Coretan Basayev: Maret 2014

Lampu Merah


Jon Koplo senang sekali karena banyak hafal lagu yang diajarkan ibu gurunya di TK. Salah satu lagu kesukaannya adalah lagu Lampu Merah. “Lampu merah tanda berhenti, lampu kuning berhati-hati, lampu hijau boleh berjalan… dst,” begitu Koplo berdendang.

Sore hari, bocah warga Dukuh Candi, Ngreco, Weru, ini berangkat TPA di masjid. Saat itu, Tom Gembus yang mengajar ngaji mengajak para santrinya menghafal nama nabi dengan melantunkan lagu 25 Nabi.

“Bagus, dengan nyanyi gampang ta ngapalke nama nabi?” kata Tom Gembus. “Sekarang, siapa yang berani maju nyanyi sendiri?”

Saat itulah Jon Koplo mengacungkan jari. Gembus meminta Koplo maju di depan teman-temannya. Gembus kagum juga ternyata Koplo yang masih TK gampang menerima apa yang ia ajarkan.

“Satu, dua, tiga…!” Gembus memberi aba-aba agar Koplo segera menyanyi.

Koplo bernyanyi dan semua yang ada di masjid tertawa riuh. Gembus juga tak bisa menahan geli. Bagaimana tidak lucu, ternyata Koplo bukan menyanyikan lagu 25 Nabi, melainkan “Lampu merah tanda berhenti…!

Dengan perasaan tanpa dosa, Jon Koplo terus bernyanyi sampai selesai, tanpa peduli mengapa teman-temannya tertawa. Namanya juga anak-anak.

Dimuat di harian Solopos edisi 12 Maret 2014

COD Kadohan


Sekarang lagi ngetrend-ngetrend-nya jual-beli secara online lewat jejaring sosial. Jon Koplo tak mau ketinggalan. ia beberapa kali menawarkan barang dagangan lewat akun Facebooknya. Pembeli bisa menawar lewat Facebook juga. Kalau harganya sudah deal, Koplo dan pembelinya bisa ketemu untuk pembayaran dan penyerahan barang. Istilah kerennya COD (Cash on Delivery).

Kali ini, Jon Koplo menawarkan HP kesayangannya. “Yang minat bisa COD di Alun-alun Sukoharjo,” tulisnya di Facebook. Koplo aslinya Weru, tapi karena sering ke Sukoharjo maka dia menjadikan Alun-alun sebagai lokasi favoritnya untuk COD karena letak yang strategis.

Tak lama, akhirnya ada calon pembeli yang menawar HP-nya dan deal harga. Koplo berangkat ke Sukoharjo untuk ketemu.

Tom Gembus yang menjadi calon pembelinya belum juga datang. Koplo tetap menunggu sampai Gembus tiba di Alun-alun.

“Maaf, Mas, agak terlambat,” Gembus meminta maaf.

Nggak apa-apa. Memangnya rumah sampeyan di mana?” tanya Koplo.

Kula Tawangsari, Mas.”

Koplo terkejut. “Woalah, Mas. Jebul wong Tawangsari ta. Omahku Weru, Mas. Mending COD neng Tawangsari luwih cedhak. Tiwas janjian neng Alun-alun Sukoharjo.”

Gembus juga terkejut. “Woalah… jebule COD kadohan iki, Mas!”

Keduanya tertawa, menertawakan kebodohan sendiri. Salahnya nggak nanya alamat dulu.

Dimuat di harian Solopos 21 Desember 2013

Sire Meh Ngirit


Dampak kenaikan BBM adalah naiknya seluruh kebutuhan hidup. Hal itu juga yang dialami keluarga Lady Cempluk, seorang janda yang tinggal bersama anaknya, Jon Koplo, di dukuh Sidowayah, Ngreco, Weru, Sukoharjo. Suatu hari, untuk melakukan pengiritan, Cempluk berniat memasak menggunakan kayu bakar.

“Kalo tiap hari masak pakai majikom  kan pake setrum, jadi pajak listriknya mahal. Biar sedikit irit, aku masak pakai kayu bakar saja, gampang dapatnya!” kata Cempluk ngomong sendiri sambil menyalakan tungku.

Sementara itu, Jon Koplo yang semalam tidak tidur di rumah, saat pagi tiba, ia sampai di rumah. Ia melihat majikom ternyata kosong, tidak ada isinya. “Simbok belum masak, sebagai anak yang baik, aku akan membantu Simbok,” niatnya ikhlas. Lalu, Koplo mengambil beras, mencucinya dan lekas memasaknya di majikom.

Lady Cempluk yang nongol dari dapur melihat majikom menyala segera membuka dan menjumpai nasi setengah matang di dalamnya. Ia lekas berteriak memanggil anaknya, “Koplo, siapa yang menyuruh kamu masak nasi?”

Koplo datang tergopoh-gopoh. “Bantu Simbok, Simbok lupa belum masak, ta?”

Oalaah, Koplo… Koplo! Simbok mau ngirit masak pakai kayu, eeehhh malah kamu masak lagi pake mejikom! Ini pemborosan! Nggak tahu apa-apa mahal kamu ini!”

Koplo plonga-plongo diomeli ibunya. Wo, jebul, Simbok wis masak ta? Woalah…

Dimuat di harian Solopos edisi 20 Januari 2014

Keunikan Taaruf yang Mengesankan


Judul : Taaruf Lucu dan Berkesan
Penulis : Anas Rumahbaca, dkk
Penerbit : Elex Media (Quanta)
ISBN / EAN : 9786020208022 / 9786020208022
Tebal :  172 halaman
Berat : 185 gram
Dimensi : 210 mm x 140 mm
Tanggal terbit : Rabu, 27 Maret 2013
Harga: Rp 32.800

Taaruf adalah pilihan bagi orang yang ingin menikah tanpa diawali pacaran. Dalam proses perkenalan dengan calon yang diharapkan nantinya menjadi pasangan hidup, ternyata banyak sekali peristiwa unik, lucu dan sangat mengesankan dialami para pelaku taaruf. Dan keunikan itulah yang berhasil dibingkai dalam buku ini.

Ada 10 kisah seputar taaruf yang ditulis oleh 10 penulis dengan masing-masing karakter, gaya bercerita dan kesan yang berbeda-beda. Kesemuanya menjadi warna unik dalam buku ini.

Kisah pertama merupakan pengalaman seorang ustaz yang sangat grogi ketika mengisi kajian yang pesertanya mayoritas akhwat, yang mengantarnya pada sebuah proses taaruf tak terduga. Disusul kisah seorang perempuan yang menumpang bus Damri tiba-tiba didatangi lelaki mualaf yang mengajaknya taaruf dan tanpa basa-basi langsung menyodorkan map proposal nikah berisi biodata lengkap dengan surat sertifikat rumah dan mobil. Kemudian kisah taaruf ekspres di KRL Ekspres. Kisah lucu tentang gadis yang diminta saudaranya menemui calon suami yang mengajak taaruf di sebuah taman hanya berbekal ciri berkemeja biru, hingga ia salah sasaran 2 kali. Atau perkenalan yang diwarnai suara kentut dari salah satu pelaku taaruf gara-gara keasyikan menyantap makanan bersama. Dilanjutkan sebuah kisah taaruf yang hampir sampai di ujung khitbah ketika ketahuan salah satu pelaku taaruf berbohong soal umur. Kemudian kisah ikhwan yang mengikuti kajian dengan niat mencari jodoh.

Tak ketinggalan, ada akhwat yang taaruf dan menyampaikan syarat agar tidak dilarang menonton bola. Kemudian kisah gadis yang hampir menolak calon gara-gara rambut gondrong. Diakhiri kisah keikhlasan seorang akhwat dilangkahi adiknya menikah, hingga berbuah kebahagiaan di akhirnya.

Karena buku ini menyajikan kisah-kisah nyata yang terkadang ada sedikit berbau pacaran, maka diberi kesimpulan berupa rambu-rambu dalam bertaaruf yang benar dan sesuai syariat Islam.

Buku ini sangat menghibur dan bisa menjadi pembelajaran ringan bagi yang mau menjalani taaruf. Cukup lucu dan sangat mengesankan.

Alhamdulillah, Cerpen Keduaku di Majalah Ummi (Maret 2014)

Maret 2014 menjawab penantianku lebih dari sebulan belakangan ini. Ya... akhirnya penuh syukur kusambut juga kiriman lewat Pak Pos.

"Yah..., nih...," istriku menyodorkan majalah Ummi edisi Maret 2014 padaku. Pas aku baru sampai di rumah sepulang kerja.

Penantian bermula saat aku dapat SMS dari redaksi Ummi, 16 Januari 2014 lalu:

Ummi : "Assalamu'alaikum. Mhn konfirmasinya apakah cerpen putri iklan sudah dikirim ke media lain. #Redaksi Ummi#"
Aku : "Waalaikumussalam. Belum dikirim dan blm pernah publish di media lain. Apakah akan dimuat di Ummi?"
Ummi : "Insya allah akan dimuat di majalah ummi edisi februari"
Aku : "Alhamdulillah...."

Tunggu punya tunggu, bulan Februari tiba. Tak ada kabar apa-apa. Nanya temen yang langganan Ummi, ternyata cerpen yang dimuat bukan cerpenku. Kok bisa, ya?

Tanggal 5 Februari aku SMS Ummi.

Aku : "Assalamualaikum. Apakah cerpen saya tdk jd dimuat di Ummi? SudenBasayev (cerpen Putri Iklan)"
Ummi : "Wa'alaikumussalam wr.wb. insya allah akan dimuat bln maret."
Aku : "Oke, kmrn salah informasi dr redaksi, saya cek di ummi februari ternyata blm ada. Syukron infonya."
Ummi : "Ok, mohon maf ya."
Aku : "Iya, gak apa2, Umm. :)"

Tara... penantian terjawab! Majalah Ummi edisi Maret 2014 sudah di tangan. Memang pelayanan Ummi bagus sekali, setiap cerpen dimuat, pasti penulis dikirimi 1 eksemplar bukti terbit.

Tak sabar lekas kubuka majalah itu. Dan, alhamdulillah di rubrik cerpen memang cerpenku yang dimuat, berjudul Putri Iklan. Mau tahu ceritanya? Beli dong majalahnya....

Ini sebenarnya bukan cerpen yang sengaja kukirim untuk rubrik cerpen di Ummi. Tapi adalah cerpen yang kuikutkan lomba cerpen yang diadakan Ummi tahun kemarin.

Cerpenku tidak beruntung, tidak masuk nominasi. Tapi sesuai janji Ummi, naskah yang layak muat akan diterbitkan di majalah Ummi. Dan, meski aku sudah tidak begitu berharap, eh... ternyata nasib baik masih menyapa.

Dan... cek rekening BCA-ku, alhamdulillah honor sudah dikirim sejak tanggal 3 kemarin. Alhamdulillah....
Jumlahnya? Hm... naik lho, jadi 350 ribu. Bikin semangat nulis lagi!!!