√ Kecelakaan (12) - Coretan Basayev

Kecelakaan (12)



KECELAKAAN 
Suden Basayev
Cerita Bersambung bagian 12


"Kalian tinggal bertiga di rumah ini?" tanyaku pada Safina.

Gadis kecil itu mengangguk. Aku bertanya lagi dengan hati-hati sekali, "Orangtua kalian?"

"Kami yatim sejak kecil, Kak," jawab Safina tanpa gurat kesedihan.

"Maaf," kataku segera, takut membuatnya bersedih.

"Tidak apa-apa, Kak. Meski orangtua kami sudah tidak ada, kami bersyukur ada Haji Syaiha yang mengangkat kami menjadi salah satu anak asuh beliau. Urusan sekolah beliau yang menanggung. Mas Zen sudah lulus SMA, saat ini Mas Zen ikut belajar di pesantren milik Haji Syaiha sambil bantu-bantu di toko herbal beliau."

Aku mengangguk saja. Kulihat Nisa, Nining, dan Laras juga memilih diam. Mereka lebih suka mendengar Safina bercerita dari pada bertanya.

"Oh, iya, kira-kira masih lama nggak Mas Zen pulangnya, ya?"

"Saya juga kurang tahu. Coba SMS Mas Zen saja."

Aku menggeleng. "Tidak perlu. Kami hanya mau mengembalikan KTP kakakmu."

Lekas kuambil KTP Mas Zen dari tas yang kubawa. Kuangsurkan pada Safina.

"Kok KTP Mas Zen ada pada Kakak?" tanya Safina. "Kata Mas Zen KTP ditinggal di tempat orang yang ditabraknya. Eh, atau... jangan-jangan Kakak ini yang ditabrak Mas Zen? Benarkah? Mas Zen bilang yang ia tabrak usia SMA. Kakakkah?"

Aku mengangguk. "Iya."

"Kak, mohon dimaafkan, ya, Mas Zen tidak sengaja mencelakai Kakak. Kakak yang cedera apanya?"

"Tidak apa-apa, kok, Dik. Hanya tangan ini yang sedikit luka," jawabku sambil memperlihatkan tanganku yang diperban.

"Kasihan Kakak. Maafkan Mas Zen, ya, Kak."

Aku mengangguk segera. "Iya. Mas Zen tidak sengaja. Saya juga memahami keadaan Mas Zen yang ternyata sedang dikabari kamu mau dirujuk ke rumah sakit untuk dioperasi. Justru saya yang minta maaf telah memperlambat kepulangan kakakmu."

"Kakak tidak salah, kok. Semua kesalahan Mas Zen. Tidak seharusnya berkendara sambil menerima telepon."

Mas Suden, aku terharu dengan kedewasaan Safina ini. Ingin rasanya aku memeluk gadis kecil ini. Tapi kutahan, malulah. Kulihat Nisa, Nining, dan Laras juga terharu dan terdiam di tempatnya.

"Oh, iya, yang menabrak kamu bertanggung jawab apa tidak?" tanya Nining.

Safina tersenyum. "Kata Lek Feri yang menolong saya kemarin, penabrak saya sempat jatuh juga bersama motornya, tapi dia bisa berdiri dan melarikan diri dengan memacu motornya cepat sekali."

"Tabrak lari rupanya," desis Laras.

"Kasihan kamu, Dik," kataku agak terisak.

"Harusnya diadukan ke polisi biar dicari penabrak yang tidak tanggung jawab seperti itu," komentar Nisa geregetan.

"Susah dong, Nis. Mau melacaknya kemana?" sahut Laras.

"Sebenarnya ada barang dia yang terjatuh. Tapi sayang kami tidak bisa mencari petunjuk apa-apa dari barang itu," kata Safina sambil tersenyum.

"Ada barangnya yang terjatuh?" tanya Nisa.

Safina mengangguk. "Sebuah handphone, tapi tidak ada buku teleponnya. Tidak ada histori SMS atau pun panggilan keluar-masuk. Lebih-lebih kondisi handphone itu juga cukup parah."

"Jadi tidak ada petunjuk apapun yang bisa didapat?" tanya Nisa sedikit ikut kesal.

"Iya. Mas Zen menaruh handphone-nya di atas lemari kecil itu, Kak."

Kami menoleh ke lemari yang ditunjuk Safina. Nisa yang mendekati lemari kecil itu dan meraih handphone di atasnya. "Handphone jadul begini?"

Aku tersentak. Handphone yang dipegang Nisa itu... Nokia jadul dengan kondisi casing tidak rapat dan harus dikaret agar tidak buyar. Mas Suden..., aku sangat hafal dengan handphone itu! Mendadak lemaslah sekujur tubuhku.

Nisa membawa handphone itu mendekati kami. Lekas kuminta. Nisa membiarkan saja aku mengambil darinya. Lalu kutatap Safina dengan mata berkaca-kaca. Bibirku bergetar, "Dik, barang bukti ini saya pinjam, ya...."

Safina belum menjawab apa-apa. Aku tidak peduli lagi. Aku segera berdiri. "Nisa, Nining, Laras. Ayo pamitan."

Aku bergegas melangkah keluar. Ketiga sahabatku kebingungan. "Uky, kenapa kamu ini? Tadi kamu maksa diantar kesini. Ini belum ketemu Mas Zen kamu sudah buru-buru minta pulang. Ky... tunggu!" Nisa protes.

Sempat kudengar Laras mewakili pamitan ke Safina sebelum ketiganya mengejarku keluar. Aku menunggu di atas motor Laras dengan sangat tidak sabar.

Nisa dan Nining sudah mendekat, sementara Laras berpamitan ke Mbah Wiwid. Neneknya Safina itu menjawab permintaan pamit Laras dengan berkata, "Kalian mencari Zaini? Anak itu lagi ngaji di langgarnya Haji Syaiha."

Aku tidak peduli. Yang aku inginkan sekarang, segera terbang ke pasar kota menemui Bapak. Apapun yang terjadi, Bapak harus bertanggung jawab. Nokia jadul berkaret ini tidak bisa berdusta!

"Buruan, Laras!" panggilku tidak sabar.

"Iya, iya!"

"Langsung pulang ini?" tanya Nisa.

"Tidak, kita ke pasar kota, aku harus ketemu Bapak!" jawabku tegas. Ketiga sahabatku terlihat heran dengan sikapku. Bodo! Yang penting kedua motor kami lekas menderu meninggalkan rumah Mas Zen.

Aku pamit, Mas Suden. Mas Suden tidak usah ikut, ini urusanku dengan Bapak. Mas Suden pamitan saja sama pembaca. Aku pergi, Mas.

***

Pembaca yang budiman, Uky hanya bercerita sampai di sini kepada saya. Dia minta saya tuliskan cerita seputar kecelakaan yang menimpanya itu. Saya manut saja sambil menuliskan apa yang Uky ceritakan. Uky sendiri belum sempat membaca tulisan ini.

Kalau di pasar kota kalian melihat empat gadis usia SMA, satu berpakaian biasa dan yang tiga masih mengenakan seragam, sedang melabrak seorang juru parkir berambut jabrik. Itu Uky cs. Kalian bisa membantu saya meneruskan tulisan ini.

Demikian dari saya, mohon maaf dan terima kasih.

Suden Basayev


SEKIAN

Get notifications from this blog

12 komentar

  1. Yahh aku ditabrak nih di sini ceritanya, sama ayahnya mbak Uky lagi hihi πŸ˜‚ at least keren mas sudennnπŸ‘πŸ‘

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. Tante yg keren. Tante yg mastah. Saya mah apa atuh...

      Hapus
  3. Baca akhirnya aja udah keren gini kak, nanti saya coba baca dari awal

    Kayana kalo saya disuruh bikin cerbung gini udah nyerah duluan hheheh

    BalasHapus

Jangan lupa beri komentar, ya... Semoga jadi ajang silaturahim kita.