Coretan Basayev: Juni 2013

Malam Pertama Menyapih Si Kecil



Jagoan kecil kami, Haikal Syamsa Al Farisi, akan segera menginjak usia 2 tahun. Tepatnya pada tanggal 19 Juni 2013. Dan hal yang penting yang harus Haikal jalani adalah berhenti menyusu. Sudah waktunya untuk disapih, tidak lagi meminum ASI.

Adapun tentang kewajiban menyapih si kecil ini tercantum jelas dalam Alquran, surat Al-Baqarah ayat 233 yang artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah member makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya, dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum 2 tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Hari Selasa, 2 hari sebelum tepat Haikal berusia 2 tahun, saya dan istri memutuskan untuk menyapihnya. Cara sederhana yang dilakukan istri adalah mengoleskan biji mahoni yang pahit ke payudara. Ketika Haikal hendak minum, bundanya mengatakan kalau ASI-nya pahit. Dan dengan sederhana pula, kami mencoba mengomunikasikan padanya bahwa ia sudah mau usia 2 tahun dan waktunya untuk tidak minum ASI lagi. Meski di sela bercanda, sedikit-banyak putra pertama kami ini mulai mengerti. Dan, sebagai gantinya, kami menyiapkan susu kental manis untuk diminumnya. Tampaknya, Haikal bisa benar-benar mengerti dan mau meminumnya, meski ia tidak terbiasa minum susu selain ASI.

Ketika menjelang berangkat tidur seperti biasa, kami sedikit was-was jika nantinya Haikal minta minum ASI sebagaimana kebiasaannya pengantar tidur. Susu kental manis di dalam botol dot sudah dipersiapkan, dan anak kami sudah berbaring di atas tempat tidur.

Saya masuk kamar ketika itu. Saya jumpai istri saya berlinang air mata. Saat saya tanya, ia mengatakan kalau merasa kasihan kepada si kecil. Rasanya tidak tega melihat Haikal terlihat tidak nyaman, berguling kesana berguling kemari dengan meminum susu dari dot. Air mata istri saya ini seolah menunjukkan betapa ia sangat dekat secara emosional dengan anak kami, apalagi sejak Haikal lahir, tiada hari tanpa kebersamaan dilewati dengan menyusuinya.

Saya bisa memahami keadaan ini. Meski ada iba juga di hati saya melihat Haikal yang belum bisa tidur. Saya berusaha membesarkan hati istri dan menghibur Haikal agar tidak menanyakan ASI lagi. Semoga kemudahan diberikan Allah Ta’ala atas tahapan ini.

Simbah putrinya Haikal pun tidak bisa menahan air mata beliau. Padahal Haikal sendiri malah tertawa-tawa bercanda ria. Tetap semangat, jagoanku!