Coretan Basayev: Oktober 2012

Ketika Si Kecil Tak Kenal Capek

Anak saya tersayang sudah bisa berjalan. Hobi barunya adalah menapak ke manapun kaki melangkah. Tak peduli apapun dan di manapun. Bahkan tempat berbahaya pun dia datangi. Tentu karena dia belum mengerti akan bahayanya.

Rumah kami yang berada di pinggir jalan, tentu membuat kami serba was-was. Apalagi anak saya sering berlari ke sana. Dilarang dengan seruan hanya sia-sia. Didekati dia malah makin kencang berlari. Lucunya lagi, dia akan marah kalau sampai dipegangi. Hal ini juga berlaku ketika dia harus main ke rumah saudara dan tetangga yang menuju ke sananya musti menanjak jalan. Ah, istriku sampai bingung. Dipegangi anaknya marah dan menjerit tangis, kalau tidak dipegangi bisa jatuh nantinya.

Haikal, anak saya yang paling ganteng di dunia itu, memang sedang senang-senangnya menikmati hal baru. Berjalan ke sana kemari tanpa kenal capek sama sekali. Lucu kalau mengamati tingkah lugunya.

Capek. Itu hal biasa bagi para orangtua ketika harus mendamping anak yang baru bisa berjalan. Si anak tidak akan peduli meski ayah dan ibunya sudah capek mengikuti ke mana dia. Di sinilah para orangtua dilatih sabar menjalaninya. Biarkan anak tumbuh sebagaimana mestinya. Nikmati saja.

Anak memang belum bisa mengerti apa itu bahaya. Jalan yang lalu-lalang kendaraan tidak digubrisnya. Jalan menanjak-menurun yang bisa membuatnya jatuh tak dipeduli. Kitalah, sebagai orangtua yang harus bisa menjaganya dengan sabar.

Anak juga belum paham yang namanya capek. Tapi ia sebenarnya juga bisa capek. Maka pilihan yang baik adalah rutin memijatkannya ke tukang pijat bayi yang sudah berpengalaman. Kalau di kampung seperti saya, ada para dukun bayi yang bisa memijatnya.

Atau kita sendiri yang memijatnya ketika si anak mau bobok. Haikal juga senang kalau kakinya dipijat kedua orangtuanya ketika mau tidur. Dan, nikmati saja kelelahan demi kelelahan ini. Toh, ada pahala berlipat ganda jika kita tetap ikhlas menjalaninya.

Semangat, ya, istriku tercinta. :)

Ummi Aminah Menakar Kecintaan pada Ibu


Saya mungkin termasuk terlambat menikmati film ini. Secara bukan menonton langsung di bioskop. Saya hanya menontonnya lewat VCD yang saya sewa di rental film, bersama tiga VCD lainnya: Ayah Mengapa Aku Berbeda, Di Bawah Lindungan Ka’bah dan satu lagi VCD Bernard Bear. VCD yang terakhir ini niatnya saya sewakan buat anak saya, Haikal. Meski belakangan saya juga yang paling suka menontonnya.

Dari keempat film yang saya sewa, hanya Ummi Aminah-lah yang saya anggap paling berkesan. Dalam arti bisa membuat saya benar-benar terhibur. Ada tawa, haru-biru, sedih, dan mendebarkan bercampur jadi satu.

Ummi Aminah disutradarai Aditya Gumay yang juga turun langsung dalam penggarapan skenario bersama Adenin Adlan. Film berdurasi 104 menit ini sebenarnya sudah rilis sejak 5 Januari 2012 dan saya baru nonton bulan Oktobernya. Terlambat memang, tapi tak ada yang perlu disesali selain ‘mengapa nggak nonton dari dulu’. Tidak mengapalah, toh akhirnya 104 menit berharga dalam hidup saya ini sempat sudah saya lalui.

Film yang awalnya saya sangka ‘biasa-biasa saja’ karena judulnya yang kurang menarik menurut saya ini, ternyata mampu menyihir saya untuk menikmatinya tanpa jeda. Sangat menarik dan tidak ingin melewatkan setiap detiknya.

Film ini mengisahkan tentang Ummi Aminah (Nani Widjaja), seorang ustadzah kondang sekaliber Mamah Dedeh menurut saya. Di adegan-adegan awal ditunjukkan betapa banyak jamaah yang selalu setia menghadiri setiap kali beliau ceramah. Ummi Aminah adalah ustadzah idola yang tidak pernah menetapkan tarif ceramahnya. Bahkan di salah satu adegan diperlihatkan beliau ceramah dan hanya dibayar dengan hasil kebun warga. Pokoknya, sosok ustadzah yang luar biasa.

Tapi, dalam film ini, rupanya Aditya Gumay mau menunjukkan kepada kita, bahwa Ummi Aminah adalah juga manusia yang bisa terpuruk dalam menghadapi persoalan hidup yang datang bertubi-tubi. Meski akhirnya, dengan dukungan keluarga besar beliau mampu bangkit lagi.

Film keren ini memang didukung bintang bertaburan. Wajah-wajah tak asing di belantara hiburan menghiasi film ini. Sebut saja nama-nama beken seperti Rasyid Karim, Ali Zainal, Ruben Onsu, Revalina S Temat, Paramitha Rusady, Yessy Gusman, Genta Windi, Gatot Brajamusti, Elma Theana, Aty Cancer Zein, Zee Zee Shahab, Cahya Kamila, Budi Chaerul, dan Temmy Rahadi. Mereka mendapat jatah peran dengan karakter masing-masing yang cukup memberi warna film ini.

Seperti saya katakan di depan tadi, film ini memang sangat menghibur. Banyak adegan yang mengundang senyum bahkan tawa. Selain itu, adegan mengharukan pun mewarnai adegan dalam film ini.

Secara garis besar, sinopsis film ini sebagai berikut, saya copas saja dari Wikipedia, ya:

Ummi Aminah (Nani Widjaja), ustadzah yang memiliki ribuan jamaah setia. Kemana pun ia ceramah, masjid selalu penuh. Padahal, ia tak pernah meminta bayaran. Ummi Aminah adalah ustadzah idola.

Ummi dikaruniai dua anak - Umar (Gatot Brajamusti) - beristrikan Risma (Yessy Gusman). Aisyah (Cahya Kamila), anak kedua Ummi, seorang ibu rumah tangga yang bersuamikan Hasan (Budi Chaerul).

Dari suami keduanya -- Abah (Rasyid Karim) -- Ummi memiliki lima anak: Zarika (Paramitha Rusadi), Zainal (Ali Zainal), Zubaidah (Genta Windi), Zidan (Ruben Onsu) dan Ziah (Zee Zee Shahab).

Zarika, seorang wanita karir sukses yang was-was dengan usianya. Ia belum punya jodoh. Zarika memiliki hubungan khusus dengan bawahannya -- Ivan (Temmy Rahadi) yang sudah beristeri, Dewi (Elma Theana). Di jejaring sosial, Zarika menjadi bulan-bulanan, dituduh sebagai perempuan perebut suami orang. Ummi meminta Zarika mengakhiri hubungan mereka.

Istri Zainal, Rini (Revalina S Temat) tengah mengandung anak kedua. Mereka masih menumpang di rumah Ummi. Kerja Zainal hanya menyopiri Ummi ke berbagai tempat ceramahnya. Untuk menambah penghasilan, Zainal mencoba jualan sepatu di tempat-tempat Ummi ceramah. Malang baginya, Zainal dimanfaatkan teman bisnisnya sebagai kurir narkoba. Penangkapan Zainal disaksikan jamaah Ummi. Berita pun menyebar, Ummi hanya bisa pasrah ketika semua tempat-tempat pengajian membatalkan undangan ceramah.

Bukan hanya persoalan Risma, Zarika dan Zainal, masalah Zidan juga membuat Ummi harus lebih tawakal. Abah masih sulit menerima keadaan Zidan yang sifatnya seperti perempuan. Sementara Zubaidah merasa tak pernah diperhatikan Ummi. Pendidikannya rendah, Zubaidah merasa tidak dipercaya Ummi sebagai asisten ustadzah kondang. Persoalan keluarga Ummi makin menggunung ketika Abah tertipu bisnis jual-beli tanah kontrakan.Nah, untuk lebih serunya, tentu harus nonton langsung filmnya. Dijamin tidak akan kecewa. Saya saja tidak rela melewatkan setiap detik adegannya. Oya, siapkan tisu bagi yang terbiasa mewek lihat film drama mengharu-biru.

Beberapa kawan di blog mengomentari kualitas gambar film yang terlalu sederhana, tapi semua itu tidak terasa mengganggu pada pandangan mata awam saya akan sinematografi. Semua terangkai begitu baik menurut saya.

Terakhir, saya merekomendasikan film ini untuk Anda yang mencintai ibu Anda. Semoga makin banyak film seperti ini dilahirkan para sineas Indonesia. Selamat menonton.

Ada Simbah GR Masuk Koran

Alhamdulillah..., menunggu dan nongol juga salah satu coretanku di Solopos lagi. Seperti biasa, kisah ringan di rubrik Ah Tenane di koran lokal wong Solo ini.

Aku mengirim naskah berjudul Gara-gara Simbah, tapi dimuat dengan judul Simbah GR dengan (tentunya) campur tangan editor Solopos. Nggak masalah, kan....

Kisah menggelikan ini sebenarnya terjadi sudah lama. Sewaktu aku masih SMP dulu. Kisahnya dialami ponakanku si Taufik Hidayat. Dan yang menjadi objek panggilan adalah Tenang (Klowor Krebet). Cukup mengundang tawa ketika Bu Guru memanggil Taufik ke ruang guru waktu itu. Hehe. Kisah selengkapnya langsung aja klik di sini.

Semoga bermanfaat, dan jangan sembarangan manggil orang, ya!

Jangan Kita yang Diajari

Anak pertama kami baru berusia setahun, tapi alhamdulillah sudah pintar mengucap sepatah-dua patah kata. Memang masih minim suku kata, paling mudah mengucap kata yang hanya terdiri dari 1 atau 2 suku kata, seperti yah, mbah, mbak, mas, atau ayah, ayam, dan menirukan suara-suara yang didengar seperti suara hewan di sekitar, suara motor, mobil dan sebagainya.

Suatu kali ketika sedang bermain, anak kami Haikal, entah terkena apa tiba-tiba mengadu pada saya yang ada di dekatnya, dengan menunjukkan tangannya sambil berkata, "Yah, atit... atit!"

Saya tahu atit maksudnya sakit. Lekas saya tanggapi dengan meniup jarinya yang dibilang sakit. "Mana yang atit, Sayang?"

Istri saya yang berada di dekat saya langsung menegur, "Ayah kok ikut-ikutan atit? Ayah yang harusnya ngajarin Adek apa Ayah yang diajarin sama Adek?"

Saya tersenyum dan meralat, "Mana yang sakit, Dek?"

Saya akui, apa yang istri saya tegurkan itu memang benar. Anak-anak yang belum bisa berbicara dengan baik tentu masih belajar bagaimana mengucapkan segala sesuatu dan tak pelak sering kali cadel. Seperti yang anak saya coba ucapkan.

Pada masa-masa seperti ini, anak biasa meniru apa yang ia lihat dan dengarkan. Ini bisa kita jadikan sebagai sarana untuk mengajari yang baik-baik kepada anak kita. Kita praktikkan amal-amal shalih yang bisa dipelajari secara langsung oleh buah hati kita tersebut.

Selain amal shalih, kita juga bisa mengajari perkataan-perkataan yang baik, mengucap kalimat-kalimat toyibah agar anak terbiasa dengan ucapan-ucapan yang baik. Tentu harapan ke depannya, amalan kebaikan yang kita ajarkan secara praktik langsung ini bisa diaplikasikan olehnya untuk bekal menjadi muslim taat dan anak yang berbakti. Siapa juga yang akan diuntungkan? Kita, bukan?

Tetapi kadang orangtua salah langkah, di mana seharusnya kita bisa mengajari anak, eh malah kita yang meniru-niru apa yang anak kita ucap dan lakukan. Memang kita akan menemukan kelucuan dari keluguan-keluguan buah hati kita itu, tapi apa cukup kelucuan yang kita lihat dan saksikan bertaruh dengan daya serap kebaikan pada masa-masa emas kanak-kanak?

Maka dari itu, mari kita betulkan ucapan anak yang salah karena cadel dengan membantu menunjukkan kata yang sebenarnya kepada buah hati kita. Bukan sebaliknya. Jangan sampai kita malah meniru apa yang diucapkan olehnya. Kita yang mengajari, bukan kita yang diajari. Semoga bermanfaat.

Cerpenku Dimuat di Ummi Oktober 2012

Bulan Oktober 2012, ada yang kutunggu di bulan ini. Tara...! Majalah Ummi No.10/XXIV/Oktober 2012/1433 H di tangan. Di halaman 76-78 terpampang cerpen karyaku berjudul Klinik Batuk Shaun the Sheep. Subhanallah walhamdulillah wallahu akbar! Kegembiraan tak terkira!

Ini karya pertamaku yang lolos di majalah Ummi, pertama kali kirim ke Ummi dan alhamdulillah dimuat. Cerpen ini berkisah tentang suami-istri dengan kemampuan ekonomi minim di tengah mahalnya hidup di Jakarta, memiliki seorang balita 6 bulan yang sedang sakit batuk. Kisah mengalir ketika di klinik tempat periksa, si balita kepengen ketika melihat boneka Shaun the Sheep yang dijajakan penjual keliling, padahal untuk periksa saja sang ayah harus berhutang. Ending kisah ini kugarap dengan enak, selengkapnya baca saja di majalahnya. Mumpung masih anget, buruan beli di kios majalah terdekat. Hehe....

Oh iya, ada SMS nih, dari kru Ummi: "Assalamu'alaykum,mhn mengirimkan norek serta npwp guna pentransferan honorarium cerpen "klinik batuk shaun the sheep" yang dimuat di majalah ummi edisi bulan ini."

Syukur alhamdulillah. Yuk, nulis lagi. :)

Yang hobi nulis cerpen, kirim saja cerpenmu ke majalah Ummi. Temanya keluarga. Semoga bermanfaat. Amin.