√ Rumah Kulon (2) - Coretan Basayev

Rumah Kulon (2)

Rumah Kulon
Bagian Dua

"Mamah cemburu?"

"Sama tetangga kegenitan itu? Wow... sorry, Pah. Nggak level!" Dita menyahut cepat.

Alfian tertawa. Tidak tahan juga menahan geli dengan sikap sang istri. "Syukurlah kalau begitu."

"Papah senang, ya? Hem... jangan-jangan Papah juga suka sama perempuan keganjenan itu!" Dita muntap.

"Mamah ini... Papah mana mungkin menyukai Mbak Irene. Wong dia juga sudah punya suami. Mamah jangan suka mikir aneh-aneh begitu...."

"Ya, siapa tahu. Kan dia sering ngirim makanan kemari, bisa saja memang ada apa-apa di antara kalian."

"Mamah! Mamah kok jadi ngelantur ke mana-mana. Mamah senang kalau Papah main-main sama perempuan lain? Jagalah kalau bicara, Mah. Itu bisa jadi doa." Alfian mulai terusik juga dengan kata-kata Dita.

"Mamah cuma nggak suka saja kalau tetangga kegenitan itu nganter makanan ke sini. Papah nggak lihat di pintu tadi, sih. Matanya jelalatan ke mana-mana nyariin Pak Alfian!" Dita malah semakin sengit saja.

"Terus Mamah berpikiran yang tidak-tidak?" Alfian menyahut.

"Gayanya bicara itu lho, Pah. Kalau nyebut nama Pak Alfian kayak perempuan lagi kasmaran saja. Tidak tahu malu. Di depan Mamah pula. Sinting!"

"Kasmaran sama Papah? Mustahil, Mamah. Mbak Irene sudah bersuami. Rumah tangga mereka baik-baik saja. Mamah aneh-aneh."

"Tapi kan sudah menikah lama dengan Mas Yoga, mereka belum punya anak."

Alfian memandang istrinya yang semakin ketus. "Maksud Mamah apa menyinggung-nyinggung mereka yang belum dikaruniai anak?"

"Ya... barangkali dia iri sama kita yang sudah bisa bikin anak. Kembar lagi!"

"Mamah! Sudah cukup. Dosa Mamah kalau otak penuh prasangka buruk begitu!" Alfian mulai naik nadanya.

"Mamah kan hanya menduga."

"Sekali lagi Papah ingetin, Mah. Jaga bicara. Apa saja yang diucapkan bisa jadi doa. Mamah nggak takut kalau mereka jadi seperti yang Mamah prasangkakan? Mamah nggak takut kalau Mbak Irene beneran menyukai Pak Alfian?"

Dita hampir menyahut lagi. Saat itulah Sovia dan Novia muncul setelah dari kamar kecil. "Pah, Mah... pada ribut apa, sih?" tanya Sovia penasaran.

"Berisik sekali tahu," tambah Novia.

"Tanya tuh papah kalian!" Dita menyahut.

Alfian lekas mendekati duo kembarnya. Tidak baik ribut di depan anak-anak. Alfian sebenarnya tidak suka saling bantah begitu dengan Dita. Tapi kadang istrinya itu memang menguji kesabarannya.

"Nggak penting, kok. Ayo, Papah antar ke kamar."

Sovia dan Novia menurut saja. Dita yang masih kesal hanya bersungut sendiri di kamar. Satu hal yang memang paling dia benci, yakni kalau ada yang macam-macam dengan suaminya. Apalagi itu, si Irene yang di matanya terlalu ganjen pada suami orang. Bagaimana kalau Pak Alfian sampai tergoda? Dita tidak bisa membayangkan betapa akan sakit hatinya.

Tapi apa semudah itu? Dita melihat Alfian begitu sayang pada anak-anak. Juga padanya. Alfian juga bukan lelaki yang suka macam-macam. Dia lelaki baik. Dita mendesah. Barangkali memang dia saja yang terlalu berpikir jelek.

Ia jadi teringat kata-kata suaminya barusan. Ucapan bisa jadi doa, maka harus berkata yang baik. Lalu... apa harus diam saja dengan semua ini? batin Dita kesal sendiri.

Untuk sesaat kemudian, Dita bisa mengendalikan kekesalan itu. Ia duduk di tepi ranjang. Napasnya sudah mulai tenang. Dan tidak lama kemudian muncul Alfian masih dengan wajah kesalnya tadi.

"Sudah pada tidur, Pah?" Dita mencoba bertanya.

Alfian menggeleng. "Belum. Tapi sudah di kamar mereka, kok. Biarkan saja nanti juga pada tidur sendiri."

Dita tidak menyahut lagi. Alfian ikut duduk di tepi ranjang. "Papah makan dulu saja mie godok itu. Mumpung belum dingin."

Alfian menggeleng.

"Kenapa?" Dita bertanya.

"Nggak selera."

Dita tersenyum kecut. Ia bangkit mendekati meja. Mengambil mangkuk itu, mengangkatnya ke dekat sang suami.

Alfian melihat saja istri tercintanya itu kembali duduk di sampingnya. Ia menyendok mie godok. Memastikan sudah tidak panas, lalu mengarahkan sendok itu ke mulut Alfian. Alfian sempat terkejut dengan perubahan sikap sang istri.

"Ayo... buka mulut, Pah. Nggak mau Mamah suapin?"

Sendok sudah di depan bibir, refleks saja Alfian membuka mulut. Suapan mie godok masuk ke mulutnya. Dita tersenyum manis sekali.

BERSAMBUNG

Get notifications from this blog

5 komentar

Jangan lupa beri komentar, ya... Semoga jadi ajang silaturahim kita.