% atau 8,9 juta Gulden guna ingin mengambil alih kepemilikan.

Dari situ pada 1 Juli 1953, serta telah melewati perjalanan yang sangat panjang, akhirnya rakyat Indonesia memiliki bank sentral yang sah bernama Bank Indonesia (BI) yang sudah diakui bank dunia. Dan di tahun ini, BI telah resmi berusia 66 tahun.

Bank Indonesia dan Fintech

Tidak hanya sebagai sentral bank, BI kini telah menghadirkan sarana atau proses pembiayaan kepada mayarakat berbentuk Fintech Office atau Financial Technology. Terlebih kini istilah fintech sudah sering terdengar pada emat tahun terakhir ini, karena pengelolaan keuangnya yang secara digital.

Apa tujuan dan alasan BI mendirikan Fintech Office? Informasi selengkapnya bisa Anda baca di link artikel berikut ini: https://www.cekaja.com/info/sejarah-bank-indonesia-dari-de-javasche-hingga-fintech/

Get notifications from this blog

Jangan lupa beri komentar, ya... Semoga jadi ajang silaturahim kita.