Coretan Basayev: 2016

Taruhan Ngaji


Ada-ada saja kejadian yang dialami Jon Koplo, warga Ngreco, Weru, Sukoharjo, di Bulan Puasa ini. Ketika itu, usai Salat Tarawih, Koplo sedang membaca Alquran di masjid dengan mikrofon.

Tengah-tengahnya mengaji, Mbah Cempluk tergopoh-gopoh datang ke masjid dan langsung masuk mendekatinya.

Jon Koplo sejenak berhenti mengaji, apalagi Mbah Cempluk langsung menyalaminya dan memperhatikan wajah Koplo seperti orang bingung.

"Enten napa, Mbah?" tanya Koplo.

"Tidak apa-apa, kok, lanjutkan saja ngaji-nya," jawab Mbah Cempluk masih dengan wajah bingung. Nenek ini lekas keluar masjid meninggalkan Koplo yang sempat bingung juga dengan sikap Mbah Cempluk.

Jon Koplo melanjutkan mengaji lagi.

Besoknya, saat hendak Tarawih ke masjid, Koplo bertemu Gendhuk Nicole, yang juga hendak ke masjid. "Pak Koplo, apa semalam Mbah Cempluk ke masjid manggihi panjenengan?" tanya Gendhuk Nicole.

"Iya, tapi kok simbahmu itu aneh, nyalami aku terus pergi lagi," kata Koplo, "Ada apa ta?"

Gendhuk Nicole malah cengengesan. "Wong sudah dibilangi yang ngaji Pak Koplo, eh Mbah Cempluk malah ngeyel katanya yang ngaji tadi malam itu Pak Tom Gembus. Malah Simbah nantang taruhan lima puluh ribu, saking ngeyel-nya."

Jon Koplo mengerutkan keningnya, Gendhuk Nicole makin semangat bercerita, "Nah, sebagai cucu yang baik saya turuti maunya simbah, akhirnya saya terima taruhan lima puluh ribunya. Mbah Cempluk nekat ke masjid membuktikan siapa yang ngaji."

Jon Koplo mulai ngeh, dia hanya bisa geleng-geleng kepala saat Gendhuk Nicole memamerkan selembar uang lima puluh ribuan. Ada-ada saja, simbah dan cucu itu, orang ngaji kok buat taruhan.

Wakhid Syamsudin
Sidowayah RT 01/06 Ngreco, Weru, Sukoharjo 57562

Dimuat di koran Solopos edisi Selasa Wage, 28 Juni 2016

Bensin Dibungkus


Saking semangatnya mencari nafkah untuk anak-istri, Jon Koplo yang baru saja membuka warung bakso di bilangan pabrik Sritek Sukoharjo, juga melengkapi dengan jualan bensin eceran dengan menempatkan botol-botol bensin di depan warungnya.

Suatu hari, setelah membuka warung dan menyiapkan segala sesuatunya, Jon Koplo menunggu pembeli. Tak berapa lama, datanglah Tom Gembus bersama istrinya, Lady Cempluk dengan berboncengan motor. Motor berhenti di depan warung bakso Jon Koplo.

"Alhamdulillah, pembeli pertama hari ini," batin Jon Koplo sambil membuka tutup dandang bakso, agar aroma kuahnya terbawa angin dan memanggil orang untuk jajan.

Tom Gembus sudah turun dari motor, juga istrinya. "Dua, Mas!" seru Gembus sambil melongok ke arah Jon Koplo.

"Siap, Pak!" jawab Koplo penuh semangat, segera memasukkan butiran bakso ke dandang yang mengepul sedap. Sementara Tom Gembus terlihat membuka jok motornya.

Tom Gembus dan Lady Cempluk tidak juga masuk ke warung, Jon Koplo segera bertanya, "Dua dibungkus, Pak?"

Tom Gembus yang kemudian menyadari ada yang tidak beres. Segera ia menyahut, "Ngapunten, Mas. Saya bukan mau beli bakso, tapi beli bensin."

Woalah! Mendadak Jon Koplo jadi malu sendiri. Ia segera menuju rak botol bensin. "Dua ya, Pak? Ngapunten nggih...."

Gembus hanya senyum-senyum, juga Lady Cempluk. Masa mau beli bensin dibungkus, Mas...

Wakhid Syamsudin
Sidowayah RT 001/ RW 006 Ngreco, Weru, Sukoharjo

Dimuat di harian Solopos edisi Kamis, 12 Mei 2016

Tenaga Muda



Beberapa waktu lalu, Jon Koplo dimintai tolong kakaknya, Tom Gembus, membantu membawakan palet, kayu bekas kemasan keramik yang dibeli di gudang toko keramik di daerah Sukoharjo.

Rencananya, palet itu digunakan untuk alas lesehan di warung makan milik Gembus di Weru.

Dengan menggunakan motor masing-masing hanya bisa muat dua buah palet. Setelah ditata di atas jok sedemikian rupa dengan tali rafi a, mereka bersiap membawa motor masing-masing. Koplo sempat bercanda melihat motor Gembus yang terlihat keberatan.

”Hati-hati, Mas Gembus, motor tuamu jangan sampai mogok di jalan, repot kalau harus menaikturunkan paletnya.”





”Tenang saja, Plo. Meski tua, motorku masih tenaga muda, hehe- heee…” jawab Gembus sambil tertawa.

Keduanya segera meluncur melewati jalan mulus dari Sukoharjo menuju Weru. Gembus tiba terlebih dahulu di warungnya. Lalu menurunkan palet bawaannya, pancen lumayan berat. Cukup lama tapi Jon Koplo belum terlihat muncul. Gembus mengambil henpun dari saku celananya, jebul ada beberapa SMS masuk dan panggilan tak terjawab dari Koplo.


Segera Gembus menelpon adiknya. ”Halo, suwe banget, sampai di mana? Aku sudah sampai dari tadi.”

”Mas, motorku mogok nih, di daerah Tawangsari. Bisa ke sini nggak, mau ke bengkel paletnya berat!” suara Koplo di seberang sana.

”Oalah… Malah motormu yang mogok, Plo? Makanya, jangan meremehkan motorku, biar motor tua tapi masih josss.”

Wakhid Syamsudin,
Sidowayah RT 01/06 Ngreco, Weru, Sukoharjo 57562
Dimuat di Solopos edisi 29 Maret 2016

Spasi Dua


Anak yang pintar sekolahnya kadang juga ada yang tidak tahu suatu hal yang sepele, seperti yang terjadi pada Gendhuk Nicole ini. ABG yang sekolah di salah satu SMP favorit di Tawangsari ini baru saja selesai mengikuti kegiatan wisata dan harus membuat karya tulis sebagai kelengkapan tugas sekolah.

Beberapa hari yang lalu, dia ke tempat rentalan untuk menyelesaikan karya tulis dan menge-print serta menjilidnya. Karena ada beberapa penjelasan yang belum lengkap maka ia minta tolong pada Jon Koplo, pemilik rentalan agar mencarikannya di Internet.

Tak lama kemudian, Gendhuk Nicole sibuk mengedit naskah hasil download-an Jon Koplo.

"Masih kurang apa lagi, Mbak?" tanya Koplo ketika dilihatnya Gendhuk Nicole masih serius mengedit naskahnya.

"Sebentar ya, Mas, lagi nambahi spasi. Yang sudah kukerjakan dari rumah sudah spasi dua semua kok. Tinggal tambahan yang ini," jawab Gendhuk Nicole tanpa mengalihkan pandangan dari layar komputer.

Koplo justru tidak ngeh dengan maksud Gendhuk, maka ia segera melihat ke layar komputer itu. "Lho! Kenapa kamu tambahi spasi seperti itu semua?"

"Syarat penulisan karya tulisnya harus spasi dua, Mas," jawabnya tanpa merasa ada yang janggal.

Saknalika Jon Koplo cekikikan merasakan ada yang lucu. "Woalah, kamu salah, Mbak. Spasi dua bukan dengan nambahi spasi di antara kata seperti itu..."

Usut punya usut, Gendhuk Nicole ternyata salah memahami spasi dua pada syarat penulisan, akhirnya Jon Koplo menjelaskan bahwa spasi dua adalah mengatur jarak antar baris yang dilakukan lewat pengaturan spasi, bukan menambahi spasi lagi pada jarak antar kata.

Gendhuk Nicole mulai paham dan merasa malu, ternyata hal sepele seperti itu dia tidak tahu. Terbayang betapa kemarin ia harus mengetik belasan halaman A4 dengan menambahi spasi tiap jarak kata. Ia pun senyum-senyum malu saat Jon Koplo mulai mengatur setting pada tulisannya.

Wakhid Syamsudin
Sidowayah RT 01/06 Ngreco, Weru, Sukoharjo 57562

Dimuat di harian Solopos edisi Rabu Wage, 20 Januari 2016