√ Kecelakaan (11) - Coretan Basayev

Kecelakaan (11)



KECELAKAAN
Suden Basayev
Cerita Bersambung bagian 11

"What? Ke rumah cowok yang nabrak kamu, Ky? Nggak banget. Aturan, kan, dia yang harus kemari. Lagi pula KTP ada di sini, masak kita yang harus kesana? Apa urusannya? Kalau dia memang beritikad baik, dia pasti kesini."

"Bener katamu, Nis," dukung Laras.

"Sepakat!" Nining akur.

"Kalian dengarkan aku dulu," kataku segera. "Tadi Mas Zen itu sudah datang kemari. Tapi Bapak marah-marah, Mas Zen mau dipukulinya."

"Apa?" kaget ketiganya.

"Untung ada Pakde Ikhtiar menyelamatkannya. Mas Zen disuruh pergi secepatnya."

"Segitunya bapakmu, Ky?"

"Iya, Ning, makanya aku jadi merasa tidak enak hati."

Ketiganya diam. "Bagaimana? Mau, ya...," bujukku.

Ketiganya saling pandang. "Pliisss," mohonku.

Syukurlah, Mas Suden, ketiga sahabatku menurut saja akhirnya. Berempat kami berangkat dengan mengendarai dua motor, motor Nisa ditinggal di rumahku. Aku membonceng Laras, Nisa diboncengkan Nining. Meluncur ke alamat yang tertera pada KTP Mas Zen.

Kami lewat jalan tembus dari Dukuh Candi menuju Langkap, Tawangsari, lalu menuju ke Bulu. Perjalanan lancar-lancar saja. Sesampai daerah Bulu, kami bertanya sampai tiga kali barulah sampai di alamat yang tertera pada KTP. Motor kami berhenti di depan sebuah rumah sederhana.

"Ini rumahnya, kayaknya," kata Nining.

"Menurut tukang sayur yang kita tanyai tadi memang di sini rumahnya. Ada pohon kelapa tiga berderet di samping rumah. Sesuai petunjuknya," simpulku.

Rumah terlihat sepi. Hanya ada seorang nenek duduk di sebuah kursi di serambi depan, di sisi pintu masuk yang terbuka. Kami lekas memarkir motor, turun dan mendekati pintu masuk.

"Assalamualaikum, Mbah," Laras mencoba mendekati nenek itu. Tapi rupanya si nenek sudah tidak bagus pendengarannya. Tapi wanita tua itu memandangi kedatangan kami.

"Kalian mencari Zaini? Anak itu lagi ngaji di langgarnya Haji Syaiha," suara nenek itu ditujukan pada kami.

"Em, iya, Mbah, kami mencari Mas Zen, Mas Zaini," jawab Laras.

Kami menunggu reaksi si nenek selanjutnya. Tapi beliau diam saja seolah tidak melihat kami. Kami saling pandang. "Mbah, Simbah," panggil Laras.

Beberapa saat kemudian si nenek kembali memandang kami. Dan beliau bicara, "Kalian mencari Zaini? Anak itu lagi ngaji di langgarnya Haji Syaiha."

"Oh... Mas Zen lagi ngaji, teman-teman," kata Nisa menyimpulkan.

"Terus? Gimana?" tanya Nining.

"Ya sudah, pamit saja, ya," usul Laras. Tanpa menunggu persetujuan kami, Laras segera berkata pada si nenek, "Ya, sudah, Mbah, kami pamit dulu."

Si nenek malah cuek. Baru beberapa saat kemudian memandangi kami lagi. Dan menjawab kata-kata Laras dengan, "Kalian mencari Zaini? Anak itu lagi ngaji di langgarnya Haji Syaiha."

Kami saling pandang. Mas Suden, merasa ada yang aneh nggak? Kayak ada yang tidak beres.

"Siapa, ya? Masuk saja ke dalam. Monggo, silakan...." Terdengar suara dari dalam rumah. Suara perempuan, kayaknya sih masih anak-anak.

Kembali kami saling pandang. Nenek itu sudah cuek lagi. "Masuk, yuk," ajakku.

Kami pun mengucap salam dan memasuki rumah itu. Si nenek tetap cuek duduk di luar.

Sebuah ruangan sederhana sekali, tanpa banyak perabot rumah yang berharga. Ada sebuah dipan yang ditiduri seseorang yang tadi memanggil kami.

"Kalian teman-temannya Mas Zen?" tanya orang yang berbaring itu. Kami mendekat. Rupanya seorang anak gadis usia SMP.

Gadis kecil itu memandang kami, "Maaf, saya disuruh berbaring saja dulu. Saya baru habis operasi tadi malam. Tulang bahu saya retak dan kaki kanan saya patah."

Kami saling pandang lagi. Gadis berkerudung itu mengenakan mengenakan babydoll panjang, tapi bagian kaki kanan memang terlihat dalam keadaan di-gipsum.

"Silakan duduk, tapi saya tidak bisa menyiapkan minum," katanya.

"Oh, tidak usah repot-repot," kata Nining segera.

Kami duduk di kursi berbahan plastik yang tersedia di depan dipan. "Adik ini kena musibah apa?" tanya Laras.

"Kecelakaan, Kak. Kemarin pagi."

Kami saling pandang. Rasa iba yang muncul tiba-tiba.

"Oh, iya, saya adiknya Mas Zen, nama saya Safina. Kemarin saat bersepeda hendak belanja di warung, saya ditabrak motor. Untung saya ditolong Lek Feri, seorang tetangga yang jualan sayur keliling, yang kebetulan melintas di jalan."

Kami diam. Seolah memilih mendengar adiknya Mas Zen itu bercerita. Gadis kecil bernama Safina itu melanjutkan cerita, "Lek Feri melihat keadaan saya yang ternyata parah lekas menelepon Mas Zen yang sedang mengantar pesanan herbal ke Cawas. Sambil menunggu Mas Zen, Lek Feri minta tolong warga membawa saya ke puskesmas."

"Terus?" Nisa nih.

"Ternyata saya harus dirujuk ke rumah sakit besar untuk operasi. Lek Feri lekas menelepon Mas Zen lagi, yang sedang perjalanan pulang."

"Terus?" Nisa lagi.

"Gara-gara mengangkat telepon sambil naik motor, nasib malang, Mas Zen malah menabrak pengendara motor lain. Mas Zen harus membawa korban ke puskesmas terdekat."

Aku tercekat mendengar kisah itu.

"Terlalu lama jika harus menunggu kedatangan Mas Zen, akhirnya saya dibawa ke rumah sakit khusus bedah di Solo. Semua biaya ditanggung Haji Syaiha, orangtua asuh saya."

Nisa hendak bertanya lanjutannya, tapi suaranya tertahan di tenggorokan.

"Mas Zen menyusul ke rumah sakit setelah selesai mengurusi orang yang ditabraknya."

Safina memandangi kami bergantian. "Maaf, saya malah curhat sama kakak-kakak. Kalian mencari Mas Zen? Kakakku itu sedang ke rumah orang yang ditabraknya untuk membicarakan penyelesaian kasus kecelakaan kemarin itu, biar tidak tertunda-tunda."

Aku tahu, Mas Zen ke rumah orang yang ditabraknya. Dan kamu tidak tahu, Safina, bagaimana perlakuan tidak pantas bapaknya orang yang dia tabrak, kepada kakakmu. Ada cairan bening mengambang di sudut mataku. Mas Suden, mengapa jadi begini?

"Tapi kenapa Simbah tadi bilang kalau Mas Zen sedang ngaji?" tanya Nisa tiba-tiba.

Safina tersenyum. "Maafkan Simbah Wiwid, nenek kami itu memang sudah pikun. Beliau ingatnya cuma Mas Zen pergi mengaji ke langgarnya Haji Syaiha. Maafkan, ya, kakak-kakak...."

_Bersambung_

Get notifications from this blog

3 komentar

  1. Haji Syaiha...Aamiin
    Mbah wiwid...tepok jidat
    Lek Feri..tukang sayuran...akhirnya lolos casting..

    Wah..nggak bisa nebak endingnya

    BalasHapus

Jangan lupa beri komentar, ya... Semoga jadi ajang silaturahim kita.